Bisakah manusia modern hidup tanpa listrik? Rasanya sulit, ya! Pengalaman mati lampu pada 4 Agustus 2019 lalu di Pulau Jawa dan Bali membuktikan bahwa manusia di perkotaan seakan-akan tidak berdaya dan lumpuh tanpa listrik.
Hal ini karena aktivitas manusia di perkotaan sangat bergantung pada energi fosil. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kita tidak bisa hidup tanpa energi listrik.
Kita, sebenarnya, bisa hidup tanpa energi listrik. Hal ini sudah dibuktikan oleh orang tua kita zaman dahulu. Artikel ini akan membahas cara orang tua kita dahulu bertahan hidup tanpa energi listrik dan penerapannya dalam konteks kita masa kini.
1. Memasak Menggunakan Tungku
Saat saya masih duduk di bangku SD kelas 1 atau 2, saya dan keluarga (ayah, ibu, oma, dan opa) tinggal di dusun, jauh dari keramaian kota. Setiap hari saya melihat bagaimana orang tua, oma dan opa saya memasak menggunakan kayu api di tungku.
Kadang-kadang, saya dan adik saya ditugaskan untuk mengambil kayu bakar di sekitar rumah. Biasanya, pada musim kemarau orang tua saya akan mengumpulkan kayu bakar yang banyak. Tujuannya, agar ketika musim hujan tiba, stok kayu bakarnya tersedia.
Sekarang, orang tua saya sudah beralih menggunakan kompor dengan bahan bakar minyak tanah. Kok nggak pakai tabung gas elpiji?
Di Saparua, Maluku Tengah, tabung gas elpiji masih langka. Sehingga, masyarakat Pulau Saparua masih mengandalkan tungku dan kompor berbahan bakar minyak tanah untuk memasak.
Pemanfaatan kayu bakar untuk memasak termasuk hemat energi dan alami. Setelah memasak, apinya langsung dipadamkan. Ketika diperlukan lagi baru mamasang perapian.
2. Lampu Minyak (Lentera) untuk Penerangan dalam Rumah
Jarak dari kota ke dusun kami sekitar 2 km. Cukup jauh. Sehingga, kalau memasang tiang dan kabel listrik akan memakan biaya yang sangat besar.
Maka, satu-satunya solusi untuk penerangan dalam rumah adalah lampu minyak (lentera). Lampu minyak bisa dibeli di toko atau dirancang sendiri menggunakan kaleng bekas.
Di rumah, orang tua kami sengaja merancang beberapa lampu minyak yang ditaruh di beberapa sudut ruangan, seperti ruang tamu, kamar tidur dan dapur. Sedangkan untuk teras dibiarkan gelap saja.
Saya ingat pernah belajar menggunakan lampu minyak, keesokan paginya lubang hidup saya hitam pekat karena efek dari lampu minyak. Ha-ha.
Biasanya, orang tua kami akan menyalakan lampu minyak pada pukul 19.00 dan baru dimatikan pada pukul 05.00. Di antara waktu itu orang tua kami akan bangun untuk mengisi minyak pada lampu agar tidak lekas padam.
Kemudian, secara berkala lampu minyak harus dibersihkan dan memastikan sumbunya tetap muncul. Terkesan ribet sih, tapi itulah cara mereka bertahan hidup di tengah-tengah akses listrik yang sulit dijangkau.
3. Obor Bambu untuk Penerangan Jalan
Opa saya adalah seorang penjaga salah satu sekolah negeri di Saparua, letaknya di pesisir pantai Waisisil. Setiap malam dia akan pergi ke sekolah menggunakan obor. Kadang-kadang, dia mengajak saya atau adik saya ikut bersamanya.
Obor terbuat dari bahan bambu dan di ujung bambu diberi sumbu yang terbuat dari serabut kelapa. Sebelum dinyalakan, obor bambu diisikan minyak tanah terlebih dahulu.
Nyala obor tentu lebih terang daripada nyala lampu minyak. Jadi, aman untuk melakukan perjalanan pada malam hari. Sesekali, kami pakai senter.
Sampai sekarang, masyarakat di Pulau Saparua masih menggunakan obor bambu untuk beberapa kegiatan seperti cakalele, menangkap ikan dan menimba laor.
Baca juga: Timba Laor: Tradisi Unik Masyarakat Pesisir di Maluku.
Lantas, apa yang orang tua kita zaman old ajarkan kepada kita yang hidup di zaman now terkait energi fosil? Mereka mengajarkan pemanfaatan energi fosil secara bijak. Bagaimana caranya?
Tentu kita tidak akan meniru model penerangan orang tua kita zaman dahulu, tetapi yang kita tiru adalah perilaku mereka dalam menggunakan energi fosil.
Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menggunakan lampu hemat energi atau LED, matikan lampu lebih pagian, manfaatkan pencahayaan sinar matahari, dan gunakan peralatan dapur yang hemat energi.
Sekian, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H