Bagi saya, Jelajah Sepeda Manado-Makasar bukan semata-mata tentang eksplorasi alam Nusantara, tetapi sebuah kegiatan yang memanusiakan manusia melalui aksi sosial.
Hari ini, 22 Januari 2024, sehabis mengantarkan istri bekerja, saya kembali ke kontrakan. Kebetulan, Senin adalah jadwal saya libur kantor, jadi saya bisa bersantai-santai di rumah seharian.
Karena tidak mau melewati hari ini dengan bermalas-malasan tanpa aktivitas apa pun, saya memutuskan untuk membaca buku. Jujur, belakangan ini, saya sudah jarang membaca buku.
Saya lebih sering membaca artikel teman-teman Kompasianer di Kompasiana. Nah, saya ingin membangkitkan kembali semangat membaca buku yang sempat menurun.
Buku yang saya baca hari ini berjudul Pesona Jantung Nusantara Jelajah Sepeda Manado-Makasar. Buku ini saya beli tahun lalu dalam acara buka gudang Gramedia di Jl. Panjang, Kb. Jeruk, Jakarta Barat.
Memang, saya sempat membacanya di akhir tahun lalu, tapi tidak selesai. Mumpung masih awal tahun, saya ingin menyelesaikan pembacaannya.
Buku yang dieditorial oleh Jannes Eudes Wawa ini, merupakan reportase tentang kegiatan Jelajah Sepeda Manado-Makasar yang diselenggarakan oleh Harian Kompas yang bekerja sama dengan Pertamina.
Sebagaiman yang dituliskan dalam buku ini bahwa, tujuan dari jelajah Nusantara dengan sepeda adalah memotret potensi daerah dengan cara bersepeda.
Membaca buku ini, saya seolah-olah dibawa berkeliling Pulau Sulawesi untuk melihat dan menikmati pesona alam dan budaya masyarakat Sulawesi.
Jelajah Sepeda Manado-Makasar 2014 dilaksanakan selama 14 hari (2 minggu), dimulai dari Manado-Amurang-Lolak-Boroko-Gorontalo-Marisa-Ampana-Poso-Pendolo-Tomoni-Palopo-Rantepao (Toraja)-Pinrang-Pangkejene, dan berakhir di Makasar.
Penjelajahan Pulau Sulawesi dari utara ke selatan dengan sepeda ini dibagi menjadi 14 etape dengan jarak tempuh 1.500 km. Seumur-umur, saya belum pernah mengayuh sepeda sejauh ini.
Tentu saja, perjalanan ini tidak mudah bagi para peserta Jelajah Sepeda Manado-Makasar 2014. Saya membaca beberapa orang peserta mengalami kecelakaan, karena kondisi jalan yang berkelok-kelok. Ada pula yang kecapean karena cuaca yang sangat panas.
Sulawesi memang panas banget, ini saya alami ketika berkunjung ke Palu-Poso-Beteleme sekitar tahun 2012 silam.
Meskipun kondisi jalan dan cuaca ekstrim, tidak mematahkan semangat para peserta Jelajah Sepeda Manado Makasar 2014. Kelelahan mereka juga terbayar, ketika menyaksikan panorama pesisir pantai Sulawesi dan rumah tradisional Toraja (tongkonan).
Saya yang membaca turut larut dalam keindahan alam dan budaya masyarakat Sulawesi.
Yang menarik perhatian saya adalah adanya bakti sosial yang dilakukan oleh tim Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) di beberapa daerah.
Bakti sosial yang diadakan DKK berupa pengecekan kesehatan untuk 2.000 orang, khinatan gratis untuk 100 orang, dan pembagian kacamata gratis untuk 100 orang -- sebuah kegiatan yang mulia.
Dengan demikian, bagi saya, kegiatan Jelajah Manado-Makasar dengan sepeda bukan semata-mata tentang eksplorasi alam Nusantara, tetapi sebuah kegiatan yang memanusiakan manusia melalui aksi sosial.
Maka, tidak berlebihan, apabila saya mengatakan bahwa, buku ini adalah buku terbaik yang saya beli tahun 2023 lalu.
Bagi kalian yang menyukai dunia traveling, saya sangat merekomendasikan buku Pesona Jantung Nusantara Jelajah Sepeda Manado-Makasar ini.
Percayalah, kalian gak bakal rugi membelinya kok. Saya, bahkan tertarik mengoleksi buku lain yang berjudul Dari Nol Kilometer Merajut Nusantara Jelajah Sepeda Sabang-Padang.
Nah, itu dia, sedikit ulasan mengenai buku Pesona Jantung Nusantara Jelajah Sepeda Manado Makasar. Bagaimana, kalian tertarik untuk mengoleksinya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H