Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Miskonsepsi Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

5 Desember 2023   15:32 Diperbarui: 5 Desember 2023   15:38 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ajaran 2023-2024 impelementasi Kurikulum Merdeka memasuki tahun ketiga bagi sekolah penggerak Angkatan 1. Hingga saat ini sekolah penggerak memasuki Angkatan 3.  Program sekolah penggerak diluncurkan oleh Kemendikbudristek pada episode 7.  Program ini dimaksudkan untuk mempercepat transformasi pendidikan melalui program Merdeka Belajar dengan menerapkan Kurikulum Merdeka secara menyeluruh dengan pendampingan yang sangat intensif dari Kementerian Pendidikan.

Bagi sekolah penggerak penerapan Kurikulum Merdeka seharusnya tidak menghadapi kendala yang memasung para pendidik karena guru dan tenaga kependidikan dari sekolah penggerak mendapatkan pelatihan dan pendampingan yang lumayan intensif.

Lalu bagaimana dengan sekolah non penggerak yang disebut sebagai sekolah IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka)? Mereka masih diizinkan menerapkan kurikulum 2013. Tapi prinsip asesmen dan pembelajaran sudah harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip dalam kurikulum Merdeka.

Jumlah sekolah yang mengimplemetasikan kurikulum Merdeka secara madiri jauh lebih besar dari sekolah penggerak. Mereka tidak mendapatkan pelatihan. Mereka tidak dipersiapkan sebagaimana sekolah penggerak. Diandaikan mereka bisa belajar mandiri melalui PMM (Platform Merdeka Mengajar) dan pengimbasan dari sekolah penggerak. Jangankan latihan mandiri di PMM. Membuka PMM saja banyak yang tidak bisa.

Kondisi seperti inilah yang menurut penulis menyebabkan terjadinya miskonsepsi dalam menerapkan kurikulum Merdeka. Miskonsepsi adalah pemahaman yang keliru mengenai topik tertentu. Masih banyak terjadi miskskonsepsi salah satunya adalah miskonsepsi dalam melaksanakan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Ini hanya salah satu saja.

Sebagai kepala sekolah penggerak, saya mempunyai panggilan untuk memberikan diseminasi kepada sekolah sekitar dan atau jika ada permintaan untuk berbagi praktik baik. Dalam kesempatan lebih dari 4 kali berbagi praktik baik pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila berikut ini miskonsepsi yang masih sering terjadi pada saat pelaksanaan projek.

  • Projek penguatan profil pelajar Pancasila dilaksanakan berbasis mata pelajaran. Akibat dari miskonsepsi ini setiap guru membuat projek berdasarkan pada mata pelajaran yang diampu. Misalnya guru mata Pelajaran Agama membuat projek yang bercorak keagamaan. Ini keliru. Projek penguatan profil pelajar Pancasila adalah projek lintas mata pelajaran. Pelaksanaan berdasarkan tema yang telah ditetapkan oleh Kemendikbudristek, dan yang diolah adalah dimensi profil pelajar Pancasila
  • Projek ini dilaksanakan di luar jam pelajaran bahkan ada yang dikerjakan di rumah. Tentu ini keliru. Projek ini dilaksanakan dalam jam pelajaran. Durasi projek untuk setiap fase berbeda. Untuk fase E dan F yaitu SMA, durasi projek adalah 30% dari total jam Pelajaran satu tahun. Mengapa projek yang dilaksanakan di luar jam pelajaran adalah keliru? Ini terkait dengan miskonsepsi ketiga.
  • Orientasi projek adalah produk atau hasil. Tidak sedikit pendidik masih mempunyai pemikiran yang salah seperti itu. Karena persepsi tersebut maka tidak sedikit pendidik memberikan tugas kepada peserta didik dalam melaksanakan projek. Pendidik menilai hasilnya. Konsepsi yang benar adalah projek berorientasi pada proses karena yang dinilai bukan hasil melainkan membangun karakter. Karena itu pendidik sebagai fasilitator projek mendampingi dari awal hingga selesai sehingga terjadi observasi, dan intervensi pada saat terjadi proses yang kurang sesuai dengan modul.
  • Miskonsepsi berikutnya adalah asesmen projek dilakukan pada akhir projek dan malah ada yang menguji dengan presentasi seperti sidang skrepsi. Penguji adalah guru-guru lain. Tentu ini bukan maksudnya. Asesmen projek dilaksanakan selama projek dilaksanakan. Asesmen menggunakan teknik yang beragam, dan instrumen asesmen pun disesuaikan dengan karakteristik projek. Yang melakukan asesmen tentu adalah pemibimbing projek. Disinilah terjadi proses pendampingan (coaching) dari guru.
  • Projek membutuhkan dana. Tidak sedikit sekolah melakukan pungutan kepada orangtua murid untuk pelaksanaan panen raya projek. Bahkan praktik ini mulai meresahkan orang tua. "Ganti kurikulum malah bikin tambah biaya sekolah" Projek penguatan profil pelajar Pancasila tidak berakhir dengan sebuah panen raya atau perayaan projek. Pameran hasil karya siswa bukan menjadi titik akhir yang disasar dalam projek. Karena projek ini mengembangkan karakter maka sesungguhnya bisa dilaksanakan tanpa biaya. Malah jika terjadi projek yang dilaksanakan oleh peserta didik "gagal" sesungguhnya projek tidak gagal karena projek bukan menyasar hasil akhir berupa produk melainkan proses.
  • Tema yang dijadikan projek harus sama untuk semua rombongan belajar dalam satu fase yang sama. Pemahaman ini juga tidak benar. Sesungguhnya tema yang dijadikan projek bisa berbeda-beda kendati sama fase. Intinya pada fase E dan F (SMA) 7 tema yang disediakan oleh Kemendikbud dilaksanakan oleh peserta didik. Proses pelaksanaan diserahkan kepada satuan pendidikan.

Saya yakin masih banyak miskonsepsi yang dijumpai dan atau malah dilaksanakan oleh para pendidik di satuan pendidikan tertentu. Ketidaktahuan menjadi penyebab kenapa masih banyak terjadi miskonsepsi dalam menerapkan projek penguatan profil pelajar Pancasila.

Belajar. Itulah kata yang mengandung kekuatan dahsyat untuk menghilangkan miskonsepsi dalam menerapkan Projek. Jangan dianggap remeh temeh miskonsepsi ini karena yang menjadi sasaran adalah peserta didik. Jika miskonsepsi terus terjadi dan dipraktikkan maka akan terjadi ketersesatan pikir yang memburukkan karakter peserta didik. Jauh kenyataan dari cita-cita pendidikan yang digaungkan. Mari terus belajar. Bergerak bersama wujudkan Merdeka belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun