Poligami sudah menjadi kebiasaan di kalangan para pejabat zaman dulu. Mereka tidak hanya memiliki isteri satu, namun juga sampai empat. Bahkan mereka juga memiliki gundik atau budak lebih dari sepuluh. Dinikahi secara resmi baik itu menjadi isteri, kesatu atau keempat menjadi kehormatan bagi seorang perempuan. Sebab menjadi istri seorang bupati dan pejabat merupakan sebuah kebanggaan. Tidak terkecuali dengan Kartini Hal itu disampaikan oleh Tiar Anwar Bachtiar, Kandidat Doktor Sejarah UI seusai mengisi acara Feminisme dan Realitas Sosial: Dulu, Kini, dan Nanti di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (21/12). "Oleh karenanya, ayahnya memilih menikahkan Kartini dengan bupati rembang sekalipun menjadi istri keempat," katanya kepada Eramuslim.com. Hal inilah yang jarang diungkap para feminis. Padahal selama ini mereka begitu membesar-besarkan nama Kartini. Tidak jarang nama Kartini direkayasa demi kepentingan faham yang lahir dari problematika hubungan Gereja dengan wanita di Barat tersebut. Oleh karenanya, langkah yang diambil Kartini ini, kata Tiar, sempat membuat kecewa Nyonya Abendanon, wanita Belanda yang memiliki misi feminis sekaligus tempat Kartini bertukar cerita. "Ya orang Kristen kan begitu. Jangankan menikah lebih dari sekali, perceraian juga tidak diperbolehkan," tambah Tiar. Kartini sendiri sempat ditanya oleh Abendanon apakah ia merasa bahagia dengan perkawninannya. Kartini pun menjawab baik-baik saja. Tidak ada persoalan berarti dibalik langkahnya menjadi isteri keempat Bupati Rembang. "Satu-dua persoalan pasti ada saja, tapi tidak signifikan," lanjutnya yang juga menjabat Ketua Umum PP Pemuda Persis ini. Ada yang menafsirkan ucapan Kartini kepada Nyonya Abendanon tersebut sekedar kamuflase. Namun hal itu ditampik oleh Tiar. "Karena kalau kita melihat teks amat mungkin Kartini memang baik-baik saja. Kita kan tidak tahu apakah Kartini berkamuflase atau tidak. Tapi jika kita melihat struktur sosial saat itu, dinikahi bangsawan memang suatu kebahagiaan." Pungkasnya. Kartini menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. SUMBER
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H