Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

Senang traveling dan tertarik dengan isu-isu Sustainable Development Goals (SDGs).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Makan Patita", Tradisi Unik Masyarakat Maluku dan Muatan Nilai yang Terkandung di Dalamnya

24 Oktober 2023   22:40 Diperbarui: 24 Oktober 2023   22:49 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masyarakat Maluku sedang "makan patita." (sumber gambar: theasianparent.com)

Beberapa jam lalu, saya menayangkan satu artikel tentang tradisi "timba laor" di Maluku. Beruntung, artikel itu masuk kategori Pilihan editor Kompasiana. Ah, saya jadi bersemangat untuk mengenalkan satu budaya unik lagi dari Maluku, yaitu "makan patita." He-he-he.

Kedengaran aneh? Meskipun terdengar aneh di telinga kalian, tradisi yang satu ini menyenangkan dan penuh muatan nilai kesosialan dan spiritual, lho!

"Makan patita" artinya makan bersama dengan banyak orang. "Makan patita" atau makan besar, biasanya dilakukan pada perayaan-perayaan penting seperti HUT kota, pelantikan raja, panas pela, pembangunan baileo (rumah adat), dan perayaan lainnya.

Makan patita digelar di atas meja sepanjang kurang lebih 200 meter, dengan menyajikan berbagai menu makanan istimewa Maluku seperti ikan goreng, ikan kuah kuning, ikan bakar, papeda, dan kohu-kohu.

Tradisi patita juga biasanya ditutup dengan menikmati singkong rebus, ubi rebus, dan pisang rebus. Para tamu undangan yang "makan patita" dipastikan bakal pulang kekenyangan. He-he-he.

By the way, sekadar informasi kalau berbagai menu makanan istimewa di atas, disiapkan oleh masing-masing keluarga menggunakan uang pribadi mereka. Jadi, "makan patita" bukan tanggungan satu keluarga, tapi bersama keluarga-keluarga lain.

Daerah yang masih kental dengan tradisi ini adalah Desa Oma, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah. Menurut Kompasianer, Marcko Ferdian, tardisi makan patita di Desa Oma mengandung unsur adat. "Makan patita" di Desa Oma dilakukan sendiri oleh setiap marga (cabang keturunan) yang dikenal dengan istilah "soa." Selain itu, rangkaian acara kekeluargaan ini dibuat dalam suatu upacara adat, sehingga menambah kesan sakral.

Tradisi makan patita memiliki nilai-nilai kesosialan seperti keadilan, kerukunan, dan kebersamaan antara Pemerintah dengan masyarakat, antara satu keluarga dengan keluarga lain. Sedangkan, kalau ditinjau dari segi spiritual, "makan patita" memiliki nilai membangun dan memperkuat relasi dengan Tuhan, para leluhur, dan alam atau lingkungan.

Nah, itu dia tradisi "makan patita" di Maluku dan muatan nilai yang terkandung di dalamnya. Bagaimana, kalian tertarik untuk "makan patita" di Maluku?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun