Tak terasa bahwa kita sudah memasuki penghujung bulan Ramadan 1442 H yang sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini terasa lebih baik dimana vibes ramadan sedikit menyerupai ramadan-ramadan pada tahun sebelum terjadinya pandemi Covid-19 di seluruh dunia saat ini. Tapi tetap bagaikan masakan tanpa garam, kurang enak dan kurang sedap.
Ramadan 1442 H akan berakhir merupakan kepastian, namun ramadan tahun depan siapa yang menjamin kita dapat berjumpa lagi. Itulah segelintir plesetan masyarakat yang hingga saat ini tidak bisa merasakan yang namanya opor ayam, ketupat, dan makanan khas lainnya bersama keluarga besar tercinta di kampung halaman dalam menikmati momen perayaan Hari Raya Idul Fitri. Pemerintah berusaha menekan laju kasus penyebaran Covid-19 yang berpotensi meningkat pada momen mudik Lebaran, terlebih gambaran yang sama ditunjukkan oleh Negara India yang tidak sanggup menangani penyebaran yang begitu masif serta kewalahan dalam penganganannya. Itu mimpi buruk bagi Pemerintah bila benar-benar terjadi di Indonesia. Larangan mudik menjadi langkah utama yang dipilih, kebijakan yang aman namun tidak tahu bahwa Covid-19 ini tidak akan membuat aman situasi secara bersamaan. Pos Penyekatan mudik diberlakukan dan dilaksanakan oleh seluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia agar wilayahnya masuk dalam taraf aman penyebaran Covid-19.
Larangan mudik membuat masyarakat memilih untuk membelanjakan dan menghabiskan duit THR yang telah dikeluarkan pemerintah dan swasta sebagai stimulus perekonomian ditengah pandemi bagi pengusaha. THR merupakan penolong bagi masyarakat ditengah krisis keuangan yang melanda selama pandemi ini. Lagi-lagi hal tersebut membuat situasi tidak aman bagi pemerintah dan pengusaha. Kerumunan masyarakat yang sedang berbelanja menjadi alarm penerapan protokol kesehatan yang telah dijalankan, sekaligus menjadi kegelisahan bagi pengusaha untuk mulai bangkit perekonomian ditengah pandemi. Rasanya, apapun langkah kebijakan yang diambil tidak ada yang pas dan tepat.
Tetapi, bila seluruh masyarakat, pengusaha dan Pemerintah berfikir dengan teliti dan tepat dalam melaksanakan kebijakan, bukan mustahil tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pemberitaan di media mengenai pandemi di tengah momen Lebaran menjadi hal yang sensitif bagi yang terkena dampak signifikan. Masyarakat yang menjadi inti dari pokok penanganan harus paham dan berpikir ulang bahkan merenungi kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah untuk penanganan Covid-19. Pemerintah dan pengusaha harus antisipatif dalam menghadapi masyarakat yang saat ini sudah cerdik (cerdas dan licik) dalam menyikapi kebijakan.
Lalu bagaimana menyikapi Lebaran 2021 ditengah pandemi Covid-19?? itu tergantung sudut pandang apa yang anda ambil. Saya tidak bisa memberi saran untuk harus begini, begitu, dll., karena isi kepala (pemikiran) dan "kecerdikan" kita masing-masing berbeda. Mari kita berpikir sejenak karena pasti tujuan dari langkah yang diambil akan bermuara pada kebaikan, minim pada diri anda sendiri yang bila dijalankan oleh setiap invidu akan dirasakan dan berdampak kepada seluruh elemen masyarakat.
Semoga kita dapat berjumpa pada Ramadan dan Lebaran pada tahun depan!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H