Indonesia adalah negara yang kaya dengan keberagaman. Keberagaman suku, agama, budaya, bahkan alam. Shingga, menarik banyak orang untuk mengunjungi negara ini. Salah satu ketertarikan yang belum tentu dimiliki oleh negara lain adalah sektor pariwisata bahari.
Menurut Sayogi dan Demartoto, sektor pariwisata bahari ini menjadi destination branding yang dimiliki Indonesia. Artinya, wisata-wisata bahari yang dimiliki Indonesia hari ini sudah bisa menjadi daya jual dan menarik para wisatawan mancanegara untuk mengeksplore lebih jauh keindahan bahari yang dimiliki Indonesia.
Salah satu pulau yang menurut saya sangat potensial menjadi objek wisata bahari adalah Pulau Pari di Kepulauan Seribu. Hal ini dikarenakan Pulau Pari sendiri memberikan pemandangan alam yang luar biasa dengan hamparan pasir putih, air laut yang jernih, hutan bakau yang rimbun, dan panorama bawah laut yang indah.
Sayangnya, semua keunggulan bahari yang dimiliki pulau mungil ini belum dioptimalkan dengan baik oleh masyarakat setempat maupun pemerintah daerah. Dari pengamatan saya selama berlibur di Pulau Pari pekan lalu, saya mendapati setidaknya ada 5 aspek yang perlu dioptimalkan, yaitu aspek sosial, ekonomi, ekologi, infrastruktur, dan kelembagaan. Kelima aspek ini akan diuraikan sebagai berikut.
1. Aspek Sosial
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Neksidin, dkk., menyatakan kalau mayoritas masyarakat di Pulau Pari berpendidikan rendah, yakni SD 67%, SMP 8%, SM 17%, sedangkan perguruan tinggi 2%. Meskipun demikian, mayoritas warganya bersikap ramah terhadap wisatawan. Ketika kami bertanya tentang lokasi Pantai Rengge Pantai Bintang ke bebarapa warga yang kami temui di jalan, mereka dengan senang hati menunjukkan lokasi pantai kepada kami.
Pada dasarnya, warga Pulau Pari sangat ramah. Justru, yang tidak ramah itu adalah para wisatawan. Selama 4 berlibur di Pulau Pari, hampir setiap hari kami mendengar kata-kata kotor dari para wisatawan muda. Kebiasaan buruk ini apabila dibiarkan, akan merusak budaya ramah masyarakat setempat. Lambat laun, mereka juga akan berbicara kotor.
Karena itu, saya kira, perlu sekali diberikan edukasi terkait tata krama kepada para wisatawan yang datang berwisata di Pulau Pari. Interaksi sosial yang baik antara wisatawan dan warga lokal, akan mendukung keberlanjutan wisata bahari di Pulau Pari.
2. Aspek Ekonomi
Mayoritas masyarakat di Pulau Pari terlibat dalam usaha wisata bahari, seperti usaha warung makan dan home stay. Ketika saya berkeliling dengan sepeda, saya melihat banyak sekali rumah warga yang dijadikan home stay, meskipun dengan modal sendiri.
Keterlibatan anggota keluarga dalam usaha wisata bahari di Pulau Pari, jelas memengaruhi perekonomian masyarakat setempat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Neksidin, dkk., menyatakan kalau 79 responsen mengakui terjadi perubahan pendapatan, yakni dari yang semula pendapatan hanya didapat dari budi daya rumput laut dengan perputaran uang yang cukup lam, sekarang hanya dalam waktu 1 pekan warga bisa memperoleh keuntungan yang lebih besar, sehingga menutup kebutuhan rumah tangga.
Namun, barangkali, yang perlu ditingkatkan pada aspek ekonomi adalah produksi kuliner oleh-oleh Pulau Pari. Sejauh kaki melangkah, saya nyaris melihat makanan khas Pulau Pari yang dijual, kecuali telur gulung. Padahal, Pulau Pari memiliki kekayaan laut seperti rumput laut dan ikan. Mengapa tidak coba membuat bakso ikan, kerupuk ikan, ikan asin, atau dodol dari rumput laut?
Barangkali, perlu ada pelatihan khusus kepada pelaku UMKM di Pulau Pari terkait pengolahan hasil laut menjadi kuliner khas Pulau Pari, sehingga dapat meningkatkan sektor ekonomi masyarakat setempat. Kestabilan ekonomi sangat perlu untuk mendukung keberlanjutan wisata bahari di Pulau Pari.
3. Aspek Ekologi
Pulau Pari memiliki potensi wisata yang sangat menarik, seperti pantai pasir putih, hutan bakau, dan pesona bawah laut. Dari pengamatan saya, aspek ekologi di Pulau Pari cukup terjaga. Meskipun ada sampah plastik yang bertebaran setiap kali air pasang, namun para petugas pantai siap siaga untuk membersihkannya.
Menurut seorang penjaga Pantai yang saya wawancarai, sampah plastik yang hanyut ke Pulau Pari adalah kiriman dari Jakarta. Sampah-sampah plastik yang terkumpul, selanjutnya akan dikirim menggunakan kapal ke Jakarta.
Ketimbang dikirim ke Jakarta, lebih baik sampah plastik dikelola sendiri oleh masyarakt Pulau Pari. Sebelumnya, masyarakat Pulau Pari pernah diberikan pelatihan mendaur ulang sampah plastik laut oleh civitas akademi Progam Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Menurut laporan tribunnews.com., pelatihan mendaur ulang sampah laut itu digelar selama 2 hari di Pantai Perawan dan diikuti oleh 80 orang.
Namun, nampaknya saat ini, sampah-sampah itu tidak didaur lagi oleh masyarakat. Sampah-sampah laut dikirim balik ke Jakarta. Padahal, kalau mau diseriusin, olahan sampah plastik itu bisa menjadi pernak-pernik khas Pulau Pari, misalnya, yang bisa dijual kepada para wisatawan.
Dari sisi ekologi, saya kira yang perlu dioptimalkan adalah pengadaan terumbu karang buatan di Pantai Pasir Perawan, Pantai Rengge, dan Pantai Bintang. Ketiga pantai ini didominasi oleh pasir dan hutan bakau, itu sebabnya biota laut dan ikan karang jarang ditemukan, kecuali di air dalam yang berkarang. Kesehatan ekologi sangat perlu untuk keberlanjutan wisata bahari di Pulau Pari.
4. Aspek Insfrastruktur
Aspek infrastruktur merupakan aspek yang cukup berpengaruh terhadap keberlanjutan wisata bahari di Pulau Pari. Beberapa atribut yang dianggap memengaruhi wisata bahari di Pulau Pari ialah ketersediaan jalan, fasilitas kesehatan, sarana listrik, home stay, toilet umum, dan tempat pembuangan sampah sementara.
Dari atribut-atribut yang disebut tadi, yang belum memadai menurut saya adalah akses jalan menuju Pantai Rengge. Pantai yang berjarak kurang lebih 1 km ini belum diaspal atau disemen, sehingga mempersulit wisatawan yang berkunjung. Saya terpeleset sebanyak 2 kali saat berkunjung ke Pantai Rengge ini.
Dengan demikian, untuk keberlanjutan aspek infrastruktur, atribut ketersediaan jalan ke Pantai Rengge perlu dibangun, agar memperlancar perjalanan wisatawan ke Pantai Rengge. Juga, perlu penambahan toilet umum di Pantai Rengge, sebab baru ada 2 toilet di Pantai Rengge. Kelengkapan infrastruktur penting guna mempertahankan keberlanjutan wisata bahari di Pulau Pari.
5. Aspek Kelembagaan
Aspek terakhir adalah aspek kelembagaan. Aspek ini dianggap berperan cukup besar dalam menentukan keberlanjutan pengelolaan wisata bahari di Pulau Pari. Tanpa kelembagaan yang baik, yaitu dukungan dari pemerintah, mustahil tercapai pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan.
Dari wawancara saya dengan penjaga pantai, didapati bahwa wisata bahari di Pulau Pari belum mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah. Sejauh ini wisata bahari dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat, sehingga tidak heran infrastrukturnya belum begitu memadai.
Demi mencapai pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan, diperlukan peran serta masyarakat dan pemerintah, supaya semua atribut berfungsi dengan optimal. Dengan begitu, Pulau Pari, Kepulauan Seribu dapat menjadi destinasi wisata bahari yang lebih unggul dan berkelanjutan, menarik lebih banyak wisatawan, serta memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H