Entah apa sebabnya manusia selalu ingin keluar dari batas-batas kemanusiaannya. Pengetahuanpun digunakan secara intensif untuk mengatasi berbagai kendala manusia. Salah satu kendala yang merepotkan adalah usia. Bersama meningginya usia, turun juga semua potensi tubuh : kulit mengendur, otot menjadi lemah, otak bekerja secara lambat dan diiringi kadar lupa yang begitu besar. Seiring dengan bertambah tuanya seseorang, tumbuh pula tekanan-tekanan psikologis yang muncul akibat meningkatnya keterbatasan, misalnya saja perasaan ketakutan dan kesepian.
Maka, seandainya ada, perburuan terbesar manusia adalah penemuan atau teknologi yang bisa memperpanjang usia. Dan penemuan itu rasa-rasanya sudah semakin dekat, ketika ilmuwan menemukan rapamcyin, sejenis obat dari Pulau Paskah di Pasifik Selatan menunjukkan potensi yang sangat besar dalam melawan proses penuaan. Obat ini diujikan pada seekor tikus tua dan menunjukkan hasil yang tampaknya melampaui sefek yang terjadi pada manusia ketika ia berhasil sembuh dari penyakit kanker dan jantung sekaligus.
Nah, ilmuwan dari pusat ilmu kesehatan di Texas, Michigan, dan Maine ini memberikan rapamycin pada seekor tikus yang umurnya dianggap setara dengan ketuaan manusia berusia 60 tahun setelah sebelumnya hewan percobaan ini dibiakkan dengan diversitas dan kerentanan genetik yang sama dengan manusia.
Hasil yang diperoleh ternyata cukup mencengangkan, rapamycin yang selama ini digunakan untuk mencegah terjadinya penolakan oleh tubuh pada pasien pencangkokan organ ternyata mampu memperpanjang usia harapan hidup sang tikus sekitar 28 hingga 38 persen.
Arlan Richardson dari Barshop Institute mengungkapkan bahwa ia tidak pernah berpikir akan sempat menemukan pil anti penuaan, tapi apa yang telah ditunjukkan oleh uji rapamycin ini memberikan peluang besar untuk itu. Pernyataan ini didukung oleh Profesor Randy Strong dari University of Texas Health Science Center yang mengatakan “Kami percaya ini adalah bukti meyakinkan pertama kalau proses penuaan bisa diperlambat dan usia hidup bisa diperpanjang dengan obat.”
Yang alami, ada juga minuman bernama teh Kombucha yang biasa dijuluki “Teh 1001 Manfaat” dan “Teh Panjang Usia”. Minuman kesehatan kombucha itu sebenarnya teh juga, tapi mendapat pengolahan tambahan berupa proses peragian atau fermentasi menggunakan jamur kombucha. Proses peragiannya mirip dengan proses penciptaan yoghurt, yang dihasilkan dari fermentasi susu dengan bibit ragi yoghurt.
Beberapa sumber meyakini, teh kombu berusia lebih dari 2000 tahun. Ramuan ini diperkirakan berasal dari daerah Siberia bagian selatan, tepatnya daerah bernama Kargasok yang berbatasan dengan Cina. Kabarnya, penduduk Kargasok berumur panjang (rata-rata lebih dari 100 tahun), tetap aktif, dan selalu tampak sehat.
Obat hidup abadi memang belum ada. Namun dalam kenyataanya proses pencariaannya terus berlangsung. Bagaimana dengan Indonesia? Negeri 230 juta penduduk ini masih sibuk berkutat dengan obat generik alias obat untuk publik. Bahkan dalam pelaksanaanya penyediaan obat generik belum tuntas diatur. Apalagi bahan baku obatnya masih banyak yang impor.
Indonesia rasa-rasanya belum perlu menyediakan obat hidup abadi. Tetapi ketika beberapa negara berusaha melampaui batas-batas kemanusiaan, Indonesia masih berusaha “mengisi” kemanusiaan. Apakah kita begitu ketinggalan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H