Fenomena "remaja jompo" kian mencuat belakangan ini, sebagai isu sosial di kota-kota besar seperti Jakarta.
Istilah ini, merujuk pada kondisi anak muda, khususnya Generasi Milenial dan Gen Z, yang merasa tubuhnya sudah uzur akibat kelelahan fisik dan mental.
Tentu saja, masalah ini, tidak hanya berdampak pada kualitas hidup individu, tetapi juga pada produktivitas masyarakat secara keseluruhan.
Tulisan ini, hendak mengupas tiga aspek utama yang berkaitan dengan fenomena sosial ini: penyebab "remaja jompo" di Jakarta, peran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dalam menangani fenomena ini, dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan solusi yang efektif.
Fenomena "Remaja Jompo" di Jakarta, Apa Sebabnya?
Salah satu penyebab utama dari fenomena "remaja jompo" di Jakarta adalah tingginya waktu tempuh perjalanan.
Banyak penduduk, terutama generasi muda, yang tinggal di kawasan satelit atau pinggiran kota Jakarta, harus menghabiskan waktu dua hingga empat jam setiap harinya untuk perjalanan pulang-pergi (PP) dari rumah ke tempat kerja atau kuliah.
Lamanya waktu tempuh ini disebabkan oleh beberapa hal berikut:
Pertama, kemacetan lalu lintas. Jakarta, dikenal sebagai salah satu kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di dunia.
Sistem transportasi yang masih belum optimal dan kepadatan kendaraan bermotor berkontribusi besar terhadap waktu tempuh yang lama.
Kedua, ketidakseimbangan persebaran hunian dan tempat kerja. Banyak pekerja muda dan mahasiswa yang tinggal di daerah yang jauh dari pusat kota atau lokasi kegiatan mereka.