Mohon tunggu...
Bima Ericka
Bima Ericka Mohon Tunggu... wiraswasta -

I'm the CEO of OSIS 2012..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kita Adalah Kita, Bukan Orang Tua Kita..

18 Februari 2012   01:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:31 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita adalah kita, bukan orang tua kita. Sebagian dari kita mungkin berpikir bawasannya sebagai anak sudah sepatutnya kita meniru orang tua kita. Mungkin pendapat itu benar, tapi menurutku tidak, bagaimanapun juga kehidupan kita dan kehidupan orang tua kita adalah berbeda. Walaupun keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat, namun tetap saja keduanya berbeda. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan beberapa contoh yang terjadi disekitar kita seperti seorang anak ustad yang terkena razia film porno disekolahnya, ataupun anak maling yang menjadi Da’i. Kenapa anak ustad bisa menyimpan film porno sedangkan anak maling bisa jadi da’i, semua itu karena mereka menyadari bahwa hidup mereka adalah hidup mereka, yang tidak tergantung pada kehidupan orang tua mereka.

Seperti halnya banyak hal lain didunia, pandangan bahwasebagai anak harus meniru orang tua juga mempunyai sisi baik dan sisi buruk. Sisi baiknya adalah jika orang tua mampu menjadi contoh yang baik bagi anaknya, sehingga orang tua mampu membaikkan anak mereka. Sedangkan sisi buruknya adalah jika orang tua adalah manusia yang buruk dan gagal, apa anak mereka harus meniru? Tentunya tidak. Sisi buruk lainnya adalah anak akan cenderung mudah terpengaruh dengan apa-apa yang terjadi pada orang tuanya.Banyak contoh disekitar kita yang bisa membuktikan hal tersebut, seperti anak yang putus sekolah karena orang tua tidak mampu membiayai, atau anak yang malas belajar karena tidak disuruh orang tua dan yang lebih parah lagi adalah yang sering terjadi di keluarga “Broken Home”. Keluarga yang broken home sering dijadikan anak untuk menjadi badboy atau badgirl, mereka selalu menggunakan alasan klasik seperti orang tua yang bercerai, ayah yang menikah lagi, pertengkaran orang tua dan yang lain lagi untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya merusak diri dan masa depan mereka, bukankah itu bodoh?

Sangat saya sadari bawasannya pengaruh orang tua terhadap hidup anaknya sangat besar, namun sebesar apapun pengaruh yang merubah kita, kita akan tetap bisa menolaknya, Caranya? Dengan menjadi diri sendiri. Memang tidak mudah untuk bisa survive dengan keadaan keluarga yang broken home, namun ada yang harus kita sadari, pertama, orang tua memiliki kehidupannya sendiri. Mereka punya kepentingan yang terkadang memaksa untuk mengesampingkan kita sebagai anaknya. Kedua, sebagai anak, kitalah yang bertanggung jawab terhadap hidup kita, kita tidak bisa terus-terusan bergantung dan berharap pada orang tua dan suatu saat kita memang harus sejenak melupakan “Siapa orang tua kita” untuk menemukan siapa sebenarnya diri kita dan untuk tetap menjadi manusia yang baik tanpa mempedulikan latar belakang orang tua dan keluarga. Terkesan “durhaka” memang, namun dengan menyadari 2 hal diatas, kita akan selalu berfokus pada tujuan hidup kita, menjadi manusia yang baik dan membaikkan, menjadi manusia yang sukses, dan menjadi diri kita sendiri tanpa perlu terpengaruh masalah-masalah orang tua yang sebenarnya bukan masalah kita.

“Kita adalah kita, bukan orang tua kita, Because to be the best, is to be our selves..”

Surakarta, 9 November 2011

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun