Selain biaya hidup yang serba mahal, lingkungan Jakarta juga dianggap tidak sehat dari segi kualitas udaranya. Kalau alasan yang satu ini, memang, tidak bisa kita pungkiri.
Menurut laporan Kompas.com, Jakarta sempat menempati posisi kedua dari 10 kota dengan kualitas terburuk di dunia, Jumat 17 Mei 2022. Posisi pertama ditempati oleh Johannesburg, Afrika Selatan.
Selain masalah biaya hidup, polusi udara, alasan lain yang membuat orang-orang tidak tertarik untuk tinggal di Jakarta adalah masalah banjir. Setiap kali musim hujan, Jakarta selalu dikepung banjir.
Masalah kemacetan juga menjadi alasan utama orang tidak tertarik tinggal di Jakarta. Bagaimana tidak, hampir setiap hari warga Jakarta mengalami macet.
Kemacetan Jakarta, biasanya terjadi pada pagi hari, yakni saat warga berangkat kerja dan pada sore hari, yakni saat warga pulang kerja.
Wajar saja, karena Jakarta termasuk salah satu kota berpenduduk terpadat di Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 11.249.585 jiwa pada bulan Juni tahun 2022.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta pernah memprediksi jumlah pendatang baru setelah libur Idul Fitri 2023, yaitu sebesar 27.478 pendatang. Jadi, kemacetan tidak bisa terhindarkan.
Alasan lain barangkali adalah budaya yang serba cepat. Jakarta adalah kota profesional, sehingga budaya masyarakatnya adalah serba cepat, dan serba buru-buru.
Saya mengalaminya di berbagai tempat seperti di halte kendaraan umum, mal, cafe, hingga lingkungan perkantoran dan sekolah. Budaya ini, kurang cocok dengan orang-orang dari luar Jakarta yang terbiasa slow life.
Nah, itu dia, beberapa alasan mengapa orang-orang tidak ingin lagi tinggal di Jakarta. Anehnya, meskipun Jakarta mempunyai banyak kekurangan, masih saja ada orang yang tetap ingin tinggal di Jakarta, salah satunyanya saya.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa saya masih tetap ingin tinggal di Jakarta, sekalipun ke depannya Jakarta bukan lagi menjadi ibu kota negara Indonesia.