Sabtu, 28 Oktober 2023 kemarin, saya dan istri diwisuda. Ini adalah wisuda kami yang kedua. Perjalanan kami untuk meraih gelar baru, Magister Teologi (M.Th.) ini sungguh tak mudah. Banyak sekali rintangan dan tantangan yang harus kami lalui.
Seperti apa sih rintangan dan tantangan yang kami hadapi dalam proses kuliah? Dan, bagaimana cara kami bertahan? Baca terus ya, siapa tahu menginspirasi kalian yang sedang berjuang dalam perkuliahan saat ini.
Kami datang dari keluarga yang kurang mampu. Orang tua kami adalah petani dan nelayan. Kami bisa kuliah dan lulus S-1 di Malang berkat beasiswa kerja (BSK) dari kampus.
Kampus memang menanggung seluruh biaya kuliah, asrama dan makan, tetapi tidak biaya buku dan fotocopy materi kuliah. Lantas, dari mana kami mendapat biaya buku? Kadang, orang tua kami punya uang lebih, mereka akan sisipkan untuk kami. Kadang kala, gereja mengirim biaya saku untuk kami.
Uang saku itu tidak pernah kami pakai untuk bersenang-senang seperti teman-teman yang lain. Mereka bisa beli bakso, beli ini itu. Tapi, uang saku kami pakai untuk membeli buku teks dan fotocopy materi kuliah yang diwajibkan oleh dosen.
Tidak heran, setelah saya selesai kuliah S-1, koleksi buku saya hampir sama banyak dengan teman saya yang punya duit. Hobi mengoleksi buku ini terus saya pertahankan hingga kuliah S-2.
Ketika kami lulus kuliah (saya lulus tahun 2014, istri saya lulus tahun 2015), kami merantau ke Jakarta. Di Jakarta istri saya bekerja sebagai guru TK, kemudian sempat berganti pekerjaan sebagai guru privat dan guru bimbel hingga lulus kuliah S-2.
Sedangkan, saya bekerja sebagai staf pastoral di sebuah gereja kecil di kota Jakarta, dengan gaji di bawah dua juta.
Kami berdua mendaftar program studi S-2 di Sekolah Tinggi Teologi Iman Jakarta pada bulan Mei 2019. Langkah yang kami tempuh ini cukup berani.