Kota Medan adalah kota yang awalnya merupakan kampung kecil bernama Madan yang didirikan oleh seorang Karo bernama Guru Patimpus bermarga Sembiring Pelawi. [caption id="" align="aligncenter" width="334" caption="Monumen Guru Patimpus Sembiring Pelawi"][/caption] Sebelum mendirikan sebuah kampung bernama Madan yang kemudian berubah menjadi nama Medan, maka Guru Patimpus sebelumnya hidup dan lahir di Aji Jahe, yaitu sebuah kampung yang berada di dataran tinggi Karo. Menurut hasil penelitian dan perhitungan yang dilakukan Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan (Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan dibentuk berdasarkan SK Walikota Medan 28 Oktober 1971) seperti yang diuraikan Dada Meuraxa dalam bukunya "Sejarah Hari Jadinya Kota Medan 1 Juli 1590", Guru Patimpus mulai membuat perkampungan kecil di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura pada 1 Juli 1590 sekitar pukul 09.00 WIB. Untuk menghormati jasa Guru Patimpus Sembiring Pelawi yang diakui sebagai pendiri Kota Medan, maka kini sebuah monumen megah didirikan ditengah-tengah Kota Medan dan dinamakan dengan monumen Guru Patimpus Sembiring Pelawi. Monumen Guru Patimpus itu berdiri tepat di Jalan S. Parman Ujung, Medan. Menelisik bahwa Suku Karo adalah sebagai pendiri Kota Medan, maka tentu seharusnya Suku ini akan mendapatkan prioritas utama dalam bidang usaha, perdagangan dan perindustrian, serta pelestarian seni budayanya. Namun dalam kenyataanya, masyarakat Karo dari hari ke hari semaking mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Bukan karena tidak mampuni dalam hal etos kerja dan pendidikan. Generasi muda Karo yang masih memiliki etos kerja dan pendidikan yang layak untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan swasta dan instalasi pemerintah, tapi sering menemukan kekecewaan-kekecewaan. Hal ini disebabkan oleh budaya KKN yang masih sedemikian kentalnya. Semenjak Ulung Sitepu, satu-satunya putra Karo yang pernah menjabat sebagai gubernur Sumatera Utara hingga saat ini harus menelan kenyataan pahit diturunkan dari jabatannya ketika terjadi pemberontakan PKI pada September 1965. Ulung Sitepu dituduh terlibat karena sebagian pendukungnya untuk menjadi gubernur berasal dari Partai Komunis, maka semenjak itu pula keberadaan warga Karo semakin jauh dari tampuk kekuasaan di Sumatera Utara, dan semakin terpinggirkan dari berbagai lini kehidupan kota yang kini telah menjadi kota ketiga terbesar di Indonesia. Keberadaan Karo juga kian semakin diburamkan oleh suku lain yang mendominasi, bahkan dengan klaim bahwa Karo adalah Batak membuat sebagian besar masyarakat di luar Karo tidak lagi mengenal bahwa sebenarnya pendiri Kota Medan, kota terbesar di luar Pulau Jawa adalah orang Karo. Bahkan dengan adanya klaim bahwa Karo adalah Batak, membuat orang Karo tidak dikenal oleh suku-suku lain di Indonesia. Orang diluar Sumatera Utara bila ditanya tentang Kota Medan, maka pertama sekali mereka ingat adalah Batak. Kemudian Danau Toba dan yang lainnya adalah kata "Horas" yang didalam bahasa Karo tidak mengenal kata tersebut, melaikan mengenal kata "Mejuah-juah". Salam Mejuah-Juah Baca Juga Tulisan Saya Yang Lainnya: Surat dari Tanah Karo untuk Megawati Soekarnoputri Karo Bukan Keturunan si Raja Batak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H