Di era globalisasi, modernisasi, dan post-truth ini penyebaran informasi sangat masif dan gampang kita cari. Seperti tak ada habisnya informasi yang muncul, sehingga kita seringkali kewalahan memilih dan memilahnya. Masyarakat seakan terpaksa mengkonsumsi masifnya arus informasi di zaman sekarang.Â
Dari mulai berita perselingkuhan, pelecehan seksual, pembullyan, penipuan, koruptor yang tertangkap, selebriti yang mempromosikan situs judi online, pamer kekayaan (yang entah uangnya dari mana), dll. Sudah seperti hidangan prasmanan bagi masyarakat berita-berita seperti itu, semuanya ada, banyak pilihan. Tentu tidak afdol jika informasi semenggiurkan itu tidak dibarengi dengan respon. Berbagai kicauan masyarakat yang kesal dan marah pun mewarnai panggung media sosial.Â
Dampak yang diberikan pun tidak main-main, ambil contoh dari selebriti atau public figure yang mempromosikan situs judi online. Dengan karakter masyarakat yang memang dari dulu sudah miskin dan pemalas, ditambah dengan promosi yang menggoda dari selebriti idaman, semakin tak terbendunglah gairah menjajal judol yang membuat mereka susah lepas. Belum lagi para seleb, public figure, dan (yang ngakunya) influencer yang seringkali memamerkan kekayaan mereka (entah kaya beneran atau boongan) di sosial media yang memicu anak-anak muda miskin dan pemalas untuk mengikuti gaya mereka.Â
Melalui postingan foto dan video, para seleb abal-abal itu seringkali memperlihatkan bagaimana mereka berpose dengan pakaian ber-capkan merek-merek mewah besar eropa yang dari ujung kepala sampai ujung kaki. Suatu bahan bakar yang lumayan memicu api para anak muda yang entah dari pelosok maupun kota untuk meniru bagaimana "Nabi" baru mereka berpakaian dan berpose. Judi online, fashion murahan, dan satu lagi; alkoholisme, saya lupa menambahkan.Â
Dari situ saya mendapatkan benang merah: bibit-bibit hedonisme-konsumerisme mulai bermunculan atas dampak dari penyebaran informasi yang masif. Semboyan "You Only Live Once" menjadi falsafah hidup anak muda generasi sekarang. (Tentu generasi sebelumnya juga sama, cuma karena saya bagian dari generasi ini jadi saya membahas generasi saya.) Seakan mereka hidup untuk itu, mereka lahir untuk itu.Â
Mereka hidup untuk fashion murahan, hidup untuk alkohol murahan pula. Mereka hidup hanya untuk bisa membeli handphone keluaran merek Apel yang setengahnya digigit, dan.........mereka tidak bekerja. Berangkat dari situ saya berpendapat bahwa selain pengaruh lingkungan, pengaruh para "influencer" tengik yang tidak bertanggung jawab juga ikut andil pada gaya hidup anak muda sekarang. Lihatlah saja di YouTube banyak sekali video interview yang disertai minum-minum tanpa dipasang "age restricted" divideonya.Â
Dengan strategi seperti itu mereka dapat meraup keuntungan banyak namun dengan memberi dampak jelek pada masyarakat terkhususnya anak muda. Yang pada akhirnya mereka disembah bagaikan "Nabi" yang memperkenalkan "Tuhan" baru mereka sebut dengan fashion, alkohol, judi online, dan.....ipon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H