Penayangan jurnalisme Investigasi menjadi siaran yang dilarang dalam draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024. Bagaimana dampaknya pada berita entertain ?
Setelah beberapa bulan lalu dunia jurnalistik di hebohkan dengan persoalan dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran, mengenai larangan penayangan jurnalisme Investigasi, begini respon Redaktur Pelaksana Medcom, Achmad Firdaus.
“Menurut saya peraturan yang kemarin di rancang pemerintah sangat-sangat bertolak belakang dengan ide awal jurnalisme, atau pilar keempat demokrasi. Hal tersebut yang mana tentunya sangat bertolak belakang dengan kebebasan pers,” terang Firdaus pada Selasa (25/06/24).
Lantas bagaimana larangan investigasi merugikan berita softnews, atau berita-berita entertain. Firdaus menerangkan bahwa biasanya investigasi itu memang kebanyakan tentang isu-isu politik, tapi bukan berarti softnews tidak ada investigasi. Meskipun sifat beritanya yang entertain, atau bertujuan lebih untuk menghibur, investigasi tetap lah ada, arahnya lebih ke feature.
“Jadi liputan misalkan tentang trend sepatu sneaker. Kita akan mulai terlebih dahulu dari siapa penggunanya, terus apa yang jadi sasaran si pengguna tersebut. Kemudian lanjut sampai ke ujung-ujungnya, misal kita cari pabriknya ada di mana, lalu melakukan observasi. Biasanya di soft news investigasi yang kita lakukan berupa seperti itu,” ujar Firdaus di Kantor Medcom.
Kalau melihatnya dari sisi jurnalis, ketika investigasi itu dilarang, maka sama saja dengan membunuh kreatifitas kita. Ketika kita tidak bisa lagi mendalami satu isu tertentu, terus apa yang bisa kita kasih ke masyarakat kalau cuma sekedar berita-berita yang ada di permukaan saja, lanjut Firdaus.
“Misalkan di berita hiburan tadi kita investigasi soal trend sepatu, maka itu tidak bisa lagi kita sampaikan ke publik karena nanti akan kena pelanggaran dari pemerintah oleh sebab penayangan jurnalisme investigasi itu di larang. Tapi mudah-mudahan saja tidak jadi, ya, karena kalau itu jadi di ketok palu, maka itu sama saja telah membuat demokrasi kita menimbulkan gelombang permasalahan yang baru,” ungkap Firdaus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H