Klaten* - Musim penghujan sering kali dikaitkan dengan wabah DBD (Demam Berdarah Dengue). Wabah ini datang dari gigitan nyamuk Aedes Aegypti atau yang biasa kita kenal dengan sebutan nyamuk DBD.
Nyamuk DBD ini sangat mudah untuk berkembang biak di genangan air yang jarang tersentuh, khususnya di tempat yang lembab dan kotor seperti tempat sampah.
Sayangnya, di Indonesia sendiri masih ada banyak tempat pembuangan sampah desa yang menumpuk dan tidak terurus. Hal ini tentunya bisa memicu peningkatan angka wabah DBD.
Berdasarkan hasil observasi, salah satu fenomena penumpukan sampah ini juga dijumpai oleh mahasiswa UNNES GIAT 10 di Desa Tulung, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Menurut keterangan Kepala Desa Tulung, Heri Iswadi, menumpuknya sampah di tempat pembuangan tersebut diakibatkan oleh kurangnya armada truk pengangkut sampah yang datang untuk mengambil sampah tersebut.
"Sampahnya banyak, tapi armadanya kurang, jadi kadang pas ngambil masih sisa," tutur Heri kepada tim UNNES GIAT 10 Desa Tulung, Sabtu (7/12/2024).
Sebelumnya, langkah pencegahan wabah DBD melalui genangan air dan tempat sampah tentunya sudah dilakukan sejak lama di Indonesia. Diantaranya yaitu dengan menerapkan program 3M (Menguras, Mengubur, dan Menutup), dan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk mengurangi jumlah sampah.
Menilai dari hasil kedua program tersebut yang masih belum cukup untuk mengurangi jumlah sampah di Desa Tulung, tim mahasiswa UNNES GIAT 10 Desa Tulung mencoba untuk memberikan jalan keluar lain. Salah satunya yaitu dengan mengolah sampah rumah tangga, khususnya sampah organik dari hasil sisa memasak.
Sampah organik dari hasil kegiatan memasak seperti daun, batang, tangkai, hingga kulit dari sayuran nyatanya masih bisa diolah kembali menjadi pupuk organik cair (POC).