Mohon tunggu...
Bimo Aria
Bimo Aria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freeman

Seorang pejalan yang menyukai musik, buku, seni, budaya, dan alam. Menulis untuk merawat nalar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ada Apa di Balik "All Eyes on Papua" yang Ramai di Media Sosial

4 Juni 2024   19:35 Diperbarui: 4 Juni 2024   19:48 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster All Eyes on Papua. Ilustrasi oleh @gandawakstra_

Jakarta - Beberapa hari terakhir ramai beredar poster bertuliskan "All Eyes on Papua" pada media sosial X dan Instagram.

Poster tersebut sedang ramai dibagikan dan dibicarakan pada media sosial X dan Instagram, beriringan dengan maraknya beredar poster serupa yang bertuliskan "All Eyes on Rafah," yang mana menyuarakan dukungan terhadap rakyat Palestina akibat serangan Israel ke Rafah.

Adapun arti dari All eyes on Papua dalam bahasa Indonesia adalah "semua mata tertuju pada Papua". Dapat diartikan bahwa seruan ini merupakan dukungan dan solidaritas terhadap masyarakat Papua yang sedang memperjuangkan haknya. Hal ini berkaitan dengan hutan adat mereka yang akan dibabat untuk dijadikan perkebunan sawit seluas 36 ribu hektar atau setengah dari luas Jakarta.

Isu ini menuai ribuan dukungan positif dari para masyarakat. Salah satunya adalah Zidan, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi. "Para warga memang harus memiliki rasa solidaritas yang kuat terhadap permasalahan sosial yang sedang terjadi, apalagi itu dihadapi oleh saudara di dalam negeri sendiri." Ungkap Zidan pada Selasa (4/6/2024).

Dilansir dari laman Greenpeace, masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya, kedua suku tersebut sedang mengajukan gugatan hukum untuk melawan pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka. Gugatan dari kedua suku itu kini telah sampai pada tahap kasasi di Mahkamah Agung.

Menurut akun @callmebyra dalam media sosial X pada Selasa (4/6/2024), 

Pemerintah harusnya malu, mereka saja masyarakat adat yang tidak tersentuh pendidikan formal tahu dan menghormati aturan dengan mengajukan gugatan. Ini kalau tidak dikabulkan, semoga kalian yang terlibat sekalian keturunannya terkena azab. 

Tidak hanya di media sosial, mengutip dari laman Tempo.co, para pejuang lingkungan hidup dari suku Awyu dan suku Moi menggelar doa dan ritual di depan Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada Senin pekan lalu, 27 Mei 2024. Mereka datang mengenakan busana khas suku masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun