[caption id="attachment_333621" align="aligncenter" width="581" caption="Sosok Djamin Ginting yang diperankan oleh Vino G Bastian pada film 3 Nafas Likas (ceritamedan.com)"][/caption]
Bersamaan dengan peringatan Hari Pahlawan tahun ini akan diberikan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada empat tokoh yang telah terpilih. Menurut Mensos Khofifah Indar Parawansa, keempat tokoh yang akan diberikan anugerah Pahlawan Nasional tahun 2014 ini, diantaranya Djamin Ginting, Sukrin Kartodiwirjo, Mayjend Purn, HR Mohammad Mangundiprojo dan pendiri NU KH Abdul Wahab Hasbullah.
Membaca pemberitaan detik.com terkait nama-nama Pahlawan Nasional yang akan dianugerahi gelar tahun ini, ternyata banyak diantara pembaca portal media online tersebut yang tidak begitu familiar dengan nama-nama yang telah dipilih. Hal tersebut terlihat dari komentar-komentar para pembaca di media online tersebut, dimana beberapa diatara mereka merasa sama sekali tidak familiar dengan nama pahlawan yang akan diberi gelar.
Terkhusus untuk Djamin Ginting, ia merupakan seorang pejuang kemerdekaan yang menentang penjajahan Belanda dari Tanah Karo, Sumatera Utara. Pada awal karirnya kemiliterannya ia merupakan seorang tentara PETA yang pada awalnya akan dimanfaatkan oleh Jepang untuk memperkuat pasukannya.
Setelah menyerah kepada sekutu pada Perang Dunia II, pasukan Jepang kemudian kembali pulang kenegarannya dan menelantarkan daerah kekuasaan mereka di Asia. sebagai seorang komandan kala itu, Djamin Ginting kemudian bergerak cepat untuk mengkonsilidasi pasukannya. Saat itu Djamin Ginting bercita-cita akan membangun satuan tentara di Sumatera Utara, sekaligus meyakinkan para anggotanya untuk tidak kembali pulang ke desa masing-masing.
Dalam hal ini Djamin Ginting memohon kesediaan para anggotanya untuk membela dan melindungi rakyat Karo di Sumatera Utara dari setiap kekuatan yang hendak menguasai daerah tersebut. Situasi politik saat itu tidak menentu. Pasukan Belanda dan Inggris masih berambisi untuk kembali menguasai daerah Sumatera. Dikemudian hari, anggota pasukan Djamin Ginting ini akan memunculkan pionir-pionir pejuang Sumatera bagian Utara dan Karo. Beberapa pionir para pejuang tersebut diantaranya Kapten Bangsi Sembiring, Kapten Selamat Ginting, Kapten Mumah Purba, Mayor Rim Rim Ginting, Kapten Selamet Ketaren, dan lain lain adalah cikal bakal Kodam II/Bukit Barisan yang kita kenal sekarang ini.
Ketika Djamin Gintings menjadi wakil komandan Kodam II/Bukit Barisan, dia berselisih paham dengan Kolonel M. Simbolon yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Kodam II/Bukit Barisan. Djamin Ginting tidak sepaham dengan tidakan Kolonel M.Simbolon untuk menuntut keadilan dari pemerintah pusat melalui kekuatan bersenjata. Perselisihan mereka ketika itu sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi yang melanda Indonesia. Disatu pihak, Simbolon merasa Sumatera dianak-tirikan oleh pemerintah pusat dalam bidang ekonomi. Dilain pihak, Ginting sebagai seorang tentara profesianal memegang teguh azas seorang prajurit untuk membela negara Indonesia.
Djamin Ginting Selamatkan Daerah Modal Indonesia
Dalam sebuah makalahnya, Prof Dr Usman Pelly yang juga merupakan seorang antropolog Indonesia menyebutkan bahwa Djamin Ginting adalah seorang Pahlawan penyelamat daerah modal Indonesia.
"Sesuatu yang kemudian makin jelas di benak saya, sesudah saya melakukan studi dari berbagai buku dan catatan historis auto biografi kedua buku Djamin Ginting, yaitu : 'Titi Bambu' dan 'Bukit Kadir,' serta dua buku standar lainnya seperti 'Kadet Brastagi' (1981) dan 'Jendral Soedirman' (Pribadi, 2009), saya mulai berpikir bahwa Djamin Gintings bukan sembarang hero atau pahlawan perang kemerdekaan. Tetapi beliau telah menyelamatkan daerah modal republik, satu-satunya di luar pulau Jawa." tulis Usman Pelly dalam makalahnya yang terbit juga di Harian Waspada, koran terbitan Kota Medan tertanggal 7 Mei 2012 tersebut.
Cerita dibalik penyelamatan daerah modal republik tersebut menurut Usman Pelly bermula setelah adanya perintah Kol. Hidayat Komandan Divisi X, yang berkedudukan di Kutaradja kepada Djamin Ginting untuk mundur ke Tanah Alas Kutacane. Perintah ini merupakan kesepakatan RI dan Belanda yang dituangkan dalam perjanjian Renville (1947). Dalam perjanjian itu semua wilayah Tanah Karo dianggap merupakan daerah pendudukan Belanda, sehingga semua pasukan TNI harus disingkirkan dari daerah itu. Djamin Ginting harus mengosongkan seluruh wilayah Tanah Karo, walaupun sebagian besar wilayah itu, secara de facto masih berada dalam kekuasaan republik, yaitu daerah antara Lisang dan Lau Pakam.
Dengan perasaan perih dan pilu Djamin Ginting dan pasukannya melaksanakan keputusan itu. Semua pasukan Resimen IV mundur ke Tanah Alas dan pasukan Belanda dengan leluasa memasuki daerah-daerah yang dikosongkan itu.