Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Magic Award ala Canisus College Jakarta

14 Juni 2016   23:05 Diperbarui: 14 Juni 2016   23:19 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empat bulan meninggalkan ruang wacana, menarik diri tuk bercermin diri. Ibarat seorang murid turun gunung dari padepokan dengan wajah ceria berkat pencerahan sang guru, tulisan ini adalah buah “rafleksi atas sebuah aksi” dalam perjalanan turun gunung.  Peristiwa terjadi pada sebuah komunitas edukasi anak-anak remaja, komunitas edukasi itu berlabel SMP Kanisus Jakarta. 

Dalam telingga masyarakat luas lebih familiar dengan CC (Canisius College). Momen sederhana tapi tampak istimewa. Sebuah peristiwa pemberian penghargaan akademik dan humaniora kepada para siswa yang telah berjuang selama satu rangkain masa dalam tahun pelajaran. Moment pemberian penghargaan selalu membuat hati tergetar kagum (facinosum) dan membakar motivasi kepada setiap orang mendapatkan penghargaan atau insan yang bersentuhan langsung.

Bicara penghargaan sesungguhnya bicara seputar usaha, kerja keras, dan pengorbanan. Penghargaan pada umumnya diberikan kepada seseorang yang telah berhasil mencapai HASIL (result) tertinggi. Hasil tertinggi bisa dicapai dengan usaha, kerja dan pengorbanan yang berbeda-beda untuk setiap orang. Memberi penghargaan kepada seseorang atas hasil tertinggi yang dicapai diantara semua peserta yang terlibat adalah hal biasa. Itu terjadi dimana saja. Ketika Anda bisa mendapatkan score 100 sementara yang lain memperoleh score dibawah Anda maka Anda layak mendapatkan penghargaan.

Sebuah inovasi terjadi ketika penghargaan itu diberikan kepada seseorang yang mendapatkan score lebih rendah dari Anda tetapi yang bersangkutan terekam telah berjuang, berusaha, dan mengorbankan pengorbanan yang jauh lebih besar daripada usaha, kerja dan pengorbanan Anda. Bukankah St. Teresia dari Kanak-kanak Yesus mengatakan, “Allah tidak melihat hasil dari kerja saya tetapi Allah melihat besarnya usaha dan upaya saya” Inilah sebuah penghagaan yang mengangkat harkat dan martabat manusia. 

Sebuah penghargaan kerena kemanusiaan (humanity) dan meningkatkan proses humanisasasi pendidikan. Penghargaan yang diberikan bukan pertama-tama dari HASIL melainkan dari PROSES. Para guru menyebut sebagai “Magic Award”. Dan menurut saya benar-benar magic. Daya magis (magic) dari penghargaan akan meningkatkan penghargaan diri terhadap diri mereka sendiri dan sesamanya. Ini menjadi awal yang positif pagi perkembagnan berikutnya.

Bagi saya setiap sekolah sejatinya harus memposisikan sebagai lembaga pemberdayaan, lembaga yang membebaskan manusia dari setiap keterbelengguan. Pemberian penghargaan adalah cara (way) /jalan yang sangat baik sekaligus tepat untuk melakukan pemberdayaan kepada para insan/murid yang ada didalamnya menjadi pribadi yang mandiri, dan bertanggung jawab. Dan lebih dari itu adalah menjadi pribadi yang suka cita. Bagi saya ketika setiap insan (murid dan guru) mengalami suka cita niscaya mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang mandiri. Itulah proses humanisasi pendidikan yang memerdekakan. 

Oleh karena itu, lembaga pendidikan seharusnya menjadi agen terdepan dalam mempelopori pemberdayaan ini melalui kecerdasan mereka menemukan bentuk-bentuk simbolik memberi penghargaan kepada para insan/siswanya. Dengan cara ini sekolah bukan sesungguh telah mengolah daya intelektual siswa sekaligus daya emosi siswa sehingga berkarakter. 

“Meningkatkan kemampuan akademis siswa adalah hal yang mudah karena itu bisa dilakukan dengan drill; tidak demikian dengan karakter” kata Pater Eduard Calistus Ratu Dopo, SJ, Sang Kepala Sekolah. “Membangun karakter harus dilakukan dengan komitmen yang terus menerus” lanjutnya. Dan tentu dengan penghargaan-penghargaan yang kreatif, seperti “Magic Award”, dan “Leadership Award”.

Saya sungguh terpesona atas adegan pemberian penghargaan yang saya saksikan. Sesaat mengalir euphoria sekaligus kebanggaan yang begitu dahsyat memotivasi diriku sebagai orang tua, sekaligus bersyukur atas berkat Tuhan yang dilimpahkan kepada kami. Saat yang bersamaan ada sesuatu yang saya sayangkan, yaitu tidak semua orang tua “mengalami” daya magis situasi ini. 

Seandainya semua orang tua “mengalami” situasi magis ini kemungkinan besar mereka akan mendorong dan mengarahkan segala daya upaya mendampingi anak-anaknya mencapai pemberdayaan dan mengalami suka cita. Saya percaya “setiap anak adalah istimewa” dan selalu ada daya magis yang bisa membangkitkan “mutiara” yang ada didalamnya. Semoga perjalanan tahun berikutnya semua orang tua bisa mengalami daya magis dari situasi seperti ini karena setiap anak layak mendapatkan penghargaan, terutama dari dirinya sendiri dan orang tuanya. AMDG! (Ad Maiorem Dei Gloriam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun