Mohon tunggu...
Bima Satria
Bima Satria Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prgamatisme yang Membabi Buta

5 April 2018   22:20 Diperbarui: 5 April 2018   22:51 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Joe Hoo Gi (kompasiana.com/joehoogi)

Gerakan civil society dilihat menurut anwar Ibrahim civil society muncul karena adanya dominasi dan otoritarian dalam praktik kekuasaan oleh penguasa atau rezim yang berkuasa pada waktu itu. Sifat-sifat dasar civil society yaitu adanya sikap-sikap volunteerism atau keswadayaan soasial, kemandirian, kesukarelaan, ataupun solidaritas sosial yang dilakukan oleh individu maupun kelompok masyarakat untuk melakukan perubahan dlam rangka melindungi atas hak-haknya sebagai munusia maupun sebagai warga Negara. 

Dalam perjalanan di Indonesia, istilah civil society, pada tahun 70-an sudah mulai ramai diperbincangkan oleh kalangan aktivis dan kaum intelektual. Pada 1998 terjadi puncak pergolakan yang dilakukan oleh mahasiswa ketika mereka menunrunkan rezim soeharto yang dianggap sangat otoriter. 

Ketika itu gerakan mahasiswa para mahasiswa Indonesia untuk menentang kebijakan presiden Soeharto, karena kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin rezim Orde Baru tersebut dinilai telah menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Misalnya saja praktik KKN yang merajalela, gaya kepemimpinan Soeharto yang dinilai telah menghilangkan demokrasi dengan cara memberangus segala macam bentuk kritik, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, pergerakan mahasiswa mulai muncul pada masa rezim habibie sampa pada eras jokowi saat ini akan tetapi seakan-akan ditelan zaman pergerakan dari mahsiswa dalam mengawal pemerintah mulai luntur dapat dilihat dari mahasiswa sekarang sangat tidak peka terhadap isu-isu sosial. Pada awal 2018 dimana ketika zendit taqwa selaku ketua umum bem UI (universitas Indonesia) berani mengeluarkan kartu kuning terhadap jokowi. Disitu seakan-akan menghidupkan kembali pergerakan mahasiswa tapi kenyataan nya dia malah dihujat besar-besaran oleh pejabat Negara. Bahkan kampus zendit yaitu UI tidak mendukung gerakanya.

Yang mejadi pertanyaan saat ini adalah kemanakah peran civil society terkhusus mahasiswa dalam ikut mengontorol pemerintahan dan mereka masih ada dan berjalan bersama rakyat, ketika rakyat mulai mebutuhkan mereka dalam mununtut keadilan. 

Pergerakan mahasiswa saat ini bisa dikatakan pasif karena mereka sekrang bisa dibialng apastis mereka terjebak dalam zona nyaman kampus dimana mereka hanya mementingkan IPK (indeks prestasi komulatif) tanpa mereka mementingkan linkunagnya sosial sampai melupakan problematika negeri ini yang beitu gaduh dari permasalahan sos000ial,ekonomi, budaya, dan agama. 

Tidak hanya mereka terpaku dalam zona nyaman. Tapi dilihat dari presepekif lain mereka ditekan oleh Negara dalam menyampaikan kritikan kepada elite politik yang seakan-akan kebal hukum. Dilihat kasus belakangan ini ketika terjadi pemukulan terhadap mahasiswa di bandung oleh aparat hukum ketika mereka menyampaikan kritikan tentang UU MD3 terhadap anggota DPRD jawa barat. Kasus tersebut seakan-akan menegaskan kembali bahwasanya negera sangat menekan mahasiswa dalam menyampaikan kritikan mereka.

bisa dikatakan UU MD3 pasal 122 huruf k yang berbunyi MKD bertugas mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. disini seolah-olah menegasikan diri sebagai salah satu institusi yang kebal hukum anti terhadap kritikan, ketika rakyat mengritik badan Legislatif dalam hal ini DPR beranggapan itu merendahkan kehormatan mereka. Civil Society dalam hal ini Mahasiswa sebagai salah satu kelompok presser group (pengontrol) beralih menjadi kelompok inters group (apatisme).

Bisa dikatakan mahasiswa di zaman sekarang tidak berani mengambil keputusan, mereka hanya mengikuti aturan kampus seakan-akan mereka di penjarakan dalam kampus dengan aturan-aturan yang ada dalam dunia perkuliahan. Disini bisa dilihat bagaimana Mahasiswa berani melawan system pemerintahan yang tidak adil, jika mahasiswa masih tunduk pada aturan kampus yang dipikir merugikan mereka. 

Jika mahasiswa tidak mempunyai rasa dan tanggung jawab sebagai kelompok Presser Group, yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai agen of change sebagai kelompok perubahan dan agen of control sebagai kelompok kontroling. Jika mahasiswa lupa akan tugas pokok dan fungsinya maka kita akan mengingat kasus pada rezim soeharto. 

Dimana kata-kata adalah salah satu hal yang ditakuti oleh pemerintah.seperti yang dikatakan seorang Sastrawan seorang wiji thukul "apabila usul ditolak tanpa ditimbang suara dibungkam kritik dilarang dianggap subversif dan menggngu keamanan hanya ada satu kata lawan" seoalah sajak tersebut yang menjadi penyemangat mahasiswa ketika mereka melihat ketidak-adilan, ketika mereka melihat penindas, ketika mereka melihat kesengsaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun