Mohon tunggu...
Bima Adjie Prasetyo
Bima Adjie Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - PRO JUSTITIA

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Mencegah Kasus Kekerasan Seksual

16 November 2021   18:37 Diperbarui: 16 November 2021   18:47 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku badan legislatif di Indonesia mengusulkan draf terbaru dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Usulan ini merupakan perubahan atas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yang menimbulkan banyak pro kontra di masyarakat.

Usulan terbaru ini untuk menghapus prinsip dan tujuan yang memandu pembuatan undang-undang, serta mengaburkan jalan untuk mengakhiri kasus kekerasan seksual. RUU PKS dan RUU TPKS memiliki istilah yang sedikit berbeda dalam hal kekerasan seksual. Definisi RUU PKS tentang kekerasan seksual lebih tepat daripada definisi RUU TPKS. Jenis kekerasan seksual yang lebih ringkas dalam RUU TPKS, selain modifikasi kosakata kekerasan seksual, ada perbedaan lain yang paling menonjol. 

RUU PKS sebelumnya mengklasifikasikan kekerasan seksual ke dalam sembilan kategori, namun RUU TPKS tidak membahas secara mendalam tentang berbagai jenis kekerasan seksual. Usulan terbaru itu hanya menetapkan bentuk kekerasan seksual secara fisik dan nonfisik. Dalam draft tersebut, hanya terdapat empat jenis kekerasan yang masuk dalam RUU TPKS yaitu; pelecehan seksual, pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi, pemaksaan melakukan hubungan seksual, serta eksploitasi seksual. 

Penghapusan jenis kekerasan seksual dari RUU TPKS merupakan kerugian besar dalam upaya melindungi korban kekerasan seksual. Padahal, di Indonesia, kekerasan seksual jenis ini merupakan komponen penting dalam penghapusan kekerasan seksual. Tindak Pidana Kekerasan Seksual di sisi lain, akan memudahkan penegak hukum untuk menentukan aspek pidana kekerasan seksual. Perubahan draf RUU PKS yang kini dikenal dengan RUU TPKS harus dipelajari dengan seksama. Semua perubahan harus dipertimbangkan secara menyeluruh dan para pakar hukum harus disertakan. 

Amandemen tersebut dimaksudkan agar tidak mengurangi maksud asli RUU tersebut, melainkan meningkatkan dan menyempurnakannya. Esensi RUU PKS yaitu perlindungan, pencegahan, dan rehabilitasi korban kekerasan seksual tidak boleh diabaikan. Selain itu, ada banyak predator di luar sana yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat umum.

Beberapa lembaga yang tergabung dalam Koalisi Bantuan Hukum Kritis turut andil dalam pengembangan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan memberikan berbagai macam komentar. Karena lebih sesuai dengan kerangka sebagai tindak pidana tersendiri, salah satunya tetap menggunakan judul RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam bentuknya yang sekarang. 

RUU TPKS tidak hanya mengatur kekerasan seksual sebagai kejahatan yang merupakan ranah penegakan hukum, tetapi juga memasukkan unsur pencegahan kekerasan seksual, tanggung jawab pemerintah dalam perlindungan korban, dan mekanisme pendampingan korban yang komprehensif. Oleh karena itu, RUU TPKS ini perlu difokuskan untuk mengatasi berbagai kendala yang dialami oleh para korban dalam pelaksanaannya di tingkat perencanaan program dan kegiatan.

Hanya saja, melihat perbedaan pola pikir dan perspektif masing-masing pihak merupakan hambatan. Pengesahan RUU PTKS termasuk RUU prioritas tinggi yang dalam keadaan mendesak. Karena, berdasarkan bukti, kita dapat menentukan bahwa undang-undang saat ini tidak cukup untuk melindungi korban pelecehan seksual. 

Kekerasan seksual di sisi lain, merupakan tindakan yang mengganggu rasa aman dan kebebasan seseorang dan dapat mengakibatkan kerugian fisik dan psikologis pada korban. Korban kekerasan seksual biasanya adalah perempuan dan anak-anak, yang keamanan dan kebebasannya terancam, sehingga memerlukan perlindungan negara untuk menghindari dan bebas dari pelecehan seksual.

Adanya landasan hukum perlindungan dari negara diawali dengan terbentuknya suatu undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan yang memerlukan ancaman sanksi pidana yang tegas karena pada dasarnya merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia dan menimbulkan penderitaan dan trauma yang mendalam pada korbannya. 

Pengesahan ini juga kemungkinan akan memudahkan aparat penegak hukum untuk mengidentifikasi aspek tindak pidana kekerasan seksual dan ancaman pidana pada saat dilakukan. Undang-undang ini menerapkan sistem pemidanaan jalur ganda, di mana pengadilan dapat menjatuhkan dua kategori hukuman sekaligus, yaitu bentuk sanksi pidana (pokok dan tambahan) serta tindakan berupa rehabilitasi, meskipun masih perlu dipertajam. Hal ini sejalan dengan sistem peradilan pidana RKUHP yang mendorong perubahan cara pandang dan perilaku terhadap pelaku kekerasan seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun