Dalam pembelajaran di kelas, seorang guru membentak murid lantaran bertanya dua kali pertanyaan yang sama. Guru itu merasa si murid tidak memperhatikan penjelasan. Sejak saat itu tidak ada murid yang bertanya ketika guru tersebut ngajar. Reaksi seperti itu menggambarkan rendahnya kompetensi pedagogi guru. Pedagogi terasa asing di dunia pendidikan padahal ini kompetensi yang sangat menentukan kesuksesan belajar siswa.
Perbincangan mengenai kualitas pendidikan selalu saja dikaitkan dengan kualitas guru. Tapi tidak menyentuh bagaimana guru melakukan pembelajaran di kelas. Baru Kurikulum Merdeka yang menurut pendapat penulis banyak membicarakan bagaimana guru harus menyampaikan pembelajaran yang benar.
Ini sesungguhnya bukan soal kompetensi profesional guru. Ini adalah kompetensi pedagogi. Yang selama ini asing tapi maha penting dalam pembelajaran
Apa itu Pedagogi
Rabu, 06 Mei 2020, saya mengisi sebuah sesi sharing secara online dengan topik, "Kepemimpinan Sekolah yang Cerdas dan Humanis".Â
Seorang peserta bertanya apa sebenarnya yang dimaksud kompetensi pedagogi.Â
Pada saat itu saya paparkan hasil ujian kompetensi guru di mana rata-rata kompetensi pedagogi guru di Pulau Jawa 56. Itu nilai rata-rata paling tinggi di seluruh Indonesia (Sumber: ndp.kemendikbud.go.gi)
Jimmy Ph. Pat dan Lody F. Pat saat menjadi narasumber pada Workshop Pendidikan Multikultural yang diselenggarakan Klaster Penelitian dan Pendidikan dan Transformasi Sosial Laboratorium Sosiologi UI 10 Februari 2022 menegaskan hampir tidak pernah membahas pedagogi (kritis) bersama guru-guru.
Pedagogi secara etimologis berasal dari kata Bahasa Yunani, paidagogia yang terdiri dari kata paido berarti anak dan ago bermakna "saya membimbing". Dengan kata lain bermakna seorang dewasa yang membimbing anak. Dalam perkembangannya, pedagogi dipahami sebagai tindakan atau kegiatan pendidikan.
Konsep pedagogi sebagai bagian penting di dalam pendidikan hadir menjadi perhatian para guru ketika kompetensi pedagogi disyaratkan harus dipunyai guru seperti ditulis dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Tapi sayang hanya sekadar menjadi tekstual bukan aktual syarat seorang menjadi seorang guru professional.