Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seni Membangun Diri: Hidup Bagai Gema

30 Agustus 2015   10:58 Diperbarui: 30 Agustus 2015   11:19 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Pengalaman ini saya peroleh saat saya mendampingi sekelompok pelajar mengadakan latihan dasar kepemipinan (LDK). Kami berada di sebuah lembah di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Seorang peserta ditengah lembah berteriak memanggil  nama kelompoknya. Suara anak tersebut bergema; memantul kembali kepadanya. Nah, hidup ini ibarat gema. Ketika kita berteriak di lembah, apa yang akan kita teriakkan akan kembali kepada kita. Demikian pula dalam hidup ini, ketika kita menyatakan hal  negative mengenai orang lain, segala hal negative itu  akan kembali kepada kita. Apa yang kita teriakkan, itulah yang akan kita terima. Bukan hanya itu. dalam banyak kasus apa yang kita ungkapkan, yang ditujukan kepada orang lain adalah menceriminkan diri kita sendiri. Dalam psikologi ini yang disebut proyeksi diri. kita memproyeksikan diri kita dengan cara mengarahkan itu kepada orang lain. Seolah-olah orang lain itu seperti apa yang kita gambarkan. Padahal itu adalah gambaran diri kita sendiri. Hal lain yang perlu kita waspadai adalah efek gema itu sendiri. Dalam pengalaman sehari-hari sering kita menjumpai peristiwa negative terjadi pada diri orang-orang yang suka menceritakan keburukan orang lain. Justru keburukan yang ia ceritakan kepada orang lain, persis seperti itulah yang menimpa dirinya. Ini adalah efek/akibat dari tindakan kita. Efek ini terjadi karena apa yang sering kita katakan hal-hal negative mengenai orang lain menjadi sebuah kebiasaan yang masuk kedalam alam bawah sadar. Kita tahu bahwa apa yang terjadi dan dialami diri kita sebagian besar dikendalikan oleh alam bawah sadar.

Ini adalah cermin bagi kita semua, sekaligus menyadarkan agar kita hidup dengan kejujuran dan ketulusan. “Semangkuk sayur dengan kejujuran akan jauh lebih bernilai daripada satu porsi sup iga dengan tipu muslihat”. Para bijak menasihatkan model hidup seperti ini sebagai cara membangun kebahagiaan diri yang benar. “lakukanlah kepada orang lain apa yang ingin orang lain lakukan untuk dirimu”; Paulus menasihatkan supaya kita berlomba-lomba dalam memberi hormat. Nasihat yang sangat indah dalam pembentukan hidup social bersama orang lain. Sebuah nasihat indah dalam upaya membangun kehidupan social yang harmoni. Namun, kita sering berbuat sebaliknya; bukan berlomba memberi hormat kepada orang lain. Melainkan berlomba mencari hormat supaya pamor diri kita naik dan dengan demikian status social kita meningkat. Kita lupa bahwa status social seseorang terbentuk bukan dari hormat yang diberikan orang lain kepada kita melainkan sebaliknya. Hormat yang kita berikan kepada orang lainlah yang membuat status social kita miningkat.  Hormatilah setiap orang yang bersingnggungan dengan anda niscaya status social anda akan meningkat.

Bijaksana dan berhati-hatilah dalam bertutur kata. Orang menghargai kita bukan melalu karena apa yang kita katakan atau apa yang kita gunakan, tetapi dari apa yang mereka alami dan rasakan saat bersama-sama dengan kita. Kenyamanan orang ketika bersama dengan kita menjadi ukuran kualitas diri kita. Orang menghormati kita bukan karena takut melainkan karena nyaman, tidak perlu menjadi orang lain. Orang percaya kepada kita sebagai pribadi yang layak dihormati karena kehadiran kita selalu membuat dirinya berharga. Orang lain tidak takut menyatakan diri apa adanya karena ia tahu bahwa kita tidak akan pernah menceritakan, apalagi mewartakan keburukan dan kelemahan dirinya. (Sebuah Refleksi Dalam Dialog Hati)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun