Seiring dengan berjalannya waktu, kita telah memasuki separuh akhir masa di Tahun 2022. Jika diamati saat melakukan perjalanan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, terasa bahwa kendaraan semakin banyak beredar di jalanan. Berbeda pada masa pandemi, di mana pergerakan dibatasi demi menekan angka penyebaran Covid-19.
Tanda bahwa perekonomian sudah bangkit dari keterpurukan masa pandemi, tatap muka akademik kembali bergerak, terlebih sektor transportasi kembali berputar seiring dengan meningkatnya permintaan sarana mobilitas.
Di lain sisi, perekonomian bangsa yang kembali pulih tidak diiringi dengan persiapan menghadapi permasalahan baru di sektor transportasi.
Masyarakat pada pasca pandemi ini mempertahankan kebiasaan menggunakan kendaraan pribadi untuk menghindari penyebaran Covid-19, kemudian program pemerintah menerapkan PPNBM 0% bagi pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk mempertahankan kinerja perekonomian negara.
Pada akhirnya, kebijakan dan pola kebiasaan tersebut berdampak pada sektor transportasi, kemacetan lalu lintas di berbagai ruas jalan tidak dapat dihindari.
Menurut Ofyar Tamim (1998), kebutuhan akan transportasi dan sistem prasarana transportasi saling kejar mengejar dan tidak akan pernah berhenti sampai kondisi jenuh (macet total dimana-mana) tercapai. Kemacetan lalu lintas terjadi karena mobilitas dilakukan pada lokasi dan waktu yang bersamaam.
Pemerintah dalam mengambil keputusan terkait kebijakan transportasi saat ini masih menggunakan pendekatan konvensional yaitu predict and provide atau Ramal dan Sediakan.
Perlu ada suatu langkah terobosan pada pengelolaan atau manajemen transportasi dengan menggunakan pendekatan predict and prevent atau ramal dan cegah yang dikenal dengan Transport Demand Management (TDM) atau Manajemen Kebutuhan akan Transportasi (MKT).
Menurut Orski (dalam Tamim, 1998: 529) manajemen kebutuhan akan transportasi adalah suatu cara untuk mempengaruhi perilaku pelaku pergerakan dengan tujuan untuk mengurangi besarnya kebutuhan akan pergerakan atau menyebarkan kebutuhan tersebut dalam ruang dan waktu.
Konsep TDM ini bukan berarti secara penuh membatasi jumlah mobilitas yang terjadi sehingga terhambatnya proses pertumbuhan ekonomi, tetapi mendistribusikan dan mengelola proses pergerakan agar tidak terjadi pergerakan pada lokasi dan waktu bersamaan dengan menggunakan moda transportasi (pribadi) yang terisi rendah.