Pada abad ke-20, menghormati orang tua masih merupakan suatu kewajiban untuk para anak-anak tanpa alasan apapun. Hal ini termasuk tidak dihiraukannya kekerasan terhadap anak-anak yang tak selayaknya. Sayangnya, hal ini dibiarkan sebagai pembentukan 'disiplin' anak-anak. Hal ini bahkan berkembang menjadi suatu norma yang tersirat demi mengembangkan sikap hormat pada anak-anak.
Namun, sekarang di abad ke-21 banyak generasi muda serta tua yang mempermasalahkan hal tersebut. Belum genap setengah abad, banyak sekali anak-anak dan remaja yang melawan hal ini sementara banyak orang tua tidak peduli akan hal tersebut demi membentuk anak mereka sesuai keinginan mereka saja. Perlahan-lahan, hal ini berakibat dengan rusaknya ikatan keluarga dan secara umumnya konflik antar generasi.
Konflik Yang Mendalam
Konflik antar generasi sudah banyak terjadi di dunia, baik konflik kecil yang terjadi dalam keluarga hingga konflik besar yang memisahkan berbagai pandangan individu maupun kelompok. Peristiwa-peristiwa bersejarah di Indonesia yang terkenal menjadi sumber contoh yang paling jelas. Banyak mahasiswa (yang termasuk generasi muda pada zaman tersebut) melakukan berbagai aksi-aksi perlawanan karena pemerintah yang termasuk generasi tua tidak melakukan tugasnya maupun suatu perubahan yang baik dan cepat. Kerusuhan 1998 Mei dimulai oleh para mahasiswa yang tidak setuju dengan kepemimpinan Soeharto dan adanya generasi tua yang membiarkan ras luar mengendalikan negara mereka. Bahkan, peristiwa Rengasdengklok terjadi karena para generasi muda terpaksa untuk menculik Soekarno agar ia meresmikan kemerdekaan Indonesia lebih awal dibandingkan tanggal yang telah ditentukan oleh pihak Jepang.Â
Mungkin beberapa orang berpendapat bahwa kerusuhan-kerusuhan tersebut merupakan akhir dari konflik antar generasi. Suatu titik balik dan pelajaran bagi masa-masa yang akan datang. Namun, kenyataannya masih banyak sekali konflik-konflik antar generasi yang terjadi di sekitar kita. Bahkan, bentuknya pun berbeda dibandingkan masa sebelum tahun 2000. Lantas, mengapa hal tersebut masih saja terjadi?
Bibit-bibit Konflik Antargenerasi Abad Ke-20an
Di zaman ini, generasi muda (gen Z dan millennial) terkenal akan hubungannya dengan hal-hal digital, baik itu dunia digital maupun teknologi mutakhir pada abad ini. Hal ini membuat mereka mudah menyerap informasi yang ada. Hal yang sama membantu mereka untuk beradaptasi dengan cepat. Namun, generasi muda ini pun tidak memiliki pengalaman yang banyak karena umur mereka yang masih cukup muda. Seluruh hal ini sangat bertolak belakang dengan para generasi tua (gen X, baby boomers). Mereka sulit menyerap informasi, mengubah pandangan, dan beradaptasi, tetapi mereka memiliki berbagai pengalaman yang sangat berharga, pengalaman yang tidak dimiliki generasi muda.
Perbedaan tersebut seharusnya dapat mengkomplementasikan satu generasi dengan yang lainnya. Namun, banyak sekali orang yang mempergunakannya sebagai senjata utama dalam berbagai argumen. Generasi muda mengatakan bahwa generasi tua tidak bisa mengerti perubahan dan tidak mau melakukannya untuk kebaikan yang lebih besar, sementara generasi tua melawan dengan mengatakan bahwa generasi muda tidak memiliki pengalaman dan mengambil kesimpulan bahwa generasi muda tidak berkompeten atau tidak memiliki derajat kompetensi yang sama seperti mereka. Semuanya seakan menganggap mereka berada di medan perang yang tidak diperlukan tanpa adanya pengetahuan akan pihak yang memulai perang tersebut.
Sedihnya, senjata tersebut juga dipergunakan dengan senjata lain yaitu norma. Norma-norma yang sudah ada, terutama mengenai anak-anak harus menghormati dan taat terhadap mereka yang lebih tua, menahan kebebasan anak dalam mengembangkan dirinya demi mengikuti perintah generasi tua. Memang, norma tersebut dibuat untuk hal yang baik, tetapi apa yang terjadi jika generasi tua menggunakan norma tersebut untuk hal-hal yang tidak layak? Hal seperti inilah yang dipermasalahkan generasi muda, membentuk pandangan buruk lain terhadap generasi tua, yaitu haus kekuatan dan serakah.
Tindakan saling menunjuk dari kedua sisi menjadi suatu kasus yang terlalu menarik untuk tidak diabaikan. Keduanya tidak pernah ataupun mau mengambil tanggung jawab atas kesalahan mereka. Memang betul, keduanya pernah melakukan kesalahan yang merugikan generasi yang lain. Namun, sikap tanggung jawab tidak ditunjukkan dari kedua sisi sama sekali. Ketidaktanggungjawaban dari kedua istilah ini yang menyebabkan berbagai konflik antar generasi yang amat banyak terjadi ini. Dan karena konflik tersebut, terjadilah berbagai ketidakstabilan, baik secara ekonomi, politik, sosial, ataupun faktor-faktor lain. Ketidakstabilan ini pada akhirnya menghancurkan berbagai hubungan antar generasi, membuat suatu siklus yang berulang terus-menerus tanpa henti. Keunikan siklus tersebut adalah mereka dari generasi muda yang harus bertanggung jawab atas seluruh kesalahan yang dibuat oleh generasi tua.
Konflik antar generasi sendiri memang tidak bisa dicegah. Namun, hal ini tidak berarti kita sebagai anggota masyarakat yang luas dapat membiarkannya saja. Generasi tua harus sadar bahwa masa sudah berganti. Mereka pun juga harus mengerti bahwa mereka seharusnya membimbing generasi muda, namun tetap membiarkan mereka membentuk jalan mereka sendiri yang baik. Generasi muda pun harus mengerti bahwa mereka masih perlu dididik oleh mereka yang memiliki pengalaman. Melompat ke suatu hal yang baru memang perlu dilakukan, tetapi alangkah baiknya kita mempersiapkan diri sebelum melakukan loncatan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H