"Ijin ingin konsultasi tentang nilai siswa, anak saya ini lagi masalah dengan pendidik sekolahnya. Prestasi dia sebenarnya selalu baik, tapi anak saya ini memang gawan bayi bocah kritis. Nah, dia di satu mata pelajaran dikasih tahu pendidiknya, bahwa nilainya kurang sehingga mempengaruhi kelulusan. Dia diminta ikut remedial. Ini mata pelajaran yang sangat dia sukai dan pengetahuan dia sudah melampaui. Nah, lalu anak saya bertanya kepada pendidiknya, nilai kekurangannya yang mana? Apakah nilai tugas, ulangan atau PAS? Pendidiknya menjawab ini rahasia dan mengatakan pendidik berhak tidak memberi tahu nilai ke muridnya .... Persoalannya kadang karena ada nilai tugas yang kurang 1, sama pendidiknya semua digebyah uyah dengan soal dan effort yang sama berat dengan anak-anak lain yang nilai akhirnya kurang."
Itulah curhatan seorang teman terkait dengan hasil asesmen anaknya yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau pada Kurikulum Merdeka disebut KKTP (Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran). Ketidaktercapaian hasil asesmen menyebabkan siswa tersebut harus mengikuti remedial atau asesmen perbaikan.
Persolan bukan terletak pada hasil yang belum mencapai KKM/KKTP melainkan pada sikap pendidik yang tidak menginformasikan kepada siswa asesmen mana yang harus diperbaiki. Persoalan ini menjadi makin besar karena reaksi pendidik terhadap permintaan siswa agar hasil penilaian ditunjukkan kepada siswa. "Ini rahasia" kata pendidik. Pendidik berhak tidak memberi tahu nilai ke muridnya.
Jika perkataan itu benar diungkapkan kepada murid, tentu sangat disayangkan. Sikap seperti ini adalah sebagian potret kecil dari potret besar persoalan yang menyangkut asesmen peserta didik. Persoalan yang selalu merugikan perserta didik, Gambaran persoalan yang diceritakan di atas baru salah satu persoalan asesmen yang menyimpang dari salah satu prinsip asesmen, yaitu prinsip bahwa hasil asesmen digunakan sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Makna prinsip asesmen ini antara lain, pendidik menyediakan waktu untuk membaca, menganalisis, dan melakukan refleksi hasil asesmen. Ini berarti hasil asesmen siswa diperiksa dan kemudian diberi umpan balik agar pendidik bisa menentukan langkah konkrit untuk melakukan perbaikan. Perbaikan pembelajaran di sini menyangkut perbaikan cara belajar peserta didik dan cara mengajar pendidik.
Mungkinkan perbaikan ini bisa dilakukan jika pendidik tidak menyampaikan hasil koreksi atas asesmen siswa kepada siswa? Perbaikan hanya bisa dilakukan jika murid mengetahui pada tujuan pembelajaran mana yang belum tercapai. Nah, pemahaman ini hanya akan terjadi ketika pendidik memberikan umpan balik kepada siswa.Pada kasus di atas, pendidik bukan hanya tidak memberikan umpan balik. Pendidik juga tidak memberikan hasil koreksi (analisis hasil) asesmen kepada siswa.
Makna lain dari prinsip tersebut adalah pendidik menggunakan hasil asesmen sebagai bahan diskusi untuk menentukan hal-hal yang sudah berjalan baik dan hal-hal yang masih harus diperbaiki. Proses menentukan hal-hal yang sudah berjalan baik dan yang belum baik dilakukan dengan cara diskusi bersama siswa. Dari makna ini terkadung keterbukaan antara siswa dengan pendidik dalam melihat hasil asesmen. Tidak ada rahasia. Tidak ada hak untuk tidak mengatakan hasil asesmen.
Prinsip asemen ini mengandaikan bahwa pada tahap pelaporan hasil asesmen kepada siswa terjadi dialog antara pendidik dan siswa. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dialami putera dari teman saya di atas. Pada kasus di atas pendidik tidak membangun dialog dengan siswa. Pendidik justru membangun komunikasi yang menekan psikologis siswa.
Memperoleh informasi terhadap hasil asesmen adalah hak peserta didik sekaligus kewajiban pendidik untuk proses peningkatan mutu pembelajaran. Di sini manfaat hasil asesmen bukan hanya untuk murid melainkan juga untuk pendidik.
Dari makna prinsip asesmen ini kita mendapatkan pemahaman bahwa asesmen tidak pertama-tama dan hanya mengukur pencapaian siswa terhadap tujuan pembelajaran. Asesmen juga mengukur keefektifan pendidik dalam merancang pembelajaran. Karena itu asesmen sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari pembelajaran. Antara asemen dengan pembelajaran menjadi kesatuan yang utuh.
Pendidik harus memahami prinsip-prinsip asesmen agar asesmen dilakukan sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Jika pendidik salah memahami asesmen niscaya akan bersikap menyimpang. Siswa pun menjadi korban seperti pada curhatan teman saya di atas.