Hal ini, disebabkan oleh mahalnya harga hunian di dekat kawasan perkantoran dan kampus.
Ketiga, minimnya akses ke hunian terjangkau. Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa), sebenarnya, menawarkan solusi dengan menyediakan tempat tinggal yang lebih dekat dengan pusat aktivitas.
Namun, fasilitas ini, belum dimanfaatkan secara maksimal oleh kelompok muda karena kurangnya informasi, stigma sosial terhadap hunian vertikal, atau keterbatasan jumlah unit yang tersedia.
Dampaknya, para generasi muda kehilangan banyak waktu produktif mereka. Energi mereka terkuras hanya untuk menghadapi perjalanan panjang.
Setelah seharian bekerja atau kuliah, rasa lelah, sering kali, memadamkan keinginan mereka untuk melakukan aktivitas fisik, seperti olahraga.
Akumulasi pola hidup ini, menciptakan kondisi tubuh yang kurang bugar, nyeri otot, dan masalah kesehatan lain yang sering diasosiasikan dengan usia lanjut.
Bagaimana Pemprov DKI Jakarta Menyikapi Fenomena Sosial Ini?
Untuk menangani fenomena "remaja jompo", Pemprov DKI Jakarta memiliki peran strategis. Beberapa langkah yang mungkin dapat diambil adalah sebagai berikut:
Pertama, membangun hunian terjangkau yang strategis. Salah satu solusi utama adalah menyediakan hunian yang layak, strategis, dan terjangkau bagi generasi muda.
Contoh keberhasilan langkah ini dapat dilihat pada Rusunawa Pasar Rumput, yang menawarkan akses cepat ke lokasi kerja dan kampus dengan biaya sewa sekitar Rp1.100.000 per bulan.
Dengan fasilitas yang memadai, seperti AC, kipas angin, dan kasur, rusunawa ini menjadi opsi ideal bagi pekerja muda. Namun, skala inisiatif semacam ini perlu diperluas ke wilayah lain supaya dampaknya lebih signifikan.
Kedua, meningkatkan informasi dan edukasi tentang rusunawa. Salah satu tantangan besar adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat tinggal di rusunawa.