[caption id="attachment_333950" align="alignnone" width="613" caption="Jokowi"][/caption]
Sekali lagi nama Capres dari Partai PDI-P, yaitu Jokowi menjadi sorotan. Sebelumnya banyak yang mengatakan bahwa ada campur tangan Amerika dalam pencapresan Jokowi. Sebenarnya kabar terbaru yang berhembus masih sama yaitu adanya campur tangan Amerika, tetapi dijelaskan dari sudut pandang yang lain.
Adalah salah satu akun anonim yang bergerak di bidang politik, yaitu Ratu Adil yang menjelaskan kabar terbaru dari adanya campur tangan Amerika dalam pencapresan Jokowi. Ratu Adil menginformasikan kabar tersebut melalui tulisan di sebuah artikel yang berjudul Percumbuan Jokowi dan AS, Bermula dari Abu Bakar Ba’asyir. Berikut saya akan mengulas isi dari artikel tersebut.
Artikel tersebut dia tuliskan berdasarkan informasi yang didapatkan dari sebuah pertemuan. Kalimat awal artikel tersebut adalah mengenai sebuah pertemuan yang dihadiri oleh beberapa orang yang memiliki berbagai kepentingan dan salah satunya membahas mengenai fenomena Jokowi yang sukses menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pertemuan itu juga dihadiri oleh salah satu orang yang dekat dengan Megawati.
Pembahasan dimulai dari salah seorang yang hadir, yaitu Mr. G. Mengutip kalimat dari artikel tersebut,
Mr. G menanyakan kepada forum, ada fenomena apa Jokowi sampai bisa sekejab menaklukkan DKI Jakarta. Apa peran Amerika Serikat dalam kemenangan Jokowi. Belum sempat forum menjawab, Mr. G melanjutkan dengan sebuah cerita. Penuturan Mr. G, ia pernah bertemu dengan Dubes AS untuk Indonesia Cameron R Hume pada tahun 2007 di sebuah pesta perkenalan. Dubes AS Cameron mengatakan pada Mr.G, “Kalian punya orang seperti Jokowi, kenapa tidak kalian running jadi Presiden?” Penuturan Mr. G ketika melihat profil Jokowi hasil pencarian anak buahnya, ia berpikir “Kenapa Dubes AS menyoroti Jokowi?” Dan pertanyaan yang sama ia lontarkan pada pertemuan 2012 di apartemennya itu. Mr. G kembali mengatakan, “Apa benar ada permainan AS di belakang Jokowi sehingga ia bisa dengan mudah menang di DKI?” Lalu ia melontarkan pernyataan lanjutan, “Ini hanya bisa dibuktikan, jika ternyata nanti Jokowi benar menjadi Capres di 2014,” ujar Mr. G.
Kemudian, ditanggapi oleh salah seorang yang juga hadir, yaitu Mr. A yang ternyata dekat dengan Megawati dengan menceritakan sebuah cerita yang terjadi pada saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI menggantikan Gusdur. Mr. A mengatakan bahwa sepanjang tahun 2002 ia beberapa kali mempertemukan seorang agen CIA bernama Karen Brooke dengan Megawati atas permintaan Dubes AS untuk Indonesia saat itu, Ralph Leo Boyce yang diperintahkan oleh Menlu AS Collin Powell.
Dalam pertemuan tersebut, Karen Brooke menjelaskan data intelejen AS kepada Megawati tentang Abu Bakar Ba’asyir yang selama pelarian 1985 – 1999 di Malaysia dan Singapura telah membangun Jamaah Islamiyah yang menurut AS merupakan bagian dari jaringan terorisme global, Al-Qaeda. Selain itu, Karen Brooke juga mengutarakan pendapatnya bahwa Megawati harus menangkap Abu Bakar Ba’asyir yang diduga menjadi kepala Jaringan Terorisme di Asia Tenggara dan kota Solo menjadi sarangnya.
Perlu diketahui bahwa pasca tragedi diserangnya gedung WTC pada 11 September 2001, AS merubah kebijakan luar negerinya dan mengangkat Dubes AS baru untuk Indonesia yaitu Ralph Leo Boyce pada tanggal 1 Oktober 2001, serta melakukan invasi ke Afganistan pada tanggal 7 Oktober 2001. AS menganggap bahwa Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia perlu dijaga agar tidak menghadang langkah AS menginvasi Timur Tengah dengan solidaritas sesama muslim.
Kemudian, terkait desakan penangkapan terhadap Abu Bakar Ba’asyir, Megawati menolak untuk melakukan penangkapan karena tidak ada bukti dan menganggap bahwa isu terorisme Asia Tenggara oleh Jamaah Islamiyah hanyalah rekayasa AS dalam kebijakan luar negerinya yang baru. Setelah ditolak oleh Megawati, AS tidak menyerah begitu saja. Melalui usaha-usahanya seperti melobi Singapura agar juga ikut mendesak Indonesia dan melalui majalah TIME yang mengeluarkan artikel bertajuk Confessions of an Al Qaeda Terrorist yang menuduh Abu Bakar Ba’asyir sebagai perencana peledakan Mesjid Istiqlal dan terlibat Al-Qaeda, serta berencana melakukan aksi terorisme lain di Indonesia.
Semua hal tersebut tidak merubah sikap Megawati sampai akhirnya terjadi tragedi Bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002. Pasca tragedi tersebut, Dubes AS Ralph Leo Boyce dan Karen Brooke kembali mendesak Megawati untuk menangkap Abu Bakar Ba’asyir dengan Bom Bali I yang dijadikan sebagai buktinya. Selain itu, tragedy tersebut mengakibatkan Indonesia mendapatkan tekanan dari Asia Tenggara, Australia, AS, dan Eropa.
Menurut Mr. A sebenarnya Megawati tidak menganggap tragedi Bom Bali I sebagai aksi dari Abu Bakar Ba’asyir melainkan sebuah rekayasa dari AS. Tetapi karena mendapatkan tekanan dari dunia internasional akhirnya Megawati pun memerintahkan untuk menangkap Abu Bakar Ba’asyir.
Kemudian, Mr. A melanjutkan bahwa dalam kemenangan Jokowi-FX Rudyatmo sebagai Walikota Solo pada 28 Juli 2005 terdapat peran dari Menlu AS pada saat itu, yaitu Condoleezza Rice. Dalam kacamata AS, Solo yang merupakan bekas markas Abu Bakar Ba’asyir harus dikawal dan tidak boleh ada tokoh muslim konservatif yang memimpin kota Solo. Sosok muslim sekular seperti Jokowi didampingi Katolik konservatif FX Rudyatmo lah yang diharapkan AS dapat meredam sisa-sisa pergerakan Abu Bakar Ba’asyir di kota Solo. Hal inilah yang menjelaskan kenapa Dubes AS untuk Indonesia berikutnya, yaitu Cameron R Hume yang diangkat Menlu AS Rice pada tanggal 30 Mei 2007, begitu menyoroti Jokowi. Selama masa Menlu AS Condoleezza Rice, tidak terlihat adanya terorisme Solo bergerak.
Kemudian artikel tersebut menyebutkan bahwa situasi berubah ketika Hillary Clinton menjadi Menlu AS. Aksi terorisme Solo kembali muncul secara berkala dan dari sinilah hubungan Jokowi dengan Hillary Clinton dibangun lebih serius. Tidak hanya untuk Solo, Hillary Clinton juga menyiapkan Jokowi maju ke DKI lalu ke Pilpres. Sebagai gantinya, Hillary Clinton meminta barter kepada Jokwoi berupa pemberantasan gerakan ekstrimis Islam Asia Tenggara yang bermarkas di Solo.
Setelah itu dimulailah berbagai penyergapan terorisme di Solo oleh Densus 88. Tanggal 17 September 2009, Densus 88 yang didanai AS menyergap Noordin M. Topt Group di Kepuhsari, Solo. Tanggal 13 Mei 2010, menyergap markas teroris di Dusun Gondang, Solo. Tanggal 14 Mei 2011, menyergap Sigit Qurdhowi Group di Cemani, Solo.
Selain itu, juga terjadi serangkaian aksi serangan terorisme di Solo. Tanggal 25 September 2011, terjadi serangan di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Solo. Tanggal 17 Agustus 2012, Farhan Group menyerang Bunderan Gladag, Solo. Tanggal 30 Agustus 2012, Farhan Group menyerang Plasa Singosaren, Solo. Terakhir tanggal 31 Agustus 2012, akhirnya Densus 88 menyergap Farhan Group di Solo dan tanggal 22 September 2012 menyergap Thoriq Group di Solo
Terkait hal tersebut, muncul pertanyaan mengapa pada masa Menlu AS Condoleezza Rice tidak ada satu pun aksi terorisme Solo, tetapi pada masa Menlu AS Hillary Clinton, mendadak muncul serangkaian aksi teroris dan penyergapan teroris di Solo. Banyak pendapat yang mengatakan kalau semua aksi terorisme di Indonesia merupakan ulah AS. Terbukti, duet Hillary Clinton dengan Jokowi dalam “Memberantas Teroris Solo” telah menaikkan nama Jokowi di mata internasional dan kini Jokowi maju ke Pilpres 2014 dengan dukungan internasional yang kuat.
Sebelum menutup tulisan dalam artikelnya, orang dibalik akun anonim Ratu Adil ini menanyakan kepada Mr. A bagaimana sikap Megawati terhadap asing di belakang Jokowi. Mr. A menjelaskan bahwa Megawati sangat concern terhadap hal tersebut dan mulai khawatir dengan dominasi asing yang mencoba menunggangi Jokowi yang kelihatannya tidak sadar pada hal tersebut karena masih hijau sekali di dunia politik global.
Orang di balik akun anonim Ratu Adil juga berharap agar Jokowi mampu melihat niat dari pihak asing seperti yang dikhawatirkan oleh Megawati. Selain itu dia juga berharap agar Jokowi jangan mau ditunggangi oleh kepentingan asing yang juga memiliki niat untuk menguasai sumber daya alam Indonesia.
Politik memang rumit untuk dimengerti, tetapi apabila kita tidak mau mengerti, kita tidak akan tahu bagaimana politik itu sebenarnya. Apakah yang dijelaskan di dalam artikel tersebut benar-benar terjadi? Kalau memang terjadi, berarti Jokowi sudah tidak murni lagi. Benar atau tidak, semuanya kembali kepada pembaca karena disini saya hanya sekedar ingin memberikan informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H