[caption caption="Sumber: entitashukum.com"][/caption]Saya anak petani. Besar dan hidup dari hasil pertanian. Kendati saat ini saya bukan petani, tetapi orang tua dan keluarga besar saya adalah petani di Lampung. Dua bulan terakhir saya mengadakan blusukan ke Tulang Bawang, dan Mesuji di Lampung Utara dan Sukadana di Lampung Timur, saya juga ke 3 kabupaten di Jawa Tengah, Batang, Kendal dan Waleri. Blusukan saya ini untuk “mendalami” sebuah potensi pengembangan usaha hasil pertanian jagung. Hasilnya jauh dari harapan. Kondisi para petani di Lampung dan 3 kabupaten di Jawa hampir sama. Kehidupan mereka masih jauh dari sejahtera. Kondisi seperti ini telah mereka alami puluhan tahun. Artinya belum ada perubahan semenjak pemerintahan Jokowidodo memproklamirkan program Kedaulatan Pangan. Barangkali para permumus dan pengusung program tersebut akan mengatakan bahwa semuanya sedang proses perbaikan dan hasilnya belum bisa dilihat apalagi dinikmati. It’s okey, but….persoalan pertanian seolah belum terurai apalagi mulai diatasi. Ini bukan pesimisme tapi kritik diri yang membawa kesadaran akan perlunya kerja keras, prioritas dan sinergisitas kegotongroyongan
Saya anak petani dan besar dipedesaan. Ketika berkumpul bersama petani insting tani saya pun mencuat kembali. Tidak bermaksud menyalahkan pemerintahan yang sedang berjalan, tapi sebuah masukan dari anak petani.
Program Kedaulatan Pangan: Baik Sekali
Tidak ada yang menyangkal bahwa program kedaulatan pangan yang dijabarkan kedalam empat program unggulan kebinet kerja Jokowidodo sangat baik. Turunan detailnya sangat sistematis dan aplikatif. Memperhatikan uraian keempat program unggulan tersebut, para petani akan sepakat berteriak “INDONESIA HEBAT”, tapi apakah uraian seperti itu yang mereka butuhkan? TIDAK. Ketika pemerintah menyuarakan akan membangun jalan transportasi dan bendungan, para petani akan menyuarakan “INDONESIA HEBAT”. Tetapi apakah itu yang mereka perlukan?
Saat ini di Tulang Bawang dan Mesuji harga karet Rp 6.500/kg harga terendah sepanjang segala abad. Ketika sebagian besar tanah ditanami karet, harga karet meluncur kebawah. Harga beras pun tinggi padahal tanah garapan untuk padi sangat terbatas. Petani rame-rame mulai membongkar tanaman karet dan diganti dengan singkong. Hal yang sama terjadi di Sukadana, harga coklat anjlok, para petani akan mengganti dengan singkong. Ketika sebagian besar petani menanam singkong, harga akan sangat rendah ketika musim bongkar singkong. Keadaan yang hampir sama terjadi di Batang, Weleri dan Kendal. Harga jagung saat ini sangat tinggi, tetapi petani tidak ada yang punya jagung. “Ketika dua bulan lagi musim panen biasanya harga jagung akan jatuh” ungkap petani disana. Jika petani terombang ambingkan keadaan harga seperti ini, dipastikan kemiskinan petani akan permanen, regenerasi petani akan terputus dan ketahanan pangan tidak lebih sekadar mantra yang kehilangan daya magisnya. Lalu apa yang harus dilakukan?
Saya sendiri tidak tahu harus mulai menguraikan masalah ini dari mana mengingat persoalan pertanian sangat pelik. Sebagai anak petani yang sangat menyukai dunia pemberdayaan, saya mengusulkan kepada pemerintah Jokowidodo:
Pertama: Bentuklah Tim Pemberdayaan Tingkat Desa.