Sebelum dilengserkannya Soeharto dari jabatannya sebagai presiden 7 periode, banyak tragedi kerusuhan besar yang terjadi. Mulai dari penembakan aparat kepolisian kepada para mahasiswa, dan dibakar nya hidup-hidup ratusan orang pada 14 Mei 1998.
TRAGEDI TRISAKTIÂ
Pada awal tahun 1998 perekonomian Indonesia terganggu akibat adanya krisis finansial Asia sepanjang 1997 sampai 1999. Hingga hal itu menjadi penyebab para mahasiswa trisakti melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara. Para mahasiswa mulai bergerak dari Kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pukul 12.30 WIB.
Ditengah perjalanan, aksi demo yang dilakukan para mahasiswa mendapat halangan dari para aparat kepolisian, yang kemudian ada beberapa perwakilan dari para pendemo untuk bernegosiasi terkait aksi yang dilakukan mereka.
Disaat waktu sudah menunjukan pukul 17.15 WIB, para mahasiswa bergerak mundur diikuti dengan majunya para aparat keamanan secara perlahan. Dan hal tak terduga terjadi, para aparat keamanan memaksa para mahasiswa untuk mundur dengan cara menembakkan peluru ke arah mereka.
Akibat yang terjadi adalah kepanikan dimana-mana, orang-orang tercerai berai, para mahasiswa yang semula berbaris dengan tertib seketika berlarian mencari tempat perlindungan. Ada yang berlindung di rumah-rumah warga, pertokoan, dan adapula yang berlindung di Universitas Trisakti.
Karena tembakan yang dilayangkan para aparat tidak berhenti-berhenti, satu persatu orang korban mulai berjatuhan dan dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras.
Ada juga tembakan yang dilayangkan oleh orang yang tak diketahui identitasnya dari atas jembatan penyebrangan Grogol. Tak hanya peluru karet yang dijadikan bahan untuk menembaki para pengunjuk rasa, peluru tajam pun menjadi salah satu amunisi yang digunakan para penembak, sehingga insiden tembak-menembak itu mengakibatkan tewasnya 6 mahasiswa yang juga turut ikut dalam aksi demonstrasi tersebut.
Setelah tewasnya 6 mahasiswa akibat Tragedi Triksakti, pihak-pihak yang berwenang pun melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Ditemukannya peluru kaliber 5,56 mm ditubuh salah satu korban yang bernama Herry Hertanto.
Jenderal Pol Dibyo Widodo yang saat itu menjabat sebagai Kapolri membantah jika anak buahnya menggunakan peluru tajam.
Kapolda Metro Jaya Hamami Nata juga menyatakan bahwa pihak kepolisian hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet, dan gas air mata.
Keempat mahasiswa yang tewas dalam Tragedi Trisakti ini dikenang sebagai Pahlawan Reformasi oleh pihak kampus.