"Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar", itulah bunyi pasal satu ayat dua UUD 1945. Kalau kita bicara pemerintah dalam arti luas maka Indonesia bisa disebut sebagai salah satu promotor sistem pemerintahan modern. Hal ini ditengarai karena di Indonesia terdapat tiga pembagian kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemisahan kekuasaan ini sering disebut dengan Trias Politika yang pertama kali dikemukakan ahli hukum dari Perancis bernama Montesquie. Pada penerapannya di Indonesia, kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden dan wakil presiden serta para menteri. Sedangkan kekuasaan legislatif dipegang oleh parlemen yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Terakhir adalah yudikatif yakni kekuasaan untuk mengawasi kinerja lembaga eksekutif dan legislatif yang dipegang oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konsitusi, dan Komisi Yudisial.
Saat ini lembaga yang paling banyak mendapat sorotan dari masyarakat adalah lembaga legislatif, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat. Fenomena ini semakin mencuat saat adanya kericuhan pada sidang paripurna hak angket kasus Bank Century. Masyarakat menilai para wakil rakyat yang seharusnya menyalurkan aspirasi mereka justru memberikan teladan yang kurang baik dalam berpolitik. Hal ini kurang lebih disebabkan adanya kepentingan politik yang lebih besar daripada kewajiban membangun bangsa.
Pada saat terjadi kesenjangan seperti hal yang disebutkan di atas, maka dibutuhkan peranan pemuda yang lebih nyata dalam bidang politik. Mengapa harus pemuda? Kalau kita tinjau sejenak kemerdekaan bangsa ini pun tak luput dari pemuda. Bergantinya orde-orde politik yang bergulir di Indonesia juga hasil dari eksistensi pemuda Indonesia. Hal ini ditengarai karena pemuda memiliki idealisme yang tinggi dan tidak mudah terpengaruh pihak-pihak tertentu. Pemuda memang identik dengan perubahan. Karakteristik pemuda digambarkan dalam Al Qur'an sebagai seseorang yang berani, pantang mundur dan memiliki standar moral yang tinggi. Selain itu, pemuda memiliki semangat tinggi, berfikir kritis dan terbebas dari beban sejarah pada masanya. Oleh karena itu, pemuda adalah pelopor perubahan dimanapun berada. Peran pemuda adalah penentu sejarah perjalanan suatu bangsa. Namun kita tidak bisa selalu melihat ke belakang karena jalan yang akan dilalui pemuda ada di depan mata sebagai garda pembangunan bangsa.
Peran pemuda dalam carut marut perpolitikan Indonesia diawali oleh peristiwa kebangkitan nasional tahun 1908. Walaupun demikian sebenarnya peran pemuda telah diawali jauh sebelum itu. Hanya bentuk perannya yang berbeda. Sebelum 1908, para pemuda lebih banyak berperan dalam perjuangan secara fisik melawan penjajah namun lebih bersifat sektoral dan tidak terorganisir dalam satu wadah kesatuan. Peristiwa yang lebih mencengangkan lagi adalah kenekatan para pemuda yang menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Tindakan ini diambil oleh para pemuda agar tokoh proklamator tersebut mau secepatnya mendeklarasikan kemerdekaan.
Saat ini sebagian pemuda Indonesia terjebak dalam romantisme historis kegemilangan peran pemuda dalam sejarah bangsa. Peristiwa atau momen bersejarah yang melibatkan pemuda di dalamnya diperingati dan dijadikan bahan pembicaraan tanpa tahu harus melakukan apa. Sementara itu, sebagian pemuda lainnya terjebak dalam kenikmatan surga dunia. Kemewahan, kesenangan, pesta dan hura-hura menjadi keseharian mereka. Tanpa pernah peduli dengan kondisi bangsa.
Pada saat ini ketika alam demokrasi dan ruang kebebasan telah terbuka maka peran pemuda akan berbeda dari sebelumnya. Peran untuk mengkritisi penguasa dan memperhatikan rakyat jelata tetap harus dijalankan. Di sisi lain, peran untuk masuk dalam kekuasaan dan menjadi penentu kebijakan jangan ditinggalkan. Sudah saatnya pemuda berperan dalam proses pengambilan kebijakan yang akan menentukan hitam putihnya politik pemerintahan negara ini.
Pemuda harus menjadi aktor dalam proses pengambilan kebijakan. Pemuda harus berani mengambil langkah sebagai Official actors. Official actors adalah mereka yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan publik melalui status atau kewajiban konstitusionalnya. Mereka memiliki kekuasaan untuk membuat dan menjalankan kebijakan. Pihak yang termasuk dalam official actors adalah lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. (Birkland, 2001).
Oleh karena itu, pemuda saat ini harus masuk ke dalam lingkaran kekuasaan dengan cara menjadi bagian dari ketiga lembaga tersebut. Sebagian aktifis pemuda telah masuk dalam legislatif dengan cara membentuk partai politik sendiri atau masuk melalui partai politik yang sudah ada sebelumnya. Contoh partai politik yang didirikan oleh aktifis pemuda 1998 adalah Partai Keadilan Sejahtera. Mereka meneruskan estafet perjuangan dengan cara masuk ke dalam kekuasaan melalui lembaga legislatif. Tidak hanya itu menjelang pemilihan umum tahun 2009 bermunculan partai-partai basis pemuda lainnya seperti Partai Pemuda Indonesia (PPI).
Namun, setelah sepuluh tahun tegaknya reformasi, hak-hak pemuda dalam berpolitik atau berparlemen belum diberdayakan pemerintah secara komprehensif. Betul memang, jika fenomena keikutsertaan pemuda menjadi calon wakil rakyat tumbuh pesat sejak pemilu 2009. Hampir empat puluh persen calon legislatif didominasi pendatang baru yang nota bene para pemuda tetapi dalam masa jabatannya, suara pemuda dalam parlemen belum disejajarkan dengan politisi-politisi senior lainnya. Bahkan politisi muda ini hanya dijadikan barang komplementer dalam tubuh percaturan politik bangsa ini. Dan bukan tidak mungkin jika suara politisi muda tersebut lebih inovatif dan aspiratif daripada "senior-seniornya".
Bukti keberhasilan pemuda Indonesia dalam kursi pemerintahan adalah Basuki Tjahya atau yang lebih akrab disapa dengan A Hok. Ia adalah seoarang anak muda katolik keturunan Tionghoa, namun statusnya yang seperti itu tidak membuat sepak terjangnya dalam dunia politik terhambat. Ia menjadi Bupati Belitung yang mayoritas penduduknya beragama Muslim, hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa peran pemuda dalam pembangunan bangsa tidak dapat dipandang sebelah mata.
Pemuda kapanpun dan dimanapun ia berada adalah harapan bagi bangsanya. Harapan untuk perbaikan dan kemajuan ada di tangan mereka, sebab tunas-tunas regenerasi sejarah bangsa ada di tangan pemuda-pemudi Indonesia. Oleh karena itu, pemuda harus memiliki idealisme yang tinggi untuk bisa menanggung beban bangsa dan negara yang diberikan di pundaknya.