"Waduh, kalau ketemu di jalan kita ga kenal nih" Ungkapan yang tercetus dari beberapa saudara saat pertama kali bertemu pada perayaan lebaran. Malah ada yang bilang, "Iso-iso anake dewe pacaran lan bebojoan" (Bisa-bisa anak kita pacaran dan menikah" kata salah seorang saudara dekat. Lembaran menjadi ajang pertemuan keluarga. Istilah orang Jawa, "Ngumpulke balung pisah" (Mengumpulkan tulang yang terpisah-pisah)
Pertemuan keluarga menjadi acara yang sangat penting pada saat mudik lebaran. Saudara yang tersebar di berbagai kota dan provinsi bertemu. Pada kesempatan seperti ini masing-masing orang tua menceritakan trah (pohon keturunan) keluarga.Â
Anak-anak mendengarkan dan memahami bahwa mereka punya tali persaudaraan dan bahkan aliran darah yang sama, yang tidak bisa dilanggar melalui perkawinan. Ini menjadi penting untuk menghindarkan terjadinya pernikahan yang melanggar adat istiadat dan hukum.
Dalam tradisi masyarakat Indonesia, termasuk Jawa, penting sekali mengetahui dan mematuhi adat dan adab. Anak yang tidak mengetahui adat istiadat akan disebut anak tidak" beradat" (tidak berbudaya) Dan tentu hal seperti itu sangat memalukan bagi orang tua dan keluarga besar, sekaligus kegagalan dalam keluarga.
Ketika anak memahami garis keteturunan, diharapkan mereka bisa membangun tali persaudaraan lebih kuat. Terbangunnya rasa saling memperhatikan, saling membantu dan semakin rukun.Â
Orang tua selalu menasihati agar anak cucuk "urip guyup rukun" (Anak cucu hidup kompak dan rukun) Hidup "guyub rukun" menjadi kebanggaan dan keberhasilan orang tua.
Pada kesempatan seperti ini tampak anak-anak ngobrol lebih akrab. Mereka saling berbagi nomor HP dan bercerita lebih seru. Orang tua pun berbagi kisah perjuangan dan tantangan ke depan yang akan dihadapi anak-anak. Orang tua tidak segan saling menawarkan bantuan, kendati hanya tempat tinggal, ketika nanti anak harus pergi ke kota tempat tinggal saudara.
Budaya dan tradisi mudik lebaran menyimpan nilai kearifan lokal yang sangat luhur dan mulia. Selain itu juga membawa misi besar terbangunnya kembali tali persaudaraan yang lama terputus karena jarak tinggal dan perpisahan panjang. Alasan ini sekali lagi membuat masyarakat Indonesia berjuang untuk mudik lebaran kendati terkadang kondisi keuangan sangat terbatas.Â
Bagi masyarakai Indonesia, nilai perjumpaan dan terbangunnya kembali tali persaudaraan lebih penting daripada materi harta. "Harta bisa dicari tapi tali silatutohmi lebaran hanya sekali dalam satu tahun" ungkap salah seorang saudara dari Jambi yang telah 20 tahun tidak pernah ketemu. Bangga  menjadi warga Indonesia yang kaya akan tradisi dan budaya yang penuh kearifan.
Artikel ini adalah refleksi penulis sebagai bagian pengasahan hati sekaligus menantang diri untuk berbagi kebaikan melalui tulisan dalam ajang tantangan samber thr, samber 2023 hari 23)