Tulisan ini, saya buat, setelah membaca tulisan Kompasianer, Benedictus Adithia, yang berjudul "Gimana Pengalaman Saya Diperbolehkan Menggunakan AI untuk Tugas dan Ujian?" Jujur, artikelnya inspiratif banget dan pantas mendapatkan label AU.
Saya jadi teringat satu draft buku yang saya tulis sekitar dua bulan lalu. Pengalaman menulis buku yang satu ini, agak laen dari buku-buku yang pernah saya tulis sebelumnya.
Buku yang saya beri judul Menjadi Penulis Unggul di Era AI ini adalah kolaborasi saya dengan Artificial Intelligence (AI). Menurut saya, AI memiliki potensi untuk memberikan manfaat besar bagi para penulis, apabila diatur dengan baik.
Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya menggunakan AI untuk menulis buku. Semoga menginspirasi, ya!
Menulis buku menggunakan teknologi AI, sebetulnya, bukan suatu isu yang baru di kalangan penulis.
Dikutip dari laman liputan6.com, seorang penulis bernama Brett Schickler, menggunakan software berbasis kecerdasan buatan bernama ChatGPT untuk menulis sebuah buku yang kini telah ia jual di Amazon.
Dianggap sebagai peluang, Schickler, membuat e-book anak-anak bergambar setebal 30 halaman dalam hitungan jam dan menawarkannya untuk dijual pada Januari 2023.
Buku yang berjudul The Wise Little Squirrel: A Tale of Saving and Investing karya Schickler bersama ChatGPT ini dijual seharga US$ 2,99 dan us$ 9,99 untuk versi cetaknya.
Hingga saat ini, Schickler telah mendapatkan kurang dari US$ 100 dan ia merasa semakin terinspirasi untuk menulis buku lain menggunakan software ini.
Menurut penulis baru, Kamil Banc, ChatGPT telah membantunya membuat buku mulai dari konsep awal hingga publikasi dalam waktu kurang dari 1 hari.
Buku yang berjudul Bedtime Stories: Short and Sweet, For a Good Night's Sleep dengan ketebalan 27 halaman ini berhasil dijual di Kindle Amazon - sebuah industri rumahan bagi para novelis yang ingin menerbitkan bukunya secara mandiri.
Ia hanya memasukkan perintah untuk menulis cerita pengantar tidur tentang lumba-lumba merah muda yang mengajari anak-anak tentang kejujuran.
Meskipun cuma terjual sekitar 12 eksemplar, namun banyak pembaca yang menilai kalau buku tersebut layak mendapatkan lima bintang dan memuji karakter pada buku tersebut.
Kalau Schickler dan Banc menulis buku menggunakan AI dalam kurun waktu kurang dari sehari, saya menulis sekitar dua pekan. Mungkin, kalian bertanya, kok lama? Padahal menulis menggunakan AI.
Iya, agak lama karena tidak semua bahan dalam buku itu saya peroleh dengan bantuan AI. AI hanya membantu saya dalam menyusun kerangka awal serta sinopsis buku, selanjutnya saya yang mencari bahan materi dan mengembangkan bab demi bab buku tersebut.
Meskipun buku saya itu masih dalam proses terbit, saya merasakan manfaat yang besar menulis buku menggunakan teknologi AI.
Salah satunya, waktu menulis jadi lebih cepat dari biasanya. Biasanya, saya menulis buku (tanpa ChatGPT) dalam kurun waktu 5 bulan, kadang kebih.
Selain itu, ide dasar yang diberikan oleh AI sangat unik dan kreatif, sehingga membuat saya bersemangat untuk menulis dan menyelesaikannya.
Namun demikian, yang harus senantiasa diingat oleh seorang penulis ketika menggunakan AI adalah etika dan transparansi. Kita harus menjunjung tinggi etika dan transparansi. Ini adalah kunci dalam penggunaan AI dalam dunia tulis-menulis.
Bagaimana, kalian tertarik untuk mencobanya? Semoga berhasil!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI