Maluku terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya, seperti cengkih dan pala. Itulah yang menarik perhatian bangsa Eropa untuk datang ke Maluku. Salah satu wilayah di Maluku yang didatangi bangsa Eropa (Portugis, Inggris, dan Belanda) adalah Pulau Saparua, Maluku Tengah. Di Pulau yang berukuran 247 km ini, dibangun sebuah benteng yang berfungsi untuk menjaga wilayah Saparua dan menjadi tempat pemerintahan sementara Vereenigde Oostindische Compagnie (selanjutnya disingkat VOC).
Benteng ini dibangun pertama kali oleh bangsa Portugis pada tahun 1676, lalu direbut oleh bangsa Belanda dan dibangun kembali oleh Gubernur Ambon saat itu, Nicolaas Schaghen, pada tahun 1691. Konon, nama benteng tersebut, diberi nama oleh sang Gubernur sesuai nama negeri kelahirannya di Belanda. Duursteda sendiri memiliki arti "kota mahal."
Tanpa berlama-lama, yuk mari kita eksplorasi lebih jauh peninggalan sejarah dari bangsa Portugis dan Belanda berupa benteng ini. Pertama-tama, kita akan melihat apa saja yang ada di dalam benteng Duurstede. Lalu, dari situ, kita akan kembali sejenak ke masa lalu untuk melihat peristiwa kelam di balik benteng tersebut. Pada bagian akhir artikel ini, saya akan memberikan beberapa petunjuk untuk menuju ke Benteng Duurstede dan beberapa saran perbaikan.
Ada Apa di dalam Benteng Duurstede?
Bangunan yang kini berusia 400 tahun itu, didirikan di atas bukit karang setinggi 20 kaki dari permukaan air laut dengan luas 3.970 meter persegi. Tinggi benteng adalah 5 meter dengan ketebalan tembok 1,25 meter. Bangunannya berbentuk oval dan menghadap ke laut Banda. Untuk masuk ke dalam benteng, anda harus menaiki 24 anak  tangga, dengan satu pintu masuk di bagian depan. Jika anda berada di atas benteng ini, anda bisa menikmati pemandangan laut Saparua dan laut Banda.
Seingat saya, di dalam benteng Duurstede terdapat 3 bangunan yang masih kokoh sampai hari ini. Pertama ruang kantor dan staf, kedua ruang penjara, dan ketiga ruang penyimpanan rempah-rempah. Sedangkan, di bagian tengah benteng terdapat bekas bangunan yang kemungkinan adalah bekas barak atau asrama serdadu Belanda.
Di celah-celah tembok terdapat 5 meriam besi yang menghadap ke arah laut, juga terdapat 2 menara/pos pengintai yang terletak di sisi timur dan barat. Pos pengintai dan meriam berfungsi untuk memantau dan menyerang musuh yang mendekati wilayah Saparua. Benteng yang sudah berusia ratusan tahun itu, masih berdiri kokoh sampai hari ini. Hal ini menunjukkan kalau benteng yang dibangun oleh bangsa Belanda sangat kuat. Bahkan, setelah beberapa kali diterpa gemba, ia masih berdiri kokoh. Wow amazing!
Sementara itu, di bagian luar, tepatnya di depan benteng Duurstede terdapat sebuah "sumur maut." Disebut sumur maut karena ada beberapa serdadu Belanda yang mati dicegat pasukan Pattimura saat mengambil air dari sumur tersebut. Sayang, sumur itu sekarang sudah tak berfungsi dan ditutup. Selain itu, ada juga sebuah diorama - semacam museum yang mengisahkan peristiwa sejarah perjuangan rakyat Saparua melawan penjajah Belanda.
Peristiwa Kelam di Balik Benteng Duurstede
Akibat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Belanda terhadap rakyat Saparua, seperti diperketatnya kebijakan monopoli perdagangan dan kerja paksa, yang membuat rakyat Saparua menderita. Mereka kemudian terdorong untuk melakukan perlawanan. Pada tanggal 16 Mei 1817, benteng Duurstede diserbu oleh rakyat Saparua di bawah Pimpinan Kapitan Pattimura.
Dalam pertempuran itu, seluruh penghuni benteng dikabarkan tewas, kecuali putra Residen, Juan van Den Berg. Jatuhnya benteng Duurstede ke tangah rakyat Saparua ini sempat menggoncangkan kedudukan VOC di Ambon dan di Batavia (Jakarta).
Setelah melakukan beberapa upaya perlawanan namun gagal, Belanda akhirnya meminta bantuan dari raja Ternate dan Tidore melalui jalur adu domba. Pada bulan November 1817, VOC mengirim armada perang dalam jumlah yang besar berkat sumbangan raja Ternate dan Tidore. Tercatat ada sekitar 1.500 prajurit yang siap perang dikirim ke Pulau Saparua.
Pattimura dan pasukannya pun terdesak sampai ke hutan. Hingga akhirnya, Pattimura ditangkap dan dihukum mati dengan cara digantung di benteng Nieuw Victoria (dulunya benteng Victoria), Ambon. Konon, sebelum dihukum gantung pada Desember 1817, Pattimura sempat ditawar oleh Belanda untuk bekerja sama, tapi ia menolaknya. Wah, salut ya untuk Pattimura yang memilih tidak berkhianat.
Itulah peristiwa kelam yang melatarbelakangi benteng Duurstede di Pulau Saparua, Maluku Tengah.
Bagaimana Bisa Sampai ke Benteng Duurstede?
Benteng Duurstede dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 18.00 WIT, jadi para pengunjung/wisatawan dapat berkunjung dan belajar sejarah melalui peninggalan-peninggalan yang ada di dalam benteng. Bila anda datang dari arah pelabuhan Tulehu, Ambon, anda akan naik kapal atau speet boat ke pelabuhan Haria atau Porto. Dari situ, anda bisa naik ojek atau angkot ke arah kota Saparua, dengan waktu tempuh sekitar 25 menit.
Bagi yang naik ojek, bisa langsung turun di depan pintu Duurstede Park, namun yang naik angkot, anda akan turun terlebih dahulu di terminal Kota Saparua. Dari situ, anda bisa berjalan kaki atau naik ojek ke benteng Duurstede.
Oh ya, soal tempat tinggal, anda tak perlu khawatir, karena di Kota Saparua tersedia beberapa penginapan dengan layanan bintang 5. Tunggu apa lagi? ayok berkunjung ke Saparua - salah satu kota bersejarah yang terkenal di Indonesia.
Kesimpulan: Sebuah Saran Perbaikan
Sebagai situs bersejarah, patutlah pemerintah daerah Maluku Tengah, melalui Dinas Pariwiasata memberikan perhatian serius dalam mengelola benteng Duurstede. Mislanya, meningkatkan kualitas layanan di lokasi Benteng, dengan menyediakan loket tiket untuk pengunjung yang datang dan meningkatkan promosi melalui media sosial atau website resmi Dinas Pariwisata.
Di sekitar lokasi benteng perlu juga menyediakan kios-kios penjual makanan atau penjual cendera mata khas Maluku. Dan, yang tak kalah penting adalah selalu memperhatikan kebersihan lokasi benteng serta perawatan gedung-gedung dalam benteng, sehingga tetap terpelihara dengan baik.
Dengan demikian, akan menarik lebih banyak wisatawan, baik nasional maupun internasional. Untuk mencapai semua itu, tentu saja perlu kerja sama yang baik antara pemerintah Maluku Tengah dan masyarakat lokal Pulau Saparua.
Sekian dan moga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H