Mohon tunggu...
Purwanto (Mas Pung)
Purwanto (Mas Pung) Mohon Tunggu... Guru - Pricipal SMA Cinta Kasih Tzu Chi (Sekolah Penggerak Angkatan II) | Nara Sumber Berbagi Praktik Baik | Writer

Kepala SMA Cinta Kasih Tzu Chi | Sekolah Penggerak Angkatan 2 | Narasumber Berbagi Praktik Baik | Kepala Sekolah Inspiratif Tahun 2022 Kategori Kepala SMA | GTK Berprestasi dan Inspirasi dari Kemenag 2023 I Penyuluh Agama Katolik Non PNS Teladan Nasional ke-2 tahun 2021 I Writer | Pengajar K3S KAJ | IG: masguspung | Chanel YT: Purwanto (Mas Pung) | Linkedln: purwanto, M.Pd | Twitter: @masguspung | email: bimabela@yahoo I agustinusp134@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Hilangkan Kebiasaan Menulis Tangan di Sekolah

25 Januari 2016   08:50 Diperbarui: 25 Januari 2016   08:50 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Tulisan Tangan Selalu Unik"][/caption]

 Oleh Agustinus Masae Purwanto

Salah satu trend didunia pendidikan diera digital adalah pemanfaatan teknologi komunikasi (IT) untuk proses belajar mengajar. Proses belajar dilakukan berbasis IT seolah menjadi tolok ukur kesuksesan atau kebesaran sebuah sekolah. Sekolah yang mengaplikasikan IT dalam setiap pembelajaran dipandang sebagai sekolah yang lebih modern dan lebih canggih dibandingkan sekolah yang menggunakan IT pada sebagian proses belajarnya. Karena keyakinan ini begitu kuat didalam masyarakat, maka tidak sedikit sekolah yang memberikan kepada setiap siswa/mahasiswanya notebook atau laptop yang telah diinstall semua materi dari semua pelajaran. Siswa pergi ke sekolah tanpa membawa tas yang berisi puluhan buku tulis dan buku pelajaran-ini menjadi kebanggaan orang tua siswa, murid dan pihak sekeolah. Siswa pergi ke sekolah hanya membawa notebook atau laptop. Mereka bersemboyan “Dunia digenggam dalam tangan pelajar”. Tentu saja ada nilai lebih dan nilai kurangnya. Masyarakat era digital- generasi Z- akan lebih mendukung model ini sebagai terobosan baru revolusi belajar yang tidak dapat dihindari jika mau maju. Benarkah itu?

Psikolog Pam A. Mueller dari Princeton University dan Daniel M. Oppenheimer dari Universitas California, Los Angeles menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan penelitian dampak negative dari penggunaan notebook sebagai alat untuk mencatat di kelas. Penilitian mereka menegaskan bahwa mencatat dilaptop yang dilakukan cepat telah mereduksi belajar, daya memori siswa menjadi lebih lambat karena aktivitas menulis di notebook/laptop dilakukan secara mekanistik. Sebaliknya menulis tangan-kendati lebih lambat dibandingkan mengetik dilaptop-membuat proses belajar bertahan lebih lama. Siswa akan lebih mengalami pembelajaran yang makin membekas. Mereka mengatakan “Dengan memperlambat proses mencatat, Anda mempercepat belajar”

Seorang siswa yang menulis dilaptop akan mengetik setiap kata yang dikatakan guru/dosen tanpa daya kritis. Otak Anda tidak terlibat didalam materi yang disampaikan guru/dosen. Ini berbeda dengan ketika Anda menulis dengan tangan. Anda tidak akan bisa menuliskan setiap kata yang diucapkan oleh guru/dosen sehingga Anda harus memilih kata yang penting. Dengan demikian otak Anda akan bekerja secara kritis. Bahkan lebih dari pada itu, Anda akan meminta guru/dosen mengulangi penjelasan ketika apa yang Anda anggap penting terlewati. Otak Anda akan menyimpan informasi ini karena begitu penting. Proses belajar terjadi lebih dinamis. Penelitian ini mau menegaskan secanggih apapun teknologi, menulis tangan adalah proses yang sangat penting untuk dilakukan didalam pendidikan karena akan memperkuat daya ingat siswa terhadap apa yang dipelajari. Psikolog Perancis Stanislas Dehaene mengatakan "Ketika kita menulis, sirkuit saraf yang unik diaktifkan secara otomatis," katanya. "Dan itu akan menjadi simulasi mental dalam otak Anda, sehingga memberikan kontribusi dengan cara yang unik memunculkan kreativitas." Hasil?"Belajar menjadi lebih mudah," pungkasnya.

Ini pula yang menjadi alasan mengapa sekolah-sekolah yang mengedepankan pendidikan karakter mempertahankan para siswanya membuat refleksi setiap hari dengan menulis tangan. Menulis tangan adalah proses penyadadaran hati yang alami. Refleksi akan makin kuat membekas dalam otak dan rasa ketika dilakukan dengan menulis tangan. Tentu Anda yang terbiasa  menulis tangan akan mengiyakan pendapat ini. Tanpa bermaksud membenarkan kebiasaan guru yang memberi tugas kepada para siswanya membuat ringkasan buku, menulis tangan adalah sebentuk keindahan dan seni dalam proses belajar. Dan ini memberi kepuasaan alias kesenangan tersendiri dalam diri Anda yang melakukan.

Kiranya, para guru terutama tingkat satuan dasar terus berupaya melatih dan mengajari para siswa menulis dengan tangan seperti tulisan bersambung, dan tulisan halus. Banyak kompetensi yang akan berkembang dalam diri anak, terlebih anak usia sekolah dasar, jika aktivitas menulis tangan tetap dipertahankan dan dikembangkan. Daya kreativitas dan refleksifitas anak akan berkembang, pengenalan diri anak pun akan menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun