"Pak, mungkin harus diberi efek jera."
Kalimat itu disampaikan oleh rekan saya, seorang guru ketika melaporkan kepada saya perihal pelanggaran tata tertib yang dilakukan siswa saya. Sejenak saya diam. Saya pandang dua buah buku di maja saya. Buku yang sedang saya baca. Buku pertama berjudul "Pedoman Guru Humanis". Sebuah kumpulan kutipan wajangan Dharma Master Cheng Yen tentang pendidikan. Buku kedua berjudul Sebersit Inspirasi, Pemikiran Tzu Chi yang kupahami karya Her Rey-Sheng.
Kedua buku itu berbicara banyak hal mengenai pendidikan hati. Bicara soal bagaimana mendidik generasi muda menjadi generasi yang berkarakter, berbudi dan humanis. Terhadap perilaku yang kurang humanis, kedua buku itu tidak satu pun menyingung kata "jera". Sejauh saya pahami kata jera mengandung makna kapok; tidak mau berbuat lagi. Dalam kata kapok ada nuansa negative, derita dan menyakitkan sehingga tidak mau  melakukan lagi. Sementara dalam buku itu saya menangkap makna mendidik itu sebagai upaya yang berbelas kasih dengan menggunakan tindakan kasih. Orang yang bersalah guna mempertanggungjawabkan perbuatannya tidak harus ditimpahi hukuman yang menyakitkan agar hidupnya menjadi lebih baik. Untuk membuat hidupnya lebih baik, orang harus melakukan tindakan cinta kasih. Ia harus banyak melakukan kebaikan kepada orang lain dan lingkungannya.
Pemikiran dan keyakinan itu mendorong saya melakukan sesuatu yang berbeda dengan harapan teman saya agar saya memberi efek jera kepada siswa.
Saya ajak bicara siswa saya. Saya tanya "Nak, apakah kamu tahu mengapa saya memanggil kamu?" Dia menjawab sambil matanya berkaca-kaca oleh air mata yang hampir jatuh. "Ya, saya tahu pak" Lalu saya minta dia menceritakan apa yang dia lakukan, dan mengapa dia melakukan itu. Kemudian saya bercerita kepadanya bahwa kita harus bertanggung jawab atas perbuatan kita.
Hukuman atas Kesalahan adalah Berbuat baik kepada  orang lain
Saya mengatakan bahwa perbuatan yang ia lakukan termasuk dosa berat dalam sekolah ini. "Bagaiamana sampai kamu melakukan hal itu sementara kamu mengenakan simbol kerelawanan" ungkap saya. Maka saya akan memberi kamu sanksi. Sanksinya adalah kamu mengajari temanmu (saya sebut nama temannya yang lemah dalam pelajaran dan sosial) dalam mata pelajaran ekonomi akutansi. Kebetulan saat ini kami akan melaksanakan ujian midsemester. Siswa saya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tidak kuasa menahan air matanya. Ia menangis. Aku tanya "kenapa kamu menangis?" dia menjawab kalau dia sangat takut diskorsinig. Lalu dia berjanji akan membantu temannya itu belajar sampai bisa.
Mendengar itu aku merasa lega. Aku sampaikan bahwa aku percaya kalau dia tidak akan mengulangi pelanggaran itu. Saya berharap agar dia makin senang membantu temannya.
Apakah yang saya lakukan ini akan membuat dia jera? Itu tidak saya harapkan. Satu yang saya harapkan bahwa dia menjadi pribadi yang suka berbuat baik untuk orang lain. Karena aku yakin itulah nilai pendidikan yang diajarkan oleh Master Cheng Yen; bukan menghukum tetapi mendidik anak melakukan kebaikan dimana saja dan kapan saja. Dan itulah roh pendidikan yang sesungguhnya (Purwanto-Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H