Mohon tunggu...
Bimkat Medan
Bimkat Medan Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuluh

Memberikan pelayanan publik dalam bentuk penyuluhan agama dalam semangat NKRI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Moderasi Beragama dalam Persfektif Enseklik Dilexit Nos: Pentingnya Hati dalam Moderasi Beragama

24 Januari 2025   10:34 Diperbarui: 24 Januari 2025   10:46 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus dihadapan Patung Hati Kudus Yesus (Sumber: https://blog.cancaonova.com)

Dilexit Nos (Tuhan Mencitai Kita) merupakan salah satu eseklik yang dikeluarkan Paus Fransiskus pada tanggal 24 Oktober 2024. Dilexit Nos, merupakan ensiklik keempat Paus Fransiskus. Paus Fransiskus merenungkan bahwa sikap egoisme, konsumerisme, sekularisme perang dan tindakan kekerasan mengakibatkan penderitaan yang menyayat kehidupan manusia. Bila dikaitkan dengan moderasi beragama, permenungan Paus Fransiskus ini merupakan sikap-sikap yang bertentangan dengan esensi dari moderasi beragama. Moderasi beragama merupakan pendekatan untuk mengamalkan ajaran agama secara seimbang untuk menghindari eksterisme dalam beragama, moderasi beragama juga memiliki hubungan yang erat dengan berbagai isu sosial dan kemanusiaan seperti egoisme, konsumerisme, perang dan tindakan kekerasan sebagai tindakan ekstremisme yang bertentangan dengan ajaran agama. Sikap-sikap tersebut merupakan penyakit yang susah untuk disembuhkan. Untuk menyembuhkan penyakit tersebut, Paus Fransiskus berpesan bahwa penyakit tersebut harus diperangi dengan menekankan "pentingnya hati"

Dalam enseklik ini, Paus Fransiskus menyerukan melalui permenungannya bahwa "Hati Kudus Yesus dan Devosi terhadap Hati-Nya yang Mahakudus" merupakan jalan pembaharuan Gereja dan dunia untuk memerangi sikap dan tindakan egoisme, konsumerisme, perang dan tindakan kekerasan. Gereja harus menyadari bahwa cinta dan pengorbanan Yesus telah membebaskan manusia dari perbudakan materialisme dan individualisme, serta mengajarkan manusia untuk mengembangkan solidaritas antar manusia. Seruan Paus Fransiskus ini sangat bersinggungan dengan moderasi beragama. Melalui permenungan terhadap "Hati Kudus Yesus dan Devosi terhadap Hati-Nya yang Mahakudus" kita akan mengutamakan nilai-nilai keseimbangan, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan yang semuanya ini adalah dasar dari solidaritas manusia. Dengan kata lain, moderasi beragama mendukung terciptanya solidaritas manusia dengan mengajarkan umat beragama untuk hidup secara seimbang, penuh kasih sayang, toleran, dan damai. Moderasi beragama akan menciptakan fondasi yang kokoh untuk solidaritas dan kerja sama antar umat manusia.

Pentingnya Hati dalam Penerapan Moderasi Beragama

Hati merupakan pusat pemersatu manusia, karena pikiran dan tindakan manusia digerakkan oleh hati. RD. Alfonsus Very Ara, Pr menuliskan di Majalah Menjemaat edisi Januari 2025 di kolom sajian utama halaman 4 bahwa "Paus Fransiskus terinspirasi oleh pemikiran Romano Guardini, yang menyatakan bahwa hanya hati yang mampu 'menyambut dan menawarkan kerahmatan' terhadap sesama. Menawarkan kerahmatan terhadap sesama termasuk yang berbeda agama dengan kita merupakan sikap empati dan kasih sayang. Hati yang terbuka akan mengedepankan perdamaian, saling menghargai, dan akan mendorong terciptanya hubungan yang harmonis dengan sesama tanpa terjebak pada pandangan ekstrem dalam sikap beragama. Menawarkan kerahmatan terhadap sesama yang berbeda keyakinan mencerminkan sikap moderat dalam praktek beragama.

Orang yang mempraktekan beragama secara konservatif berlebihan yang sering disebut sebagai ekstrem kanan dan sikap liberal berlebihan yang sering disebut sebagai ekstrem kiri adalah orang-orang yang mengalami kekeringan hati sehingga hati mereka tidak tergerak terhadap nilai-nilai universal dalam beragama. Sikap konservatisme dalam beragama akan memiliki pandangan, sikap dan perilaku fanatik terhadap tafsir keagamaan yang mereka anut saja seraya menolak pandangan keyakinan lain yang berbeda, sedangkan sikap liberalisme dalam beragama akan cenderung secara ekstrem mendewakan akalnya saja dalam memberikan tafsiran ajaran agama. Kedua sikap ini akan merusak keharmonisan dalam kehidupan beragama di Indonesia karena dapat menyebabkan perpecahan, intoleransi, dan konflik antar kelompok agama. Konservatisme agama akan menyebabkan sikap eksklusivisme dalam beragama yang menganggap orang yang berbeda keyakinan sebagai kelompok yang sesat atau tidak benar, sehingga membatasi dialog dan keterbukaan. Bahkan lebih parah bisa terjadi, sikap konservatisme ini bisa mendorong perilaku diskriminatif atau tindakan kekerasan terhadap kelompok yang berbeda agama. Sedangakan sikap liberalisme agama akan mengaburkan prinsip-prinsip dasar agama, melemahkan nilai-nilai universal agama. Sikap konservatisme dan liberalisme dalam beragama akan berpotensi menumbuhkan radikalisme yang bisa mengarah pada aksi kekerasan atau ancaman terhadap kehidupan sosial masyarakat.

Maka untuk menghindari sikap konservatisme dan liberalisme dalam beragama umat beragama harus kembali ke hati dalam menjalankan praktek keyakinan agamanya masing-masing. Kita harus kembali ke hati sebab hati adalah sumber kehidupan dalam mewujudkan keharmonisan yang utuh.

Relevansi Bagi Penyuluh Agama Katolik. 

Dalam Enseklik "Dilexit Nos" Paus Fransiskus mengajak Umat Allah untuk kembali ke hati dan dengan cara baru mendalami Cinta Yesus yang mengalir dari Hati-Nya yang Mahakudus. Ajakan ini harus menjadi refleksi bagi para Penyuluh Agama Katolik dalam menjalankan praktek beragama sehingga mampu menyuarakan Moderasi Beragama sebagai agen dan corong dari moderasi beragama. Penyuluh agama memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan pemahaman agama dengan benar kepada masyarakat. Bagi penyuluh agama Katolik harus menyadari bahwa sebagai abdi Negara juga harus berperan sebagai petugas pastoral di lingkungan gereja masing-masing. Maka dalam menyuarakan moderasi beragama penyuluh agama harus membawa Cinta Yesus kepada masyarakat agar Cinta-Nya menjadi dasar untuk membangun keharmonisan dan kebaikan bersama. Untuk mengemban tugas ini, penyuluh agama Katolik harus yakin bahwa sebagai ASN mereka adalah saluran Cinta Yesus kepada masyarakat khususnya kepada para kelompok binaan yang dijumpai, dan menyadari bahwa Cinta Yesus sendirilah yang memberikan daya dalam menjalankan misi moderasi beragama ini. (Ricardo Simamora - Penyuluh Agama Katolik Kota Medan)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun