Oleh Agustinus Masae Purwanto
“Kesederhanaan (simplicity) dan keaslian (authenticity) adalah dua hal yang sangat menentukan komunikasi menjadi efektif” kata Jeff Miller. Komunikasi yang efektif sungguh sangat penting dalam upaya mencapai kesuksesan. Tidak ada profesi yang perkembangannya terlepas dari ketrampilan komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan dua hal, pertama lisan: bicara dengan orang lain ( bisa secara perorangan maupun secara kelompok), kedua adalah tulisan.
Baik tulisan maupun lisan (kotbah, pidato) merupakan seni yang memerlukan ekspresi agar menarik pembaca/pendengar. Ada ilmu yang secara khusus memperdalam seni ini yaitu, retorika. Tujuan retorika tidak lain agar pembicara/penulis memiliki kemampuan yang baik dalam mempengaruhi orang lain. Jaman dulu ilmu ini banyak diperdalam oleh orang-orang yang berkeinginan menjadi pemimpin. Dan, pemimpin terpilih biasa adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain melalui pidato atau tulisannya.
Seorang ahli retorik yang sangat terkenal dikalangan Yunani adalah Plato. Ia memiliki kemampuan mempengaruhi masyarakat menuju kebenaran, keindahan dan kebaikan. Murid Plato, Aristoteles megembangkan ilmu retorik menjadi sebuah kajian ilmiah yang bisa dipelajari. Aristotels mengajarkan 3 hal agar Anda bisa memengaruhi orang lain dengan kata-kata maupun tulisan, yaitu karakter pribadi sang pembicara/penulis, meletakan pembaca/pendengar dalam kerangka pikir tertentu, dan bukti kelihatan yang disediakan pembicara/penulis untuk memperkuat apa yang disampaikan. Tiga gal itu dikembangkan dengan tiga cara: ethos (mempengaruhi melalui karakter moral), pathos (memengaruhi melalui emosi), dan logos (memengaruhi melalui logika). Selain tiga hal itu, Aristoletes masih menambahkan pentingnya entimem dan contoh agar tulisan atau pidato Anda menjadi sangat menarik. Ilmu ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh lain. Karena ciri ilmu itu berkembang, maka tidak ada ilmu yang memiliki keberan mutlak, termasuk retorika. Para pakar komunikasi mengembangkan sebagai sebuah ketrampilan yang bisa kepelari dan dikembangkan melalui latihan dan latihan. Dalam pengembangannya dari dahulu hingga sekarang, satu hal yang paling mendasari kemampuan seseorang memangaruhi orang lain baik melalui pidato maupun tulisan yaitu KARAKTER. Cicero dengan sangat jelas “efek pidato akan baik, bila yang berpidato adalah orang baik karakternya”. Disinilah kepercayaan (trust) mendahuui kebenaran (truth). Bukan berarti kebenaran itu tidak penting. Kebenaran sangat penting, tetapi kebenaran yang disampaikan oleh orang yang tidak dipercayai tidak akan memengaruhi pendengar/pembaca.
Memperhatikan pertimbangan ini kita bisa mengerti mengapa Presiden Ir. Soekarno adalah seorang orator ulung. Dengan pidatonya mampu membakar semangat rakyat Indonesia. Karena beliau adalah orang yang melakukan apa yang ia katakan. Beliau menghidupi nilai-nilai yang diorasikan. Hal yang sama terjadi pada Nelson Mandela, Marthin Luther King, Jr. karena mereka semua bicara dan menulis berdasarkan keprihatinan hidupmnya. Pada era sekarang hal ini dinasihatkan oleh Paulo Coelho “Menulislah apa yang menjadi keprihatinan anda, pasti akan sangat menggerakkan hati pembaca”
Dengan menggunakan kerangka berpikir seperti ini, bisa dimengerti kalau Presiden Joko Widodo menunjuk Johan Budi menjadi jubir, orang yang mengkomunikasikan program-program presiden kepada masyarakat dan semua kementrian. Satu hal, karena Johan Budi memiliki jiwa yang baik, karakter yang baik. “Dia orang baik” kata Bapak Joko Widodo saat memberi konferensi pers terkait pengangkatan Johan Budi.
Kalau begitu apa tujuan seseorang pidato? atau tujuan seseorang menulis menjadi penulis? jawabnya memengaruhi orang menjadi lebih baik. Tidaklebih dan tidak kurang. Jikalau tujuan sesungguhnya memengaruhi menjadi lebih baik, tentu segala pretensi lain selain itu mudit dianulasi, seperti mempromosikan diri, mempromosikan orang lain, memfitnah, memprovokasi kearah perpecahan. Ya, saya pidato untuk nilai, saya menulis untuk nilai, dan nilai itu adalah nilai yang saya hidupi sebagai manusia yang ingin menjadi lebih baik. Percaya mensharingkan sesuatu yang baik akan baik pula hasilnya. Entah kapan itu terjadi. Menulis dan pidato bagai menabur benih. Benih itu akan jatuh ditempat yang tandus atau yang subur, kapan berbuah dan siapa yang akan menuai, saya tidak tahu. Yang saya tahu, saya bahagia ketika bisa melakukan yang baik, sekecil apapu itu. Dan itu bisa saya lakukan melalui tulisan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H