1. Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits dhaif tidak bisa dijadikan hujjah, terutama untuk hukum halal dan haram.
2. Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits dhaif bisa digunakan sebagai hujjah, misalnya dalam fadhailul amal.
3. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa hadits Dhaif tidak bisa diamalkan
4. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hadits dhaif bisa dijadikan landasan hukum
5. Imam Ahmad bin Hanbal dan Abu Daud berpendapat bahwa hadits dhaif bisa diamalkan secara mutlak, jika tidak ada hadits lain yang menerangkannya
Contoh-contoh hadits dhaif
1. Diriwayatkan oleh Umar bin Rasyid dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang sholat 6 rakaat setelah sholat maghrib dan tidak berbicara sedikit pun di antara sholat tersebut, maka baginya sebanding dengan pahala ibadah selama 12 tahun.”
Menurut imam Bukhari hadits ini termasuk hadits dhaif karena sanadnya sangat lemah. Bahkan Ibnu Hibban menjelaskan bahwa dalam riwayat lain Umar pernah memalsukan hadits atas nama Malik dan Ibn Abi Dzib.
2. Diriwayatkan oleh Juraisy an-Nahdy dari seorang laki-laki Bani Sulaim, Rasulullah bersabda, “Puasa itu setengahnya kesabaran dan kesucian itu setengahnya iman.”
Imam Ibunul Maidi dalam kitab Tahdibut Tahdzin, sanad hadits ini dikatakan dhaif. Sebab, Juraisy Bin Kulaib adalah seorang mahjul atau tidak dikenal.
3. Diriwayatkan oleh Anas Radhiyallahu anhu adalah Nabi shalallahu alaihi wasallam berdoa agar bertemu dengan bulan Ramadhan, maka saat beliau sudah berada di bulan Rajab, beliau berdoa: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta temukanlah kami dengan bulan Ramadhan”