Setiap orang memiliki style menulis yang berbeda-beda. Ada yang menyukai proses menulis dengan perencanaan yang matang, dan ada pula yang menyukai proses menulis yang spontan.
Di artikel kali ini, kita akan mempelajari seperti apa proses menulis dengan perencanaan yang matang dan proses menulis secara spontan. Kita juga akan mempelajari seperti apa kelemahan dan keuntungan dari kedua style menulis ini.
Menulis dengan Perencanaan
Jenis penulisan ini, biasanya, memerlukan persiapan dan perencanaan yang serius. Contohnya, ketika saya membuat buku nonfiksi, saya mesti mengumpulkan bahan dan kemudian meluangkan waktu untuk membacanya.
Proses mengumpulkan dan membaca ini memakan waktu yang cukup lama, belum lagi membuat tulisan yang akan menambah panjang durasi waktu pembuatan buku. Merencanakan, memang, mengasyikkan, tetapi juga membuat capek. Setidaknya, ini yang saya alami, ketika menulis beberapa buku nonfiksi dari tahun 2020 hingga 2023.
Karena itulah, sejak bergabung dengan Kompasiana bulan September 2023 lalu, saya memutuskan untuk pindah style menulis, dari menulis dengan perencanaan yang matang ke menulis secara spontan.
Bukan berarti bahwa, menulis dengan perencanaan tidak mempunyai keuntungan. Menulis dengan terencana, jelas mempunyai keuntungan, salah satunya tulisan yang kita buat jadi lebih rapih, baik dari segi struktur maupun dari segi konten/isi.
Saya mengamati, beberapa Kompasianer yang menulis artikel dengan persiapan yang cukup matang, sehingga sering artikel-artikel mereka masuk Headline, sebut saja Kompasianer Efrain Limbong. Beliau memang jarang menayangkan artikel di Kompasiana, tetapi sekali beliau tayang, maka dapat dipastikan masuk artikel Headline. Itu, karena beliau melakukan persiapan yang matang.
Jadi, kekuatan dari style menulis dengan terencana adalah pada persiapannya. Persiapan adalah kunci untuk kelancaran proses penulisan.
Menulis secara Spontan
Sejak awal saya menulis di Kompasiana, saya telah memutuskan untuk menulis secara spontan tanpa membuat outline. Â Saya biasanya membiarkan jemari ini menari-nari di atas keyboard menuangkan ide yang melayang-layang di kepala. Terkadang, outlinenya, terbayang bersama dengan ide di kepala.
Untuk referensi tulisan, biasanya, saya mencari secara dadakan saat mulai menulis. Misalnya, saat saya menulis mengenai "Menyambangi Pelabuhan Sunda Kelapa: Melihat Fungsinya di Masa Lalu dan Kini," informasi sejarah terbentuknya Pelabuhan Sunda Kelapa, saya cari dadakan.