modul ajar. Pertanyaan, "apa bedanya modul ajar dengan RPP (Rencan Pelaksanaan Pembelajaran)?" masih sangat sering ditanyakan ketika saya berbagi praktik baik di dalam komunitas belajar. Pertanyaan tidak berhenti di situ. Masih ada pertanyaan yang menunjukkan kesulitan atau lebih tepat keengganan guru menyusun modul ajar. Pertanyaan itu adalah "emangnya ngajar harus pakai modul ajar? Kan ada buku peganggan?"
Tidak sedikit pendidik masih mengalami kesulitan membuatMasih banyak yang berpikir bahwa guru tidak harus punya modul ajar. Harusnya sih untuk dibuat bukan sekadar dimiliki. Bagi guru bisa menyusun modul ajar bukanlah hal urgen. Hal pokok bukan modul tapi mengajar. Itulah yang terpateri kuat menjadi cara berpikir banyak guru.
Alhasil, modul ajar tidak lebih sebagai perangkat ajar yang hanya memiliki fungsi pendukung bukan pokok. Kenyataan bahwa banyak penerbit buku atau kelompok pengintip (bukan pemerhati) Pendidikan yang menjual modul ajar dengan alasan bombastis. Fenomena banyak pihak menyediakan modul ajar membuat daya paksa guru menyusun modul ajar makin kecil.
Sikap lama hadir kembali. Guru hanya mengkopi ulang modul yang ada. Modul tidak menjadi pedoman dalam pembelajaran melainkan sebatas administrasi yang wajib dimiliki guru. Jika pemikiran seperti ini masih menjadi cara berpikir guru, upaya memperbaiki kualitas pendidikan melalui perubahan kurikulum akan mengalami jalan di tempat.
Merancang Modul Ajar Menjadi Awal Pembelajaran
Seorang tukang bangunan sebelum membangun rumah akan duduk membuat rancangan rumah. Gambaran besar rumah yang akan dibangun sudah dapat dilihat dari gambar rancang bangun. Seperti itulah seorang guru yang menyusun modul ajar atau RPP.
Terdapat perbedaan yang mendasar antara RPP dengan modul ajar. Pada kurikulum 2013 rencana pembelejaran dituangkan ke dalam RPP. Seorang guru sudah memiliki bayangan (gambaran) proses pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam kelas.
Dalam kenyataannya guru merasakan kesulitan dalam membuat RPP. Guru merasa terlalu banyak waktu habis hanya untuk menyusun RPP. Tuntutan bagi guru untuk membuat RPP sungguh menjadi beban dan "dinyatakan" sebagai salah satu alasan kenapa guru tidak maksimal melaksanakan pembelajaran di kelas.
Demi mempertimbangan kepentingan peserta didik agar optimal belajar di dalam kelas dan proses pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan, Mas Menteri menyatakan RPP satu (1) halaman. Pernyataan ini menuai pro dan kontra dikalangan akademisi dan dunia Pendidikan.
Belum reda pro dan kontra perubahan RPP 1 lembar, Mas Menteri meluncurkan perubahan kurikulum sebagai upaya memperbaiki kualitas pendidikan akibat pendemi Covid-19. Sebagai pengganti RPP adalah modul ajar.
Modul ajar menjadi perangkat pokok pada saat guru mengajar. Bahkan modul ajar ini akan memastikan proses pembelajaran di kelas tetap terlaksana optimal kendati guru yang bersangkutan tidak hadir dan harus diganti guru lain.