Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Air di DKI Jakarta Tercemar, Bagaimana Pemprov Menanganinya?

9 Desember 2024   20:40 Diperbarui: 9 Desember 2024   22:02 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga menjala ikan di Danau Elang Laut, Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara | Sumber: Dokumen pribadi/Billy Steven Kaitjily

Permasalahan kualitas air di DKI Jakarta sudah mencapai titik kritis. Sebagai ibu kota negara dan pusat aktivitas ekonomi, Jakarta menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidupnya.

Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah pencemaran air sungai dan air tanah. Dilansir dari mediaindonesia.com, pengamat tata kota, Nirwono Yoga, mengungkapkan bahwa, 90% air sungai hingga air tanah di Jakarta sudah tercemar, terutama oleh bakteri E coli (Escherichia coli).

Situasi ini, menuntut solusi yang mendalam dan berkelanjutan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Dalam tulisan ini, kita akan membahas tiga aspek penting terkait permasalahan ini: kondisi air sungai dan air tanah, penyebab pencemaran, serta tantangan Pemprov dalam menangani masalah tersebut.

Warga menjala ikan di Danau Elang Laut, Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara | Sumber: Dokumen pribadi/Billy Steven Kaitjily
Warga menjala ikan di Danau Elang Laut, Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara | Sumber: Dokumen pribadi/Billy Steven Kaitjily

Kondisi Air Sungai dan Air Tanah yang Tercemar

Sebagaimana kita ketahui bahwa Jakarta, memiliki 13 sungai utama yang membentang di wilayahnya. Sayangnya, sebagian besar dari sungai ini telah berubah fungsi menjadi saluran limbah.

Menurut data terbaru, air sungai di Jakarta hampir sepenuhnya tercemar berat oleh bakteri E coli, dengan tingkat pencemaran yang jauh di atas ambang batas standar air bersih.

E coli, yang berasal dari limbah manusia dan hewan, menjadi indikator pencemaran mikrobiologis yang serius.

Selain itu, air tanah di permukiman padat penduduk pun tidak luput dari pencemaran. Nirwono menjelaskan bahwa, banyak sumur warga di kawasan padat memiliki jarak yang terlalu dekat dengan septic tank, sering kali, hanya berjarak 10-12 meter, bahkan kurang.

Kondisi ini menyebabkan bakteri berbahaya dari septic tank menyusup ke air tanah. Akibatnya, warga Jakarta menghadapi risiko kesehatan serius, jika menggunakan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari tanpa pengolahan yang memadai.

Beberapa penyakit yang timbul dari air terkontaminasi bakteri E coli antara lain: infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih (ISK), infeksi darah atau sepsis, dan penyakit lain seperti pneumonia atau meningitis pada bayi baru lahir.

Karena itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, menyarankan warga tak mengonsumsi lagi air tanah karena hasil kajian Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada 2023 menunjukkan, rata-rata air tanah sudah tercemar. (Sumber: antaranews.com).

Penyebab Pencemaran Air Sungai dan Air Tanah

Pencemaran air di Jakarta bukanlah masalah yang muncul secara tiba-tiba. Berbagai faktor telah berkontribusi terhadap kondisi kritis ini, di antaranya adalah:

Pertama, kurangnya pengelolaan limbah rumah tangga dan industri. Limbah rumah tangga yang tidak dikelola dengan baik, seperti sisa makanan, deterjen, dan limbah manusia, langsung dibuang ke selokan atau sungai.

Di sisi lain, limbah industri yang mengandung bahan kimia berbahaya, sering kali, dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu, memperparah kondisi sungai.

Kedua, kepadatan penduduk yang tidak terkontrol. Jakarta adalah salah satu kota terpadat di dunia, dengan pemukiman padat yang, sering kali, tidak memiliki fasilitas sanitasi yang memadai.

Banyak rumah di permukiman ini memiliki septic tank yang buruk atau bahkan tidak memiliki septic tank sama sekali, sehingga limbah langsung meresap ke dalam tanah.

Ketiga, minimnya ruang terbuka hijau (rth). Jakarta, memiliki RTH yang terbatas, hanya sekitar 9% dari total luas kota, jauh di bawah rekomendasi minimum 30% dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

RTH berfungsi sebagai daerah resapan alami yang membantu menyaring polutan sebelum mencapai sungai atau air tanah. Tanpa RTH yang memadai, pencemaran air menjadi sulit dihindari.

Keempat, praktik pengambilan air tanah berlebihan. Pengambilan air tanah secara masif, baik oleh warga maupun industri, menyebabkan intrusi air laut ke dalam lapisan tanah.

Air tanah yang bercampur air laut ini menciptakan kondisi lingkungan yang lebih mendukung pencemaran.

Tantangan Pemprov DKI Jakarta dalam Mengatasi Masalah

Mengatasi pencemaran air di Jakarta bukanlah tugas yang mudah, tentu saja. Ada beberapa tantangan besar yang harus dihadapi oleh Pemprov DKI Jakarta:

Pertama, peremajaan permukiman padat penduduk. Salah satu solusi yang diusulkan oleh Nirwono adalah membangun hunian vertikal di permukiman padat penduduk.

Namun, proyek ini menghadapi tantangan besar dalam hal pembebasan lahan, pendanaan, dan resistensi masyarakat. Banyak warga yang enggan pindah ke hunian vertikal karena alasan kenyamanan, budaya, atau ketidakpastian masa depan.

Kedua, peningkatan infrastruktur sanitasi. Pemprov perlu menyediakan fasilitas sanitasi yang lebih baik, seperti septic tank komunal atau jaringan pengelolaan limbah terpadu.

Namun, proyek-proyek ini membutuhkan biaya besar dan waktu yang panjang untuk direalisasikan, sementara dampaknya tidak langsung terasa.

Ketiga, penegakan hukum yang lemah. Penegakan hukum terhadap pembuangan limbah ilegal masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Banyak industri yang tetap membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa sanksi yang berarti. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai juga masih rendah.

Keempat, minimnya anggaran dan sumber daya. Anggaran pemprov untuk pengelolaan air dan lingkungan, sering kali, tidak memadai untuk menangani masalah sebesar ini.

Selain itu, kurangnya tenaga ahli di bidang pengelolaan air, juga menjadi kendala tersendiri.

Kelima, koordinasi antarinstansi yang kompleks. Pengelolaan air di Jakarta melibatkan berbagai instansi, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Kurangnya koordinasi antarinstansi, sering kali, menyebabkan kebijakan tidak berjalan efektif di lapangan.

Langkah-langkah yang Dapat Diambil oleh Pemprov

Untuk menghadapi tantangan ini, maka Pemprov DKI Jakarta dapat mempertimbangkan langkah-langkah konkret berikut:

Pertama, edukasi dan kampanye kesadaran masyarakat. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan air melalui kampanye, program edukasi, dan insentif untuk warga yang menggunakan sistem sanitasi yang baik.

Kedua, peningkatan teknologi pengolahan air. Memasang instalasi pengolahan air limbah di kawasan padat penduduk dan memanfaatkan teknologi canggih untuk membersihkan sungai.

Ketiga, pemberlakuan insentif bagi industri. Memberikan insentif pajak bagi industri yang menggunakan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan limbahnya.

Keempat, penguatan penegakan hukum. Memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang mencemari lingkungan, baik individu maupun perusahaan. Terhadap hal ini, Pemprov tidak boleh lemah.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, pencemaran air sungai dan air tanah di Jakarta adalah masalah serius yang memerlukan perhatian semua pihak.

Pemprov DKI Jakarta menghadapi tantangan besar, tetapi dengan pendekatan yang terintegrasi dan kolaboratif, maka permasalahan ini dapat diatasi.

Masyarakat, juga memegang peran penting dalam menjaga kualitas air, mulai dari tidak membuang sampah sembarangan, hingga mendukung kebijakan lingkungan yang berkelanjutan.

Melalui langkah-langkah nyata dan komitmen bersama, Jakarta dapat menuju masa depan yang lebih bersih dan sehat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun