Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keterbatasan Tidak Harus Membuat Derita Batin

21 April 2023   22:44 Diperbarui: 21 April 2023   22:58 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar. Cinta Bisa Bikin Kamu Menangis (sumber: https://id.images.search.yahoo.com/)

Tradisi pulang kampung pada saat hari raya memberi kebahagian. Sebaliknya bagi mereka yang tidak bisa pulang kampung pada hari raya melahirkan siksaan yang sering tidak mudah dipahami. Satu hari sebelum lembaran Idul Fitri 2023 saya menerima telpon dari saudara yang tidak bisa pulang kampung ke Jawa. Terdengar suaranya parau menahan tangis. Saya merasakan kesedihan yang amat dalam dari balik suaranya. Dia bercerita alasannya tidak bisa pulang kampung. Karena "keterbatasan"

Ya, keterbatasan sering melahirkan derita yang sangat dalam bagi banyak orang. Tetapi untuk sebagian orang, keterbatasan tidak menimbulkan derita batin. Mengapa demikian? Seneca, filsuf Stoa yang hidup tahun 4 SM mengatakan, "We suffer more often in imagination than in reality." Kita menderita lebih sering disebabkan karena imajinasi kita daripada realitas yang terjadi. Keadaan atau kejadian atau peristiwa boleh saja sama, tapi dampak yang terjadi atau yang dialami setiap orang bisa berbeda.

Sebagai contoh adalah saudara saya yang berkisah sangat sedih karena tidak bisa pulang mudik pada hari raya lebaran. Saya sangat yakin banyak orang yang tidak bisa mudik pada hari raya karena keterbatasan masing-masing. Tapi kesedihan atau penderitaan yang dirasakan tentu berbeda-beda.

Nasihat Seneca berlaku untuk semua peristiwa. Universalitas penderitaan lebih sering disebabkan karena kondisi pikiran manusia bukan pada realitasnya. Seorang yang pernah melakukan kesalahan pada masa lalu bisa menderita sepanjang waktu jika tidak mampu mengelola pikiran; sedangkan untuk sebagian orang yang cerdas mengelola pikiran, kesalahan masa lalu menjadi pembelajaran untuk hidup yang lebih baik.

Dalam kenyataan memang tidak semudah ungkapan ini. Secara emosi kesalahan masa lalu tetap meninggalkan bekas luka, dan sering hal itu hadir kembali pada saat-saat tertentu. Terutama saat-saat hari lebaran seperti sekarang ini keterbatasan yang mengakibatkan seseorang tidak bisa mudik pulang kampung bisa merasakan derita batin.

Lalu bagaimana mengelola pikiran agar "keterbatasan" tidak melahirkan derita? Atau bagaimana mengelola imajinasi agar keterbatasan tidak menjadi derita batin? Para stoic menasihati agar manusia tidak dikendalikan oleh hal-hal yang diluar kendali kita. Manusia hanya bisa mengendalikan hal yang memang di bawah kendali kita misalnya, pikiran kita, perasaan kita, konsep diri kita, dan cara pandang kita. Sedangkan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, ya tidak usah terlalu dipikirkan.

Untuk mengelola perasaan, pikiran atau cara pandang kita, penulis melakukan dengan membuat refleksi. Refleksi dilakukan dengan menulis. Penulis menuliskan perasaan atau apa yang dipikirkan dan menanyakan secara kristis kenapa ini terjadi dan bagaimana sebaiknya mereaksi. Walaupun demikian penulis akui, tidak setiap refleksi berhasil menormalkan rasa atau pikiran atau imajinasi. Paling tidak kita bisa mengungkapkan melalui tulisan itu.

Hidup itu misteri, Banyak peristiwa terjadi dalam hidup yang kita tidak bisa pahami semuanya. Di sinilah kita harus berani ambil langkah untuk bersujud kepada Tuhan, menyerahkan kepada Tuhan sebagai sebuah ibadah. Ya, setiap derita dan bahagia yang kita rasa bisa kita jadikan ibadah kepada Tuhan. 

Jika memang penyerahan ini masih juga membuat derita batin, tetaplah bertahan dan bertahan dalam proses karena proses ini akan mendewasakan dan membuat Anda bijak dalam menghadapi hidup. Semoga. Inilah kebenaran dari apa yang dikatakan seorang penulis rohani, Henri J. Nouwen, "Menjadi manusia itu sulit"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun