Saya, salah satu dari sekian ratus juta anak yang tumbuh dan dibesarkan dari hasil pertanian. Sebagai anak petani, saya tahu persis bagaimana beratnya kehidupan petani desa. Saya tumbuh dan besar di Lampung, provinsi paling selatan dari pulau Sumatera. Kendati saat ini saya berkarya di Jakarta, saya masih sering pergi ke Lampung. Minimal 2 kali dalam 1 tahun, lebaran dan akhir tahun, seperti akhir tahun ini. Kuakui banyak yang berubah tapi tidak cukup signifikan. Potret buram kehidupan petani masih saja melekat dimasyarakat kendati pemerintahan telah berganti 4 kali. Kabar gembira mencuat ketika pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla memenangkan pertarungan pilpres, tentu dengan salah satu program unggulan mereka “Kedaulatan Pangan”.
Program ini menjadi kabar gembira bagi para petani karena penjabaran program ini antara lain pemerintah akan menanggulangi kemiskinan petani dan regenerasi petani. Bagaimana penanggulangan kemiskinan petani dilakukan secara kontekstual tentu saja menjadi gawean yang tidak ringan. Yang membuat saya heran mengapa sampai sekarang implementasi program ini tidak juga memiliki daya magis seperti program lain seperti BPJS Kesehatan, Kartu Indonesia Pintar dan atau pemberantasan mafia migas. Pola pertanian belum tersentuh oleh pemerintah. Program-program strategis pun belum tersiar diantara para petani
Nyatanya kehidupan para petani sampai saat ini tidak juga mengalami perubahan yang berarti. Petani di Lampung Timur, tempat orang tua saya tinggal dan Lampung Utara, tempat kakak saya hidup, masih saja diombang ambingkan oleh fluktuasi harga hasil pertanian. Mereka menanam hasil bumi mengikuti tren harga, ketika harga getah karet tinggi, para petani menanam karet, ketika harga singkong tinggi, tanaman karet dibongkar diganti singkong; ketika harga coklat buruk, mereka membongkar kebun coklat diganti dengan singkong, dan seterusnya begitu. Saat ini harga getah karet di Lampung Utara (Mesuji) mencapai titik terendah dalam sejarah pertanian/perkebunan mereka Rp. 6000/kg padahal 5 tahun lalu pernah mencapai diatas Rp. 15.000/kg hingga Rp. 22.000/kg. Saat ini para petani mengalami kebingungan hendak menanam apa agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Tetapi apa yang harus mereka lakukan? Mereka tidak tahu. Inikah perubahan yang dibawa oleh pemerintah yang mengusung program Kedaulatan Pangan?
Hal kedua yang selalu digembar gemborkan: infrastruktur. Perbaikan jalan utama Lintas Timur banyak dilakukan. Tetapi tidak demikian jalan transportasi darat di tingkat kecamatan, dan pedesaan. Saya selalu melewati jalan buruk seperti kubangan kerbau mulai dari Pugung Raharjo/Toba sampai Mengandung Sari (Lampung Timur). Telah lebih dari 10 tahun kondisi jalan itu dibiarkan tanpa adanya perbaikan. Akibatnya hasil bumi dihargai sangat rendah karena transportasi yang sangat sulit, dan bukan hanya itu saja, didaerah seperti itu rawan akan kejahatan.
Apa Yang harus Dilakukan Pemerintah?
- Program ketahanan pengan sebagai upaya mengatasi kemiskinan petani dan regenerasi petani akan berhasil jika dilakukan pemberdayaan petani melalui pendidikan. Petani hendaknya diberi pendampingan dan dididik cara bertani yang benar, termasuk cara mengatasi hama tanaman. Jenis tanaman pun hendaknya dipertahankan secara konstan sesuai dengan target pencapaian pemerintah bukan berdasarkan harga pasar. Oleh karena itu pemerintah harus bisa mengotrol harga hasil bumi para petani. Dalam hal ini jaman pemerintah Orde Baru relative lebih baik dimana terdapat kelompok petani dengan pendampingan oleh pemerintah melalui orang-orang yang dikirim secara khusus untuk itu. Petani diberi edukasi cara bertani dan cara mengatasi hama tanaman. Dialog dan pertemuan para petani sering dilakukan di balai desa. Sungguh kegiatan yang sangat baik. Koperasi pun hadir ditengah-tengah mereka menyediakan bibit dan perlengkapan pertanian. Pada masa panen, koperasi itu menjadi lembaga yang menerima hasil bumi denganharga yang cukup bagus.Tidaklah buruk jika pemerintahan sekarang mencontoh hal baik pada orde sebelumnya. Dengan penerangan dan pemberdayaan petani melalui kelompok-kelompok, bisa diharapkan para petani memiliki pengetahuan yang baik, dan pola hidup yang lebih baik pula. Model seperti ini tentu saja sangat mudah diterapkan karena teknologi informasi saat ini telah berkembang secara pesat sampai kepedesaan. Seyogyanya pemerintah merancang kerja sama lintas kementrian untuk mewujudkan ketahanan pangan. Kementrian pertanian harus bekerja sama dengan kementrian perkoperasian dan bahkan dengan kementerian informasi untuk bahu membahu meningkatkan harkat dan martabat para petani Indonesia.
- Hal kedua yang harus segera dilakukan adalah perbaikan infrastruktur hingga ditingkat kecamatan dan pedesaan. Ini mendesak demi mudahnya penyaluran dan pengiriman hasil bumi ke pusat-pusat ekonomi dan meminimalisir kejahatan. Infrastruktur yang baik akan meningkatkan daya tawar petani.
Dua hal itu paling tidak dapat segera diwujudkan dalam program-program yang berdampak pada peningkatan kualitas kehidupan petani. Ketika kwalitas kehidupan petani meningkat, dimana daya tawar mereka makin kuat, bukan saja mereka terbebas dari kemiskinan melainkan juga gerenerasi muda akan makin tertarik mengembangkan pertanian diderahnya. Tingkat ubanisasi pun dapat ditekan. Angka kejahatan pun berkurang. Mereka akan bangga dengan profesi sebagai petani. Kapan hal ini bisa diwujudkan? Sejauh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mau melakukan secara serius dan terus menerus perbaikan pertanian Indonesia. Tanpa keseriusan dan upaya terus menerus “kedaulatan pangan” tidak lebih dari sekadar jargon politik saja. Segera selamatkan petani!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H