"Agama melarang adanya perpecahan, bukan perbedaan" ~ Gus Dur
Toleransi merupakan suatu hal yang sangat unik di Indonesia sebagai negara dengan budaya yang amat beragam dan unik. Keragaman ini membuat Indonesia dipandang secara internasional sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai toleransi [1]. Nilai ini menjadi suatu lem yang sangat penting dalam suatu bangsa yang memiliki berbagai keunikan yang berbeda.
Dari hal tersebut, banyak orang dapat merangkum bahwa keberagaman dalam masyarakat dapat mengembangkan sikap toleransi dengan baik. Namun, kenyataannya keberagaman dijadikan suatu senjata yang digunakan baik untuk memulai suatu konflik ataupun menyerang orang yang berbeda. Dari berbagai jenis keragaman yang ada, keragaman agama menjadi alasan utama banyak sekali terjadinya konflik di berbagai belahan dunia.Â
Konflik Pakistan-India yang melibatkan umat Islam dan Hindu [2], konflik agama di Nigeria yang melibatkan umat muslim dan kristen [3], dan konflik agama Irlandia Utara yang melibatkan umat Katolik dan Protestan [4] menjadi beberapa contoh-contoh konflik antar agama di dunia.
Bahkan, masih terdapat berbagai konflik antar agama yang terjadi di Indonesia yang dimulai dari hal-hal kecil. Lebih dari 100 gereja telah disegel, banyak ibadah dari agama lain diganggu ataupun dihentikan, hingga terdapat kasus pemaksaan kepercayaan dalam bentuk pengedaran surat perintah pendidikan agama islam [5].Â
Hal ini dapat menghancurkan reputasi indonesia sebagai negara toleransi di mata internasional, mengakibatkan berbagai kerusuhan lebih besar yang tidak diinginkan indonesia maupun negara-negara lainnya. Hal ini juga menjadi suatu pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia yang terdapat pada UUD 1945 Pasal 28E [6] mengenai kebebasan beragama.
Ekskursi: Al-Mizan Majalengka dan Kolese Kanisius
Walaupun kenyataan tersebut nyata dan pahit, hal ini tidak berarti kita sebagai warga Indonesia hanya dapat melihat saja tanpa melakukan sesuatu. Banyak sekali warga-warga yang masih mempercayai bahwa toleransi masih dapat diciptakan dan dicapai.Â
Saya mendapatkan kesempatan menarik untuk melihat hal tersebut di Pesantren Al-Mizan Majalengka dalam kegiatan ekskursi Kolese Kanisius yang berlangsung selama tiga hari. Dalam tiga hari tersebut, saya dapat melihat nilai toleransi yang ditekankan oleh para santri dan santriwati di pesantren yang unik tersebut.
Kegiatan ekskursi dimulai pada siang hari dengan suatu sambutan meriah bagaikan sambutan raja yang ramai. Saya disertai dengan mayoritas anggota kelompok ekskursi kelompok saya mengikuti seluruh dinamika yang ada seperti beberapa ekor anak itik yang kehilangan jalan.Â