Belakangan ini, e-sport mulai dilirik sebagai ajang kompetisi bergengsi dengan oportunitas kegemaran yang sangat tinggi oleh kalangan pemuda. Fenomena memainkan gim secara berkelompok sendiri telah berkembang sejak menjamurnya warung internet gaming di Indonesia.
Bagaimana tidak, masuknya era digital secara global membuat transformasi gaya hidup masyarakat berubah, termasuk di dalam dunia entertainment.
Meskipun demikian, aktivitas bermain gim masih sering mendapat stigma kurang baik dari kalangan generasi tua. Banyak yang masih beranggapan bahwa bermain gim itu hanya membuang-buang waktu.
Kehadiran industri e-sport justru membuat paradigma masyarakat awam akan gim menjadi bergeser berkat raihan prestasi yang diperoleh dari kompetisi-kompetisi bergengsi di skala internasional. Bahkan, gim dapat menjadi sumber penghasilan berkat berkembangnya industri e-sport yang dapat mengalokasikan hal tersebut menjadi kegiatan bermanfaat dan berprofit.
Adaptasi masyarakat terhadap e-sport juga nampak tidak terlalu lama. Mengingat sejak sebelum era digitalisasi masuk di bumi pertiwi, permainan tradisional yang berkembang di Indonesia sendiri cenderung dimainkan secara berkelompok. Kompetisi dari permainan kelompok itupun juga sangat digemari oleh masyarakat, seperti pada acara 17 Agustusan, dan lain lain.
Esensi e-sport pun tidak memiliki perbedaan yang berarti bila ditinjau dari permainan kelompok lain. Para pemain membutuhkan keterampilan dan disiplin yang sama, dapat membantu meningkatkan keterampilan sosial dan komunikasi, serta membentuk komunitas yang positif di masyarakat.Â
Memang, seperti halnya adiksi lain, e-sport juga memiliki dampak negatif yang tidak bisa dianggap remeh. Kecanduan e-sport dapat menyebabkan ketergantungan pada video gim dan mempengaruhi kesehatan mental serta fisik pemain. Bahkan, banyak dari streamer yang lupa waktu sampai harus dibawa ke rumah sakit akibat kecanduannya terhadap e-sport hingga melupakan aktivitas sehari-hari.
Pada kompetisi e-sport sendiri, keadaan mental para pemain dapat menjadi tidak stabil dan akan semakin memuncak bila kompetisi tersebut membawa hasil kosong. Keseimbangan aktivitas di dunia maya dan realita harus dipertahankan untuk mengendalikan efek buruk dari e-sport.Â
Bila dipandang dari kacamata ekonomi, e-sport memiliki segudang potensi untuk berkembang menjadi sebuah industri yang besar. Masifnya digitalisasi di segala lini membuat popularitas gim-gim dalam permainan e-sport seperti League of Legends dan Dota 2 memiliki basis pemain yang sangat besar.
Adanya pembelian dalam gim, merchandise, hingga ajang kompetisi membuat e-sport dapat menghasilkan pundi-pundi uang. Hal ini dapat mempercepat laju perputaran ekonomi yang signifikan dalam kemajuan suatu bangsa yang terdigitalisasi.Â
Akan tetapi, e-sport sebagai suatu ajang kompetisi bergengsi yang baru saja berkembang ini masih perlu pembenahan masif. Perlu digaris bawahi bahwa pelaksanaan e-sport sebagai suatu kompetisi di Indonesia masih belum cukup mumpuni.
Pemerintah sebagai pengatur regulasi dapat menjadikan e-sport sebagai olahraga yang lebih terorganisir dan diakui secara luas. Misalnya, perlu adanya standar keamanan dan kesehatan pemain, regulasi industri, dan perlindungan data pemain.Â
Salah satu kejadian yang baru saja terjadi ialah Timnas Indonesia cabang e-sport Valorant memutuskan untuk mengundurkan diri dari pertandingan final SEA Games 2023 dikarenakan timnas Singapura terbukti melakukan kecurangan dengan memanfaatkan bug pada gim.
Permasalahan ini bermula akibat adanya bug pada peta permainan. Lawan (tim Singapura, red) memanfaatkan hal tersebut untuk mengalahkan tim Indonesia yang bermain secara sportif dengan cara menaruh kamera tersembunyi untuk memata-matai musuh di tempat yang tidak dapat dijangkau akibat adanya bug tersebut.
Pergerakan tim Indonesia dapat diketahui oleh lawan sehingga permainan menjadi berat sebelah. Kejanggalan ini segera terendus oleh tim Indonesia. Kecurangan dalam permainan ini membuat tim Indonesia melakukan walk out sebagai bentuk protes atas ketidakadilan tersebut.Â
Terlepas dari bukti kecurangan yang terungkap, panitia SEA Games 2023 cabang olahraga e-sport Valorant memutuskan untuk tidak memberikan sanksi kepada Singapura karena dinilai sebagai pelanggaran yang ringan.
Namun, hal ini bertentangan dengan peraturan resmi dari Riot games untuk Valorant, yang menyatakan bahwa pelanggaran apa pun, termasuk bug abuse, dapat mengakibatkan sanksi seperti banned account atau larangan bermain.
Dengan adanya kecurangan yang terjadi, seharusnya pihak developer dan penyelenggara kompetisi dapat segera tanggap dalam membenahi bug tersebut dan mengesahkan peraturan yang lebih ketat sehingga tercipta keadilan.Â
E-sport merupakan bentuk olahraga yang sah dan dapat memberikan manfaat positif bagi masyarakat. Namun, kita harus memahami dan mengatasi dampak negatif yang mungkin terjadi serta mengembangkan e-sport dengan cara yang terorganisir dan diakui secara luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H