Istilah Aging Society sendiri merupakan istilah yang menggambarkan proses penuaan suatu populasi di suatu daerah berdasarkan rata-rata umur manusia dalam populasi tersebut. Beberapa faktor utama terjadinya fenomena Aging Society adalah meningkatannya harapan hidup usia lanjut dan menurunnya tingkat kesuburan manusia di populasi mereka. Ketika manusia memasuki era millennial, peristiwa ini menjadi sealah satu isu sosial yang cukup mengkhawatirkan bagi Negara-negar maju. Sebagai contoh, Jepang, Amerika Serikat, Serta Negara-negara di kawasan Eropa adalah daftar Negara-negara dengan Aging Society yang tertinggi. Permasalahan ini berbanding terbalik dengan Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Brazil, dan India yang justru menyimpanan bonus demografi dengan limpahan Sumber Daya Manusia dengan usia produktif yang tentunya lebih siap menyongsong masa depan daripada Sumber Daya Manusia dengan usia lanjut yang tentunya tidak lagi se produktif kaum muda. Isu ini kemudian menjadi sangat penting bagi Negara-negara yang mengalaminya, dimana di zaman persaingan global seperti ini tentunya Negara sangat mengharapkan generasi yang produktif agar dapat menjadi asset yang menghadirkan keuntungan besar bagi Negara. Kaum / generasi muda tentu sangat dibutuhkan, ditambah dengan terus meningkatnya pengetahuan manusia di bidang teknologi yang kemudian akan menghadirkan perkembangan teknologi, dan para pemuda/I bangsa lah yang tentunya lebih relavan dalam mengahdapi hal tersebut.Â
   Jika dilahat dari setiap isu Aging Society yang terjadi di Negara-negara yang disebutkan, maka indikasi penyebabnya selalu memiliki kesamaan. Ya, menurunnya angka kesuburan serta meningkatnya harapan hidup para lansia menjadi faktor utama, namun penyebab kedua hal tersebut sedikit berbeda. Mungkin Negara-negara kawasan Eropa serta Amerika Serikat sama, dimana turunnya tingkat kesuburan sebagian besar disebabkan oleh pernikahan sesama jenis, maka di jepang adalah dimana masyarakat di Jepang terkenal dengan enggan menikah dan lebih cenderung memilih hidup tanpa ikatan. Dari faktor-faktor tersebut tentunya memiliki banyak sekali pennjabaran yang lebih lagi, serta tentunya tiap-tiap Negara memiliki kebijakannya sendiri dalam mengatasi hal tersebut. Namun karena pada tulisan ini, fokus saya adalah tentang Uni Eropa maka tentunya arah dari tulisan ini akan tetap berfokus pada Uni Eropa. Sedikit penjelasan bahwa bukan berarti tiap Negara yang berada di Eropa merupakan bagian dari Uni Eropa, setidaknya saat ini ada 26 Negara yang menjadi anggota Uni Eropa. Antara lain, Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Jerman, Perancis, Hongaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lituania, Luksemburg, Malta, Polandia, Portugal, Rumania, Siprus, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, dan Yunani.Â
   Uni Eroapa atau European Union adalah organisasi suprnasional yang terdiri dari beberapa Negara di kawasan Eropa dengan tujuan persamaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Organisasi yang dibentuk pada 1 November 1992 ini merupakan implementasi kerjasam kawasan yang memiliki andil besar bagi dunia. Dalam perjalananya Uni Eropa memiliki banyak sekali tantangan dan isu-isu yang terjadi baik di bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial. Namun dari bebrapa isu tersebut saya sangat tertarik membahas isu sosial Aging Society yang terjadi di Uni Eropa. Bagi Uni Eropa sendiri, indikasi golongan usia lanjut ada pada kisaran 65 tahun keatas sedangkan 55-65 digolongkan sebagai usia tua yang beum mencapai lanjut, dan usia dibawahnya digolongkan memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi. Berdasarkan catatan dari Eurostat Aging Society Uni Eropa mulai menanjak sejak 2001 dengan usia 55 tahun keatas yang terus mengalami peningkatan dibandingkan usia di bawahnya. Kemudian diperkirakan akan mengalami peningkatan sebanyak 90,5 juta pada awal tahun 2019 menjadi 129,8 juta pada 2050. Dan untuk gender sendiri, terdapat ketimpangan pada Aging Society Uni Eropa ini, dimana populasi perempuan lebih banyak daripada populasi laki-laki, dimana dikisaran usia 85 tahun menunjukkan ketimpangan paling besar.Â
   Dengan data seperti ini tentunya sangat mengkhawatirkan bagi Uni Eropa itu sendiri, dimana proyeksi masa depan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menjaga konsistensi dan eksistensi Uni Eropa di masa mendatang. Dan Sumber Daya Manusia yang produktif merupakan salah satu jawaban dalam mengatasi hal tersebut. Dengan data tersebut juga maka kan ditemui ketimpangan di mana pada usia tersebut tentunya tingkat kesuburan manusia telah jauh berkurang, padahal hal ini sangat dibutuhkan dalam mengatasi Aging Society ini. Ditambah rata-rata bangsa Eropa yang memiliki harapan hidup tinggi menyebabkan ketimpangan menjadi lebih besar. Maslah tidak berhenti di situ karena pernikahan sesame jenis juga menjadikan Aging Society ini semakin buruk. Tentu sebagai makhluk biologis dengan hakikat bahwa laki-laki dengan anugerah yang diberikan Tuhan yaitu sperma memiliki ketergantungan terhadap perempuan yang diberikan anugerah berupa sel telur, dimana pembuahan sel telur oleh sperma melalu alat kelamin yang terdapat pada laki-laki dan perempuan yang kemudian menghasilkan kehidupan baru dan melanjutkan generasi manusia itu sendiri. Namun sifat alami manusia sebagai manusia yang diberikan perasaan dan pikiran akan selalu menimbulkan berbagai kontradiksi hakikat manusia itu sendiri. Yang harusnya manusia menjalin hubungan normal dengan lawan jenis, berbalik menjalin hubungan dengan sesame jenis yang pada akhirnya menghambat regenerasi manusia itu sendiri dan terjadi lah Aging Society. Sebagai manusia kita tidak memilik hak menghakimi atau memberikan pernyataan semena-mena bagi orang-orang yang melakukan hubungan sesame jenis ini, karena pada kasu seperti ini banyak sekali penyebab di belakangnya. Entah itu penyakit bawaan, trauma karena kekerasan, dan lain-lain.Â
   Mengacu pada teoritis Feminis yang tentunya hal ini banyak digaungkan oleh orang-orang yang melakukan hubungan sesame jenis kita kan mengetahui bahwa ada hal yang sebenarnya sebagai manusia yang memliki perasaan kita juga akan menaruh simpati pada orang-orang tersebut. Dimana mereka biasanya akan menjadikan teori Feminis liberal dimana pada teori ini kaum perempuan merasa superioritas laki-laki yang kemudian biasanya disebut patriaki merupakan hal yang harus dihapuskan, dengan demikian maka kaum perempuan akan menerima hak yang sama dalam kehidupan. Berdasarkan teori ini juga kemudian menjadikan para penyuka sesame jenis berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama di segala aspek kehidupan begitu juga masalah sexualista. Dimana tiap perempuan bebas memilih berhubungan intim dengan siapa dan begitupun para pria, mereka mengklaim bahwa sex normal tidak seharusnya selalu merupakan pembuhaan Rahim mealalu alat kelamin pria ( penis ) ke alat kelamin perempuan ( vagina ). Hal ini kemudian didukung perkembangan dunia biologis dimana telah di temukan bagaimana cara meletakkan sperma kedalam rahim tanpa melalui hubungan aalat kelamin pria dan alat kelamin perempuan.Â
   Pada dasarnya penghapusan atau pun pengecaman kaum perempuan terhadap patriaki yang muncul akibat superiritas laki-laki merupakan hal yang wajar dimana, terkadang patriaki melahirkan kekerasan terhadap manusia yang kemudian tentu berpengaruh pada trauma dan terjadi lah lesbian atau hubungan sesam perempuan. Jika dilihat bahwa teori feminis pada awalnya mengacu pada perempuan namun akhirnya laki-laki juga menggunakannya dengan alasan kebabasan Hak Asasi Manusia. Dari beberapa pernyataan orang-oramh penyuka sesame jenis biasaya mengatakan bahwa hubungan sesama jenis memiliki tingkat emosional yang cenderung stabil daripada berhubungan dengan lawan jenis, adanya perbedaan gender terkadang membangkitkan egoisme sala satu pihak. Ya, pada akhirnya kita sebagai manusia tidak bisa mengkalim bahwa mereka sepenuhnya salah.Â
   Kembali ke Aging Society Uni Eropa yang dimana pernikahan sesama jenis menjadi maslah utama, lantas mengapa seakan Uni Eropa mebebaskan hal tersebut. Jika kita lihat berdasarkan data bahwa dari kurun waktu 2001 hingga 2019 ada 15 Negara di Eropa yang melegalkan pernikahan sesame jenis antara lain, Belanda ( 2001 ), Belgia ( 2003), Spanyol ( 2005), Norwegia ( 2009), Swedia ( 2009), Portugal ( 2010), Islandia ( 2010 ), Denmark ( 2012 ), Perancis ( 2013), Inggris ( 2014), Irlandia ( 2015), Malta ( 2017 ), Jerman ( 2017), Finlandia ( 2017), Austria ( 2019 ). Dimana dari negar-negara tersebut hanya Norwegia, Islandia, dan Inggris ( keluar dari Uni Eropa Pada 2020) yang bukan anggota Uni Eropa. Sedangkan Negara anggota Uni Eropa yang tidak melagalkan pernikahan sesame jenis antara lain, Luxemburg, Bulgaria, Hongaria, Slovakia, Slovenia, Yunani, Republik Ceko, Estonia, Lituania, Siprus, Italia, Rumania, dan Malta. Inilah mengapa angka Aging Society Uni Eropa begitu besar, kemudia dimana Uni Eropa yang berdiri dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia tentunya tidak bisa berbuat banyak. Dimata dunia Uni Eropa sangat terkenal dengan pengukuhan akan HAM itu sendiri, dan tentunya orang-orang yang melakukan pernikahan sesame jenis akan berdiri diatas HAM tersebut. Mau tidak mau Uni Eropa tentunya akan meberikan hak mereka, jika tidak maka nama Uni Eropa akan tercoreng dan tentunya akan membawa dampak buruk bagi Uni Eropa.Â
   Dengan demikian kebijakan Uni Eropa akan bergantung dengan pemanfaatan para imigran. Uni Eropa sendiri terkenal sebagai tempat yang paling banyak dituju oleh para imigran, dan hal itu sejalan dengan kebijakan Uni Eropa dalam masaalah imigrasi. Selain dapat membantu para imigran mendapatkan keamanan tentunya Uni Eropa bisa memanfaatka para imigran tersebut sebagai salah satu solusi untuk mengatasi Aging Society yang terjadi. Pemanfaatan ini bisa berupa peningkatan Sumber Daya Manusia yang produktif melalui para imigran yang masuk ke kawasan Uni Eropa, orang-orang itu bisa dimanfaatkan sebagai para pekerja demi menopang kemajuan bagi Uni Eropa dan diharapkan bisa menjadi regenerasi bagi Uni Eropa. Oleh karena itu kebijakan tentang imigran yang dibuat oelh Uni Eropa selalu mengalami perbaikan dari masa ke masa demi menncapai keuntungan yang diinginkan, melalu kebijakn yang tertuang dalam CEAS ( Commun European System ) Uni Eropa terus melakukan pembenahan mulai dari peneyeleksian imigran, penempatan, serta kebijakan lainya. Kemudian dalam menangani Aging Society yang terus menerus menunjukkan peningkatan pada 2018 Uni Eropa membuat kebijakan tentang European Imigration Pact sebagai kebijakan lanjutan CEAS yang dikhusukan untuk menyelesaikan maslah Aging Society dan menstabilkan beban ekonomi dan sosial yang kadang dipicu oleh imigran itu sendiri.Â
   Meskipun perencanan dan kebijakn Uni Eropa sudah sering mengalami peningktan dan perbaikan akan ada saja isu sosial lainnya yang berkaitan dengan imigran. Dimana pembludakan penduduk, ancaman terorisme, perseteruan sosial, dan lain-lain menajdi masalah baru bagi Uni Eropa itu sendiri. Dan hal ini tentunya akan memiliki dampak kenyamanan bagi masyarakat Negara-negara anggota Uni Eropa, meskipun pada dasarnya kebijakan yang dibuat di Uni Eropa tidak menjadikan Negara-negara anggotanya harus selalu mengacu pada kebijakan tersebut melainkan tiap Negara anggota Uni Eropa juga memiliki hak menerapkan kebijakan Negaranya masin-masing, manun pengaruh dari kebijkan di Uni Eropa tetap saja memiliki pengaruh besar bagi tiap Negara anggota. Hal ini terbukti ketika Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa pada 31 Januari 2020 yang dimana maslah isu sosial akan imigran yang mempengaruhui aktivitas sosial Inggris, meski ada beberapa faktor lainnya tapi setidaknya masalah imigran juga mempengaruhi keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Pada akhirnya Uni Eropa akan mengalami kebimbangan tentunya dimana pemanfaatan imigran yang diharapkan menjadi solusi malah menimbulkan isu sosial baru, namun pada akhirnya Uni Eropa akan terus melakukan perbaikan dalam mengatasi maslah Aging Society dan pemanfaatan migrasi akan tetap menjadi prioritas utama bagi Uni Eropa.Â
Kebijakan Uni Eropa Terkait Isu Sosial : Aging Society