Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Role Model Strategi Efektif Mendidik Anak Generasi Visual

5 September 2019   17:02 Diperbarui: 5 September 2019   17:15 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya kedatangan seorang tamu. Ia seorang ibu dari mantan siswa saya. Sebutlah ibu ini namanya Merry. Bu Mery berterima kasih karena anaknya pernah sekolah di sekolah kami. Saat ini anak Bu Merry sekolah di sebuah sekolah swasta. Ditempat yang baru anak Bu Merry mengalami shock emosi identitas. Pasalnya beberapa kali si anak berhadapan dengan pengalaman kontras antara di kelas dengan di rumah; antara perkataan guru dengan perilaku guru. Peristiwa yang ia contohkan adalah ketika si anak menyapa seorang guru namun guru tidak merespon (menurut si anak guru tersebut mendengar salam dari si anak). Sampai beberapa kali si anak memberi salam tetapi guru tidak merespon. Anak Bu Merry cerita kepada mamanya bahwa guru menyebalkan banget, Guru diberi salam tidak membalas. Padahal guru mengajarkan agar setiap anak menerapkan 3 S (Senyum, Sapa dan Salam)

Generasi Visual

Bu Merry menceritakan peristiwa ini dengan sangat antusias sekaligus rada kesel. Ia merasa menyesal kenapa guru tidak melakukan apa yang dikatakan. "Anak generasi micin itu sangat kritis Pak" kata Bu Merry. Saya setuju bahwa anak jaman sekarang ini sangat kritis. Anak generasi now adalah anak yang mudah mengingat dan membangun kesan melalui visual alias pengamatan. Kekuatan mereka ada pada visualisasi. Perkataan yang beribu-ribu tidak sekuat dayanya dengan satu gambar atau satu perilaku yang terliihat.

Berhadapan dengan mereka, model dan strategi pendidikan yang kita terapkan harus berjodoh dengan mereka, yaitu visual. Salah satu strategi paling cocok adalah role model. Guru dan orang tua harus menjadi role model alias contoh bagi mereka. Misalnya mereka menyaksikan orang tua berantem, dan pada lain kesempatan orang tua memnasihati si anak untuk saling menghormati, maka nasihat itu akan lalu seperti angin kencang. Si anak terus mengingat peristiwa orang tua berantem. Hal yang mirip ini yang dilihat oleh anak Bu Merry.  Guru memberi nasihat agar para siswa membudayakan 3 S tapi ketika anak memberi salam kepada guru tapi guru tidak membalas, yang terjadi adalah shock emosi identitas. Si anak mengalami keterkejutan dan hilang identitas.

Apa pun materi pembelajaran disekolah atau di rumah, berhadapan dengan generasi visual, yaitu anak jaman now, strategi role model harus diutamakan. Penjelasan dengan memvisualisasikan akan lebih efektif dibandingkan dengan penjelasan menggunakan ribuan kata.

Tantangan Rendah Hati

Era seperti ini memberi tantangan kepada para guru dan pengelola sekolah menjadi rendah hati. Rendah hati berhadapan dengan anak-anak. Anak anak sangat peka menangkap makna dibalik apa yang dilihatnya. Dahulu ungkapan "guru tidak pernah salah" harus diganti "guru tidak pernah berhenti belajar"Bagaiamana guru bisa melakukan apa yang dikatakan adalah sebuah proyek besar bagi penyelenggara sekolah. Kepandaian ilmu barangkali menjadi relative tapi sikap rendah hati dan role model menjadi mutlak.

Perjumpaan dengan Bu Merry hanya singkat waktu tapi membawa refleksi panjang bagi saya sebagai kepala sekolah. Sesungguhnya dibalik semua cerita Bu Merry hari ini membawa pesan mendalam "Jadilah guru yang bisa digugu dan ditiru" uangkapan yang tidak pernah lapuk oleh masa dan tidak pernah akan tergilas oleh perkembangan teknologi sekalipun itu teknologi super canggih. Selama kita bisa menjadi guru yang digugu dan ditiru  selama itu juga peran guru tidak akan pernah tergantikan. (Purwanto-Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun