Mohon tunggu...
Billy Antoro
Billy Antoro Mohon Tunggu... -

Senang pada hal-hal baru dan menuliskannya di media.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah RSBI/SBI Tidak Mahal

4 Juni 2010   09:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:45 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberitaan yang luas ihwal mahalnya biaya pendidikan di sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)/ Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) tidak sepenuhnya benar. Sebab, bila dilihat dari prosedur pembiayaan dan pengalokasian keuangan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), prosesnya cukup transparan. Orangtua dan Komite Sekolah dapat duduk satu meja membahas RAPBS. “Bahkan di sekolah-sekolah tertentu sudah diaudit oleh akuntan publik,” ujar Prof. Suyanto, Ph.D., Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta, Kamis malam (3/6). Suyanto berkata demikian di hadapan wartawan saat menggelar konferensi pers di Ruang Sidang Gedung E Lantai 5 Kompleks Kemdiknas, Senayan, Jakarta.

Dalam rapat Komite Sekolah, lanjut Suyanto, terjadi dialog antara orangtua, guru, dan kepala sekolah dalam menentukan besaran dana yang diperlukan dalam mencapai program-program pengembangan sekolah. Sehingga, kata Suyanto, saat digelar pertemuan dengan sejumlah kepala sekolah berstatus RSBI/SBI pada Kamis pagi (3/6), didapat keterangan dari sejumlah kepala sekolah bahwa tak ada orangtua yang mengeluhkan jumlah dana yang dipungut kepada siswa. “Tentu saja itu menjadi komitmen bersama mereka karena layanannya di atas Standar Nasional Pendidikan,” jelasnya.

Kendati demikian, Suyanto tidak menutup mata pada pengaduan sebagian masyarakat yang mengeluhkan pungutan berlebihan oleh sekolah berstatus RSBI/SBI di daerah. “Kita akan berkoordinasi dengan kepala dinas yang di daerahnya ada pungutan mahal untuk dikendalikan dan didiskusikan sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan,” ucapnya.

Uniknya, dari hasil pertemuan dengan sejumlah kepala sekolah berstatus RSBI/SBI, ditemukan fakta bahwa ada siswa yang digratiskan, diberi beasiswa, atau mendapatkan keringanan dari sekolah yang bersangkutan.

Gratis
Berkaitan dengan biaya gratis bagi siswa yang sekolahnya berstatus RSBI/SBI, Dr. Bambang Indriyanto, Sekretaris Ditjen Mandikdasmen, yang mendampingi Suyanto dalam konferensi pers, membagi gratis dalam dua macam. “Ada yang diambil alih oleh Pemerintah Kota dan  ada yang gratis karena kebijakan sekolah,” ujarnya.

Ia mencontohkan, di SMA Negeri 3 Semarang, siswa miskin—ditunjukkan dengan bukti tanda miskin—tidak ditarik biaya sama sekali alias gratis. Hal demikian berlaku pula di sekolah lain yang mengalokasikan biaya gratis dan keringanan lainnya bagi siswa kurang mampu.

Di sejumlah daerah, tambah Bambang Indriyanto, Pemda menetapkan besaran dana yang diperbolehkan ditarik oleh sekolah kepada orangtua siswa. Biasanya pihak sekolah tak ada yang berani menolaknya.

Dr. Didik Suhardi, SH., M.Si., Direktur Pembinaan SMP, mengaku memiliki data besaran dana yang diperoleh sekolah dari orangtua siswa di tahun pertama dan sumbangan per bulannya. Dari data tersebut ia melihat ada beberapa sekolah yang tidak mengenakan biaya satu rupiah pun kepada siswanya alias gratis lantaran ditanggung Pemerintah Daerahnya. Selain itu, Pemerintah Kabupaten/Kota juga menunjukkan perhatiannya berupa pemberian subsidi dalam bentuk fasilitas dan sarana sekolah. “Ada porsi warga yang kurang mampu yang masuk ke sekolah tersebut,” ungkapnya.

Menjawab pertanyaan wartawan kenapa pemerintah tidak menetapkan standar biaya yang bisa diterapkan sekolah berstatus RSBI/SBI kepada orangtua siswa, Suyanto menyatakan, hal demikian malah menjadi kontraproduktif. Sebab, jika biaya pendidikan distandardisasi, pendidikan layaknya barang.

Pembiayaan pendidikan yang ideal, kata Suyanto, relatif lebih tinggi daripada kemampuan masyarakat. Maka pembiayaan tersebut bervariasi di tiap sekolah. “Tergantung kualitas dan layanan yang hendak dicapai oleh sekolah,” tegasnya. Maka yang dapat dilakukan pemerintah adalah menjaga agar sekolah tidak melakukan pemakasaan kepada orangtua siswa supaya membayar sumbangan pendidikan dengan jumlah tertentu.

Pemerintah sebaiknya memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk menentukan kualitasnya. “Sekolah biar saja mengembangkan sistemnya, meningkatkan kualitasnya sepanjang itu disepakati oleh orangtua. Itu sudah melalui Komite Sekolah,” ucap Suyanto. Dan, dalam rapat Komite Sekolah, akan terjadi ‘penawaran-penawaran’ antara sekolah dan orangtua siswa dalam rangka memenuhi bujet yang disepakati bersama. “Kalau sekolah mahal dan kualitasnya tidak sebaik kemahalannya, akan ditinggalkan orangtua juga,” katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun