Namanya Bayu. Ia salah seorang narasumber pendampingan kelompok usaha pada saat kami mengadakan studi banding di koperasi Sawiran, lereng Gunung Bromo Malang Jawa Timur. Pria yang berusia 37 tahun itu berprofesi sebagai pedagang di pasar. Setelah berjualan ia biasanya memberi penyuluhan (pendampingan) kelompok pedangang pasar. Ketika tidak memberi penyuluhan Bayu ke kantor koperasi. Dia berkumpul bersama beberapa penyuluh untuk sharing dan menimba pengetahuan mengenai berkoperasi. Dari proses belajar seperti ini ia bisa menjadi penyuluh bagi teman-temannya. Padahal ia tidak tamat SMA. Bayu memiiki kehidupan yang sangat baik, rumah, lahan yang ditanami sayuran dan mobil pribadi. Bagaimana koperasi bisa mengubah hidup seseorang menjadi seperti Bayu?
Berkoperasi itu Proses Mengubah Cara Berpikir
Saya seorang pengurus Koperasi Kredit Usaha Sejahtera (KKUS) di Jakarta. Sebulan sekali saya memberi pendidikan dasar kepada anggota baru. Anggota koperasi KKUS per 31 Desember 2016 berjumlah 7.330 anggota. Sebagian besar mereka berasal dari masyarakat ekonomi lemah. Dari angket yang saya buat pada umumnya mereka berharap bisa hidup sejahtera melalui koperasi. Itulah amanat koperasi dalam UU Koperasi nomor 25 Tahun 1992 yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat
Mewujudkan kesejahteraan masyarakat bukanlah perkara mudah. Kesejahteraan bukan hanya persoalan ekonomi. Kesejahteraan – atau saya lebih suka menggunakan istilah “kualitas hidup”- merupakan persoalan cara berpikir. Orang miskin memiliki cara berpikir yang salah dalam memandang kemiskinan mereka. Kemiskinan lebih sebagai akibat dari cara berpikir bukan warisan atau kodrat. “Orang miskin memenuhi pikiran mereka dengan kemiskinan, kelangkaan, dan ketidakmampuan” kata Brian Tracy. Sindrom orang miskin biasanya kurang percaya diri, takut terlibat, merasa tidak berharga, tidak mungkin bisa, “nrimo” saja dan sejenisnya. Dengan keyakinan negatif seperti ini sangat sulit untuk bisa sejahtera.
Para filsuf menegaskan bahwa sesuatu terjadi merupakan wujud dari pikiran manusia. Cara berpikir menentukan cara bertindak, cara bicara dan cara merasakan. Tindakan yang terus diulang pada pada akhirnya membentuk kebiasaan; kebiasaan itu menentukan watak manusia dan watak manusia menentukan takdirnya. Begitulah kemiskinan merupakan akibat dari cara berpikir.
Ketika saya menyampaikan ide ini ada seorang anggota yang menyangkal. Katanya “buktinya banyak orang lahir dari keluara miskin. Ini kan menunjukkan kalau kemiskinan itu warisan” Bahwa saya atau Anda dilahirkan dalam keluarga miskin bukan berarti orang tua mewariskan kemikisnan itu, tetapi saya dan Anda ada dilingkungan orang yang memiliki cara berpikir miskin. Cara berpikir yang harus diubah.
Berkoperasi adalah proses mengubah cara berpikir. Mau menjadi sejahtera (kaya), Anda harus berpikir dan bertindak sejahtera (kaya). Anda akan mendapatkan kelimpahan. “Change your mind, change your destiny” (ubahlah cara berpikirmu; maka berubahlah takdirmu)
Kunci Sukses Berkoperasi: Pendidikan dan Pendampingan Anggota
Bayu berhasil menyelesaiksn persoalan sindrom orang miskin dalam dirinya. Kemampuan bicaranya juga sangat bagus. Rasa percaya dirinya tinggi. Penghargaan dirinya pun luar biasa. Semua itu membuat hidupnya makin berkualitas baik dari sisi ekonomi maupun sosial dan karakter. Perubahan ini terjadi melalui pendidikan dan pendampingan didalam koperasi. Koperasi yang tidak memedulikan pendidikan dan pendampingan anggota, pasti akan runtuh.